SURABAYA, beritalima.com – Karamnya kapal kayu yang juga mengangkut Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di perairan Malaysia membuat masyarakat Kabupaten Sampang ikut berduka. Pasalnya diantara korban meninggal terdapat dua warga Kabupaten Sampang, yakni Rosid, warga Dusun Bringin Koning, Desa Tlagah, Kecamatan Banyuates dan Sayyidah (34), warga asal Dusun Jateh, Desa Bira Barat, Kecamatan Ketapang. Terhadap dua korban meninggal tersebut, anggota Komisi E DPRD Jatim meminta Pemprov Jatim menfasilitasi pemulangan jenazah.
Anggota Komisi E DPRD Jatim, Artono di DPRD Jatim, Kamis (26/1) mengatakan, Pemprov Jatim harus memfasilitasi pemulangan jenazah warga Sampang itu. Sekalipun mereka berangkat tidak melalui jalur resmi atau illegal, tapi atas nama kemanusiaan pemerintah punya kewajiban untuk memfasilitasi pemulangan jenazah ke kampung halaman.
“Kami minta pemprov memfasilitasi pemulangan jenazah TKI asal Sampang itu. Jangan sampai keluarga yang sudah berduka dibebani kesusahan dengan menanggung biaya pemulangan dan pemakaman jenazah. Bahkan pemprov juga seharusnya memberikan santunan bagi keluarga yang ditinggalkan,” tuturnya.
Peristiwa ini harus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, agar meminimalisir korban jiwa. Pihaknya juga berharap pemerintah melakukan sosialisasi lebih massif kepada warga Jatim yang ingin menjadi buruh migran agar berangkat menjadi TKI lewat jalur yang resmi.
Selain itu, pembinaan dan pembekalan keterampilan juga harus diberikan oleh pemerintah lewat dinas terkait seperti Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) baik kabupaten/kota maupun provinsi. Terlebih Jatim memiliki banyak Balai Latihan Kerja (BLK) dengan fasilitas yang lengkap.
“Saya berharap ke depan TKI illegal asal Jawa Timur harus diminimalisir. Selain itu sosialisasi harus diintensifkan agar warga Jatim berangkat sebagai TKI lewat jalur resmi. Dengan begitu, mereka bisa mendapat perlindungan dan pembinaan dari pemerintah,” ujar anggota Dewan asal daerah pemilihan Jember dan Lumajang tersebut.
Politisi berlatar pengusaha ini mendorong adanya peraturan daerah (Perda) yang menjadi payung hukum untuk pembinaan dan pemberdayaan bagi eks buruh migran agar mereka bisa mandiri usai habis masa kontraknya sebagai TKI. Sehingga mereka bisa menggunakan uang hasil kerja selama di luar negeri sebagai modal usaha.
Artono menilai selama ini tidak ada pendampingan dan pemberdayaan kepada eks buruh migran, sehingga usai habis masa kontrak kerja, para buruh migrain itu kembali berangkat menjadi TKI. Pasalnya, uang hasil kerja selama bertahun-tahun habis karena pola hidup yang konsumtif.
“Pemerintah perlu memberdayakan para buruh migran usai masa kerja habis, agar mereka bisa mandiri dan mengembangkan usaha di tanah air dengan menjadi pelaku UMKM. Karena itu perlu ada payung hukum untuk itu,” imbuh Artono.
Untuk diketahui, Senin (23/1) kapal kayu asal Batam karam di sekitar perairan Malaysia dan Filipina. Kapal itu mengangkut 40 TKI secara illegal. Dari 40 penumpang, 14 ditemukan tewas, 2 diantaranya berasal dari Sampang. Sementara 1 TKI asal Kabupaten Kediri selamat. (pca)