Wasekjen DPN PERADI : UU AP Diharapkan Akan Semakin Baik Untuk Pelayanan Publik

  • Whatsapp

JAKARTA, beritalima.com | Problematika Peradilan Tata Usaha Negara Pasca Undang-Undang Administrasi Pemerintahan sebagai terobosan law enforcement di Indonesia. Wakil Sekjen DPN PERADI, Rivai Kusumanegara, SH menjelaskan banding administratif merupakan mekanisme terbaik sebelum masuk ke ranah hukum Peradilan Tata Usaha Negara, karena sesuai dengan azas musyawarah dalam Pancasila yang mengedepankan penyelesaian secara internal.

“Dengan UU Administrasi Pemerintah diharapkan pelayanan publik akan semakin baik, hanya saja undang-undang ini perlu lebih disosialisasikan ke masyarakat. Sekarang ada ruang pengujian KTUN Umum maupun Peraturan Kebijakan, juga terdapat beberapa perubahan menuju arah yang lebih baik. Dulu keputusan dianggap ditolak setelah waktu 4 bulan, saat ini cukup 10 hari kerja, proses pemeriksaan KTUN Fiktif Positif juga hanya 21 hari kerja, sehingga ada kepastian hukum ditengah masyarakat,” ujar Rivai, alumni Fakultas Hukum Universitas Trisakti, saat Seminar Nasional Peratun Pasca UU AP, Rabu (31/7/2019) di Auditorium Prof. E. Suherman, Gedung H, Kampus Trisakti, Jakarta Barat.

Sebelumnya Dekan Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Dr I Komang Sukaarsana, SH., MH, menyampaikan bahwa seminar ini merupakan kontribusi dalam kajian akademik pasca disahkannya UU Administrasi Pemerintah, serta mensosialisasikannya pada akademisi, praktisi maupun masyarakat luas, karena sengketa administrasi pemerintahan belum banyak dilakukan masyarakat.

Lanjutnya, dikatakan Hakim Agung, Dr. H. Yodi Martono Wahyunadi, SH., MH, yang juga alumni PPRA Lemhannas RI Angkatan LII terhadap problematika Hukum Acara Tata Usaha Negara pasca Undang-Undang Administrasi Pemerintah, ada tiga hal yang perlu dijelaskan, yaitu perluasan kompetensi PTUN, kewajiban upaya administrasi dan pengaturan teknis PTUN diluar undang-undang.

Namun paparan yang disampaikan Rivai Kusumanegara, SH yang juga sebagai alumni PPRA Lemhannas RI angkatan LVIII, menegaskan upaya banding administraf perlu ditempuh dulu, hal mana selaras dengan Pasal 129 UU No.5/2014 Tentang ASN, yang mewajibkan ditempuh dahulu upaya administratifnya. Menurutnya, lebih baik persoalan diselesaikan secara internal lebih dulu karena dianggapnya lebih menahami suasana kebatinan persengketaan. Karena pada prinsipnya Pancasila menganut asas musyawarah yang mengedapankan penyelesaian
internal sebelum diselesaikan lembaga peradilan.

Lebih jauh ditegaskan Rivai menurut UU AP pengujian terjadi tidaknya penyalahgunaan kewenangan
diselesaikan dalam 21 hari kerja
dan sebelum ada proses pidana. Penyalahgunaan wewenang sendiri diartikan sebagai larangan melampaui kewenangan, dilarang mencampudukan wewenang dan larangan bertindak sewenang-wenang. Perma 4/2015 juga hanya mengenal upaya hukum banding, dibanding UU PTUN yang membuka pemeriksaan hingga Kasasi dan PK.

“UU AP telah memperluas kewenangan PTUN sesuai kebutuhan masyarakat pencari keadilan, sekalipun belum linear dengan kesiapan peradilan TUN dan kaidah keilmuan yang ada. Dalam mengisi kekosongan hukum dan memperjelas ketentuan yang saling bertentangan diperlukan Perma, Sema dan Yurisprudensi agar tercipta kepastian hukum, yang diharapkannya akan meningkatkan jumlah perkara berdasarkan UU AP yang saat ini masih minim,” tandasnya. ddm

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *