Catatan: Yousri Nur Raja Agam *)
SEBUAH kalimat yang menarik. “Menulis dengan Nurani”. Begitu tema yang disajikan dalam rangkaian gerbong milik Warumas (wartawan usia emas) Jawa Timur. Ini buku Antologi Puisi ke-7 yang diterbitkan Warumas berjudul:
“Menulis dengan Nurani”.
Buku ini diluncurkan, sebagai rangkaian Peringatan HPN (Hari Pers Nasional) 2025 dan HUT ke 79 PWI (Persatuan Wartawan Indonesia), Sabtu (15/2/2025) di Fairway Nine Mall Jalan Jonosewojo, Surabaya.
Acara ditandai dengan pembacaan puisi oleh para penulis puisi yang karyanya ada di dalam buku. Di samping ada tamu kehormatan yang membaca puisi yang dipilih secara acak.
Kendati saya belum membaca satu per satu puisi di buku ini, saya yakin semuanya benar-benar menulis dengan nurani. Puisi yang ditampilkan para sahabat senior ini tentu layak dibaca dan disebarluaskan.
Mas Kris Maryono, wartawan senior RRI Surabaya, meminta saya membuat Pengantar, pada buku “Menulis dengan Nurani” ini. Tentunya saya harus dapat menjadi “pengantar” yang baik.
Mengantarkan rekan-rekan Warumas sampai ke tujuan dengan aman, selamat dan sejahtera.
Menulis dengan Nurani. Begitu tema karya sastra para wartawan senior pada edisi ini. Selama ini, kita sering menggunakan kata nurani. Adakalanya ditambah dengan hati nurani. Apakah makna nurani itu?
Nurani, adalah kesadaran moral atau pengetahuan moral. Ini merupakan bagian yang melekat pada jiwa manusia.
Nurani juga dapat diartikan sebagai perasaan hati yang dalam. Bahkan dinyatakan berada di dalam kalbu. Dia berpotensi mengilhami kebaikan. Mendorong kita berbuat baik. Ada irama yang bergetar di dalam sanubari kita untuk berbuat hal yang positif.
Sentakan moral dan spiritual, mendorong kita untuk berdisiplin dan patuh. Menyikapi segala hal yang kita lakukan. Memberi cahaya pada sikap dan tingkah laku. Sebab, nurani berasal dari kata: nur. Artinya sinar, penerang atau cahaya.
Kalau sinar itu terbit dari kalbu kita yang dalam, tentulah perjalanan akan mulus dan lancar. Tidak akan tersesat. Sehingga dapat kembali dengan selamat kepada fitrahnya. Kita berharap naskah yang ditulis pada antologi puisi ini, mampu menyinari perjalanan kita ke ujung dunia sana.
Karya puisi bertema “Menulis dengan Nurani” pada edisi ke-7 antologi puisi Warumas ini, kita harapkan benar-benar menunjukkan puisi yang ditulis dengan hati nurani.
Antologi Puisi
Kajian kita, juga menyangkut antologi puisi. Selama ini, kelompok sastra puisi ini, juga disebut: deklamasi, sajak dan syair. Pembaca puisi itu, sebutannya, bisa: pemuisi, penyair, deklamator, pujangga dan mungkin ada sebutan lain.
Penikmat karya sastra puisi, kadangkala kesulitan mencari kumpulan puisi dengan tema serupa. Nah, Warumas sudah enam kali menghimpun puisi yang satu tema. Ini yang ke tujuh. Memang antologi puisi bisa salah satu solusinya.
Selama ini kita sudah dapat memahami pengertian antologi puisi. Yaitu: buku yang berisi kumpulan puisi. Adanya antologi puisi, bisa dijadikan salah satu pilihan bagi penikmat puisi.
Pada buku antologi puisi yang ke-7 ini, Warumas layak diacungi jempol. Sebab, semakin banyak pula materi bacaan puisi. Makin beragamnya antologi puisi versi Warumas ini, pada suatu masa, para penyair ini, akan diabadikan namanya sebagai pujangga.
Entah apa namanya. Mungkin saja disebut “pujangga zaman digital”. Karena pada masa yang akan datang itu zaman sudah berubah. Tidak lagi menggunakan teknologi digital. Teknologinya beralih ke teknologi zaman now di kala itu, nanti.
Sebagai pengantar ke gerbang zaman, saya ucapkan selamat kepada “penulis dengan nurani” Warumas. Sekaligus saya sampaikan pula “selamat membaca” Tentunya kita berharap pula, kepada penikmat puisi dan pembaca memberi komentar, kritik dan saran.
Ada Tiga Pengantar
Ternyata saya tidak sendirian menjadi “pengantar”. Kami bertiga. Bersama Mas Suprawoto dan Mas Yusron Aminulloh.
Mas Prawoto adalah Bupati Magetan (2019-2024). Pensiunan pejabat Kementerian Kominfo ini, memang dikenal dan akrab dengan wartawan. Judul kata pengantarnya: Monumen Wartawan Usia Emas.
Selain merasa sebuah penghormatan untuk menyajikan kata pengantar, Mas Prawoto, menyampaikan kedekatannya dengan banyak wartawan di zamannya. Di antaranya menyebut nama mantan Ketua Umum PWI Tarman Azzam, serta wartawan paling senior Rosihan Anwar.
Terselip ungkapan sejarah Mulawarman, Tarumanegara, Syailendra, Singasari, Majapahit hingga Mataram. Kecuali itu juga dipaparkan tentang monumen di Indonesia. Monas (Monuman Nasional) di zaman Bung Karno dan Monumen TMII (Taman Mini Indonesia Indah) di masa Pak Harto.
Sedangkan Mas Yusron Aminulloh, adalah wartawan yang juga CEO DeDurian Park Group di Jombang. Mengaku sudah merasa pensiun dari wartawan. Tetapi ada kebanggaan sebagai wartawan senior. Punya legacy untuk anak cucu.
Bahkan Mas Yusron merasa bahagia, sebab para sahabat jurnalis masih banyak yang aktif menggerakkan literasi. Disebut nama Mas Tjuk Suwarsono, Amang Mawardi, Dhimam Abror Djuraid, Kris Maryono, Imung Mulyanto, dan lain-lain.
Lima Penyambut
Selain tiga “pengantar”, di buku Menulis dengan Nurani ini, juga ada “penyambut”. Lima pendekar yang menulis “kata sambutan”.
Pertama: Sherlita Ratna Dewi Agustin. Jabatannya Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur.
Kedua: A.Sapto Anggoro, Ketua Komisi Pendataan, Penelitian dan Ratifikasi Pers, Dewan Pers (2022-2025).
Ketiga: Dhimam Abror Djuraid, Ketua Dewan Pakar PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Pusat.
Keempat: Luthfil Hakim, Ketua PWI Jatim.
Kelima: Yesica Yuwono, Senior Marketing Manager “Fairway Nine Mall” Surabaya.
Sherlita, mengaku bangga dan bahagia diberi kesempatan menyampaikan sambutan untuk karya penuh makna ini.
Sebagai insan yang lama berkecimpung dalam dunia jurnalistik, ia menilai karya sastra ini menghadirkan dimensi lain. Penuh emosi, keindahan dan refleksi.
Lain lagi sambutan Sapto Anggoro. Memang tidak ada istilah pensiun dalam menulis. Usia bukan halangan. Dalam hal ini, Dewan Pers mengapresiasi kiprah wartawan menjalankan peran sebagai salah satu pilar demokrasi di Indonesia.
Antologi puisi ini diharapkan bisa menjadi referensi dan memperkaya jiwa para jurnalis muda. Di samping itu, menjadi rujukan literasi masyarakat.
Berikut, Cak Dhimam Abror. menyebut ini adalah “Arena Produksi Kultural Warumas”. Doktor bidang komunikasi ini mengawali sambutannya dengan mengutip ucapan mantan Presiden Amerika Serikat, John F.Kennedy (JFK).
“Jika politik kotor, puisi akan membersihkannya. Jika politik bengkok, sastra akan meluruskannya”.
Ungkapan itu tulis Abror, disampaikan JFK tidak lama setelah ia dilantik tahun 1961. Ironisnya dua tahun berselang, pada 1963, JFK tewas ditembak Kee Harvey Oswald.
Politik yang kotor dan bengkok membunuh JFK.
Menurut Abror, mantan Ketua PWI Jatim itu, kondisi politik Indonesia kiwari bukan cuma bengkok dan kotor. Tetapi sudah amburadul, acakadut dan awut-awutan. Kaleidoskop politik Indonesia 2024; ditandai dengan ramainya pembatalan pameran lukis dan karya seni.
Contoh, pameran lukis Yos Suprapto di Galeri Nasional Jakarta dan pementasan Butet Kertaredjasa. Ada lagi karya seni instalasi “pisang yang ditempelkan dengan harga jual Rp 99,5 miliar. Karya seni “mehong” yang lucu, ada genre kesenian baru “crypto-art”. Dan, masih ada beberapa contoh lain.
Di tengah kondisi politik nasional yang bengkok dan kotor sekarang ini, antologi puisi Warumas hadir. Kendati demikian kelihatannya belum tentu membersihkan dan meluruskan politik. Tetapi bisa menjadi oase penyejuk tenggorokan di tengah kegersangan.
Ada jargon: tentara tua tak pernah mati, mereka cuma menghilang. Wartawan pun tidak pernah mati. Mereka menulis puisi, tutup Abror.
Tidak mau ketinggalan, menyambut kehadiran Warumas di antologi puisi yang ke-7 ini, Ketua PWI Jatim Luthfil Hakim, menulis: “Siapa Bilang Menulis Puisi Mudah?”.
Butuh niat besar untuk menjalankannya. Bagi penulis, tidak ada kesenangan yang mampu melebihi kebahagiaan menulis. “Tidak ada jumlah uang yang dapat menggantikan kebahagiaan dan kepuasan yang aku peroleh dari menulis,” kata Sreenivasan, seorang seniman asal India, tulis Cak Item — panggilan akrab Luthfi.
Menulis puisi, bukan sekedar satuan gramatika. Di sana ada banyak makna. Para penulis ini menyebut dirinya Warumas (Wartawan Usia Emas) yang mengacu kepada aspek usia, tidak muda.
Cak Item, kelihatannya tidak suka mereka mendasarkan kepada usia senja. Ia lebih senang menyebut “Jurnalis Plus”, ketimbang menempatkan sesuatu kelompok umur. Sebab, sejatinya sastrawan atau penyair kebetulan berpotensi sebagai jurnalis.
Wartawan menulis fakta. Sedangkan penyair tidak sekedar menulis, tetapi berimajinasi dan berekspresi. Menyusun lirik puisi dengan kepekaan rasa, jujur, apa adanya.
Memang untuk menjadi penulis puisi tidak harus menunggu usia emas alias “tua”. Sebab penyair dan pemuisi sudah diajarkan sejak kecil. Saat SD dan sekolah menengah sampai kuliah, sudah dikenalkan puisi, sebagai “deklamasi, sajak dan syair”. Jadi, para wartawan muda, bisa jadi “Jurnalis Plus”. Tidak perlu menunggu usia “emas” untuk mengekspresikan diri sebagai pujangga.
Begitu ya Cak Item?
Sebagai penyambut ada satu lagi. Ning Yesica Yuwono. Begitu antusias terhadap para seniman yang juga wartawan itu, sebagai manajer senior di “Fairway Nine Mall”, Yesica menyediakan tempat untuk peluncuran buku “Menulis dengan Nurani”.
Manajemen di mal yang dulu bernama “Lenmarc Mall” di Jalan Mayjen Jonosewojo ini, mengapresiasi luar biasa atas karya indah para wartawan senior itu.
Bahkan Yesica, berharap konsep ini menjadi edutainment para generasi muda, terutama para Gen-Z bisa memanfaatkan setiap momen yang ada di Fairway Nine Mall Surabaya ini.
Antologi Puisi
Nah, inilah mereka yang berantologi puisi dalam buku ini. Sesuai dengan antologi puisi “Menulis dengan Nurani” ini, kita lihat dan baca, apakah benar puisi dan syair ini memberi sinar pada hati kita.
Mereka adalah:
1. Achmad Pramudito.
Judul:
— Pesona di Ujung Senja
— Dicari: Sang Pengadil
— Marwah
— Negeri Fufufafa
— Bunga Sedap Malam
2. Amang Mawardi.
Judul:
— Monolog Satu
— Monolog Dua
— Monolog Tiga
— Monolog Empat
— Monolog Lima
3. Amin Aminoedhin.
Judul:
— Gemuruh Buruh
— Ngopi di Ngawi
— Derap Langkah
— Hanya Debu
— Bila
— Tapi
— Pongah
— Hitam Putih
— Penjual Es Teh
4. Arieyoko.
Judul:
— Nurani yang Kehujanan
— Pilkadut
— Sajak Fufu Fafa
— Ibuku Sungai
— Kepada Waktu
5. Ida Noershanty Nicholas.
Judul:
— Catleya Nila di Ujung Senja
— Malam Sunyi
— Senyum Pahit di Penghujung Desember
— Semilir Bayu di Tepian Candi
Sumberawan
— Kidung Ibu
6. Imung Mulyanto.
Judul:
— Bagimu Jahanam!
— Berjalan Tapi Mundur
— Banjir
— Para Babi
— Perahu Tua
— Sebegitu Dalamkah Aku Melukaimu?
— Mencari Cinta
7.Kris Maryono.
Judul:
— Jangan Takut Menulis
— Menulis Tanpa Rasa
— Cangkir Tanpa Isi
— Rendahnya Suaramu
— Media
— Bersyukur
— Malsasa
— Satu Berlian Berkilau Telah Hilang
— Kepada-Nya Bersandar
— Berbisik Rindu
— Berkarya
8. Mudjianto.
Judul:
— Surabaya Banjir
— Angin Lembut di Pantai Melasti
— Kabar Duka di Medsos
— Kabut di Kintamani
— Aku Tetap Semangat
9. Riamah M.Douliat.
Judul:
— Perempuan Biasa (1)
— Perempuan Biasa (2)
— Doa Kepada Sahabat
— Allah Maha Kuasa
— Kereta Senja
— Kaum Penjilat
— Keadilan Itu Mahal
10. Rokim Dakas.
Judul:
— Aku Malu
— Menebar Kebencian
— Wartawan Malaikat Atau Iblis
— Sajak Badhokan
11. Sasetya Wilutama.
Judul:
— Dua Sutomo
— Maaf, Maafkan Kami
— Salam Tabik
— Selamat Pagi Anak Muda
12. Toto Sonata.
Judul:
— Catatan Malam
— Abstraksi Sepi
— Untitled (19)
— Untitled (21)
— Panta Rhei
— Edelweiss
Penulis Tamu:
1. Eko Pamuji.
Judul:
— Cintaku Sampai Mati
— Berjuang Tak Pernah Usai
2. Hariono Santoso.
Judul:
— Kuasa Sang Angin
— Sunyi Itu Juga Berbunyi
— Politik dan Pernak Perniknya
3. Nunung Harso.
Judul:
— Estetik
— Lukisan
4. Suhartatik.
Judul:
— Menoreh Mata Hati
— Melukis Jiwa
Pemenang Lomba Menulis Puisi Siswa Sekolah Menengah:
1. Aliya Qurani Maridza Marchviani.
Judul:
— Jejak di Atas Kertas
2. Ardan Maulana Adinata.
Judul:
— Di Balik Layar Kelam
3 Fabian Bima Atta Reza.
Judul:
— Jejak Abadi Sang Nurani
4. Muhamad Arobi Maulana.
Judul:
— Jejak Pemuda di Tanah Merdeka
5. Salsabila Naqiyyah.
Judul:
— Ombak yang Merindu Dermaga.
*) Wartawan Senior.




