SURABAYA, beritalima.com|
Bermula dari pembicaraan di grup WhatsApp, sekelompok wartawan usia 50 tahun ke atas yang menamakan diri Warumas (Wartawan Usia Emas) berinisiatif menerbitkan buku Antologi Puisi bertajuk “Kucinta Negeri Kutulis Puisi”.
Launching Antologi Puisi tersebut dilaksanakan dalam 2 episode, yang pertama akan digelar pada hari Minggu, 11 September 2022 pukul 14.00 WIB di Surabaya Suite Hotel, Plaza Boulevard Jl. Pemuda No.33-37 Surabaya, sedangkan yang kedua akan dihelat pada hari Selasa, 20 September 2022 pukul 09.00 WIB bertempat di Gedung Perpustakaan Jawa Timur, Jl. Menur Pumpungan No.32 Surabaya. Acara launching akan diisi dengan gelar baca puisi karya para wartawan tersebut.
Menurut ketua kordinator Warumas, Kris Maryono, buku antologi puisi ini merupakan penerbitan kedua, setelah buku pertama bertajuk “Kutulis Puisi Ini” yang sukses di launching di Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya bulan Mei lalu. Sedangkan buku kedua ini bertema cinta tanah air untuk memperingati HUT RI ke 77.
“Insya Allah setelah buku kedua ini, kami akan menerbitkan kumpulan cerpen dan puisi karya anggota Warumas,” terang mantan wartawan RRI tersebut.
Dalam kata pengantarnya,Toto Sonata (70 tahun) menulis, pada hakekatnya seorang jurnalis atau wartawan tak mengenal kata pensiun. Sebab wartawan itu memiliki pribadi yang tak bisa diam. Bahkan, sepenuh daya kreativitasnya tetap untuk menulis. Dengan puisi mereka merefleksikan situasi yang terjadi, kata mantan Redaktur harian Suara Indonesia dan juga dikenal sebagai penyair ini.
Buku antologi puisi setebal 172 halaman ini ditulis oleh 12 orang wartawan. Berikut biodata singkat mereka :
Amang Mawardi : memulai karir sebagai koresponden Harian Pos Kota di Surabaya saat masih kuliah di Akademi Wartawan Surabaya (kini Stikosa AWS). Kemudian Redaktur Pelaksana Mingguan Surya, GM Tabloid Jawa Anyar, Wapemred Tabloid Darussalam dan terakhir sebagai Redpel Majalah in house Bank Jatim. Kini pria kelahiran Surabaya tahun 1953 itu aktif sebagai penulis buku, penyelenggara pameran lukisan dan Youtuber.
Aming Aminoedhin : Alumnus Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret ini dijuluki “Presiden Penyair Jawa Timur”. Penyair ini sangat konsisten dalam berkarya. Karya puisinya, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa (geguritan) tersebar di berbagai media. Pria kelahiran Ngawi tahun 1957 ini pensiunan pegawai Balai Bahasa Jawa Timur dan sempat menjadi staf humas Depdikbud Jatim.
Arieyoko : Eks Ketua PWI Karesidenan Bojonegoro, Tuban, Lamongan ini memulai karir jurnalistik di Harian Suara Merdeka Semarang, dan terakhir di Harian Republika Jakarta. Setelah pensiun kembali ke kota kelahirannya di Bojonegoro dan aktif menggerakkan kegiatan sastra budaya di Bojonegoro. Karya puisinya tersebar di berbagai media.
Achmad Pramudito : Akrab dipanggil Pram. Pria kelahiran Surabaya tahun 1963 ini mengawali karir di harian Memorandum dan terakhir di Harian Surya. Setelah pensiun, ia mengelola media online iniSurabaya.com. Ayah dua anak ini sedang bersiap untuk menerbitkan buku sendiri.
Nur Khasanah Yulistiani : Juga dikenal dengan nama Yulie Iksanti. Satu-satunya wanita dalam buku antologi ini. Wanita kelahiran 1964 itu kini masih aktif sebagai wartawati di salah satu media online di Surabaya.
Imung Mulyanto : Mantan Redaktur Seni Budaya Harian Surabaya Post dan Pimpinan Redaksi Arek TV Surabaya. Pria kelahiran Banjarnegara tahun 1958 ini punya segudang pengalaman bidang media. Pernah bekerja di Balai Produksi Media Televisi (BPM TV) Depdikbud, dan sempat menjadi Staf Khusus Diskominfo Jatim dan ikut merintis pembentukan Jatim Newsroom serta Newsroom BIP Jakarta.
H.Karyanto : Karir jurnalistiknya dimulai sebagai koresponden Harian Pos Kota di Surabaya saat masih kuliah di Akademi Wartawan Surabaya. Kemudian berlanjut ke Harian Surya, redaktur majalah in house Bank Jatim, majalah Warta BUMD Pemprov Jatim, dan kini mengelola media online arekmemo.com. Beberapa karya sastranya terbit di harian Surabaya Post dan Harian Terbit.
Kris Maryono : Pria kelahiran Malang tahun 1959 ini pensiunan Reporter RRI Surabaya, dan sangat aktif dalam kegiatan seni budaya. Pernah menjadi pengurus Dewan Kesenian Sidoarjo periode 2011-2016, pembina grup lawak Galajapo, pembina Komunitas Perupa Delta dan Komunitas Wanita Pelukis Sidoarjo. Kris adalah penggagas utama buku antologi puisi ini dan ketua kordinator Warumas.
Rokim Dakas : Rekam jejaknya di dunia jurnalistik tercatat pernah bekerja di berbagai media. Mulai dari harian Radar Kota, Surabaya Post, Majalah Liberty, tabloid Nyata, harian Bhirawa, tabloid Cempaka, majalah Kirana, dsb. Selain profesi jurnalis, pria kelahiran 1953 ini juga dikenal sebagai sutradara dan aktor teater Bengkel Muda Surabaya.
Sasetya Wilutama : Alumni Akademi Wartawan Surabaya (kini Stikosa AWS) ini memulai karir sebagai wartawan di majalah berbahasa jawa Penyebar Semangat di Surabaya selama 10 tahun. Kemudian bergabung di SCTV Jakarta selama 19 tahun, berlanjut ke beberapa TV lokal di Surabaya, Bojonegoro dan Jakarta. Karya cerpen dan skenario sinetronnya tersebar di berbagai media, antara lain : Kompas, Jawa Pos, Surabaya Post, Horison, Gadis, Kartini, SCTV, TVRI, Indosiar dsb. Kini pria kelahiran Surabaya tahun 1963 itu pulang kampung dan bekerja di almamaternya sebagai tim Humas sambil terus menekuni hobby lamanya : menulis, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa.
Toto Sonata : Anggota tertua kelompok Warumas ini juga dikenal sebagai penyair dan karya puisinya tersebar di berbagai media. Sempat menjadi Redpel Mingguan Mahasiswa (cikal bakal harian Memorandum), Redaktur Harian Suara Indonesia, Redaktur Tabloid Nyata, Pimred Majalah Kebudayaan Alur dan Penasehat Dewan Redaksi portal berita lensaindonesia.com
Widodo Basuki : Pria kelahiran Trenggalek tahun 1967 ini juga dikenal sebagai pelukis dan sering menggelar pameran tunggal. Alumni Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta jurusan seni rupa dan Universitas Adhibuana ini lebih dikenal sebagai pengarang sastra jawa. Buku karya pribadinya, terbanyak kumpulan geguritan, sudah lebih dari 15 judul. Keseharian Widodo Basuki adalah Pimpinan Redaksi majalah berbahasa jawa “Jaya Baya” (Yul)