BANYUWANGI,Beritalima.com – Di tengah maraknya pertumbuhan warung dan kafe modern dengan bangunan beton dan desain industrial, sebuah konsep berbeda justru hadir dari Dusun Purwosari, Desa Benculuk, Kecamatan Cluring. Warung Kampung Bethek Djawatan siap dibuka dengan mengusung konsep tradisional yang mengajak pengunjung “pulang” ke suasana Banyuwangi tempo dulu.
Warung ini berdiri tanpa dinding bata, tanpa cor semen, dan jauh dari kesan mewah. Seluruh bangunan dirancang menggunakan bambu atau bethek, istilah Jawa untuk anyaman bambu. Lantai dibiarkan berupa tanah liat, sementara meja, kursi, dan sekat ruangan juga dibuat dari bambu. Konsep ini menciptakan suasana sejuk, alami, dan sederhana, menyerupai kehidupan masyarakat Jawa pada masa lampau.
Pemilik warung, Burhanudin, sengaja merancang konsep tersebut sebagai bentuk kepedulian terhadap nilai sejarah dan budaya lokal. Pengelolaan warung ini nantinya akan dijalankan oleh putrinya, Putri, dengan dukungan penuh dari sang ibu, dr. Yunita. Kolaborasi keluarga ini tidak hanya menghadirkan usaha kuliner, tetapi juga ruang edukasi budaya bagi masyarakat.
Konsep Warung Kampung Bethek Djawatan terinspirasi dari Kawasan Hutan Djawatan Banyuwangi, sebuah hutan trembesi berusia ratusan tahun yang merupakan peninggalan era kolonial Belanda dan kini dikelola oleh anak Perhutani yakni Palawi.

Djawatan dikenal sebagai kawasan bersejarah yang dahulu menjadi bagian penting dalam pengelolaan kayu jati pada masa Hindia Belanda. Keberadaannya menjadi saksi perjalanan panjang sejarah Banyuwangi, mulai dari masa kerajaan, kolonialisme, hingga era modern.
“Djawatan itu bukan hanya tempat wisata, tetapi warisan sejarah. Maka konsep warung ini sengaja dikembalikan ke suasana masa lalu agar masyarakat tidak lupa akar budayanya,” ujar Burhanudin.
Selain menghadirkan suasana tradisional, warung ini juga mengusung konsep kuliner Nusantara dan Jawa tempo dulu. Menu yang disajikan meliputi aneka masakan rumahan khas Jawa, jajanan tradisional seperti cenil, serabi, dan makanan rakyat yang kini mulai jarang ditemui. Tak ketinggalan, kuliner khas Suku Osing turut menjadi andalan, di antaranya ayam kesrut, ayam pedas khas Osing, serta ayam ungkep dengan bumbu Jawa.
Untuk minuman, Warung Kampung Bethek Djawatan mengandalkan Kopi Bencul, kopi lokal yang menjadi ciri khas warung ini. Kopi tersebut diolah secara tradisional, menghadirkan cita rasa autentik yang menyatu dengan suasana pedesaan dan nuansa sejarah yang diusung.
Lebih dari sekadar tempat makan, Warung Kampung Bethek Djawatan diharapkan menjadi ruang temu budaya, tempat belajar sejarah lokal, serta simbol perlawanan halus terhadap arus modernisasi yang kerap menggerus identitas tradisional. Melalui bambu, tanah, dan rasa masakan tempo dulu, warung ini mengajak masyarakat untuk kembali mengenal, menghargai, dan merawat warisan leluhur Banyuwangi.(Red//B5)






