Waspadai Era “New Normal” Covid-19 Adalah Pola Hidup yang Tidak Normal

  • Whatsapp

Catatan: Yousri Nur Raja Agam MH

PENYEBARAN virus corona 2019 yang juga disebut Covid-19, sudah mengubah pola hidup kita. Apa yang disebut “pandemi” alias wabah yang tidak lagi bersifat lokal, tetapi sudah global. Tersebar ke seluruh penjuru dunia. Sejak akhir tahun 2019, virus yang awalnya tersebar di Wuhan, China itu, dengan cepat memular ke 209 negara. Termasuk Negara kita Indonesia.

Sekarang, memasuki pertengahan tahun 2020, Covid-19 itu masih belum menentu. Berbagai aturan sudah dibuat. Pemerintah,mengeluarkan aturan yang didasarkan kepada Undang-undang (UU) Bencana dan UU Kesehatan.

Pengembangan aturan itu, dari Kementerian Kesehatan dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Kemenkes dan BNPB) turun ke seluruh daerah di tanah air. Untuk menindaklanjuti aturan di Pemerintah Pusat, di tiap provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia, para kepala daerah mengeluarkan lagi aturan pelaksanaan berupa Pergub (Peraturan Gubernur), Perwali (Peraturan Walikota) dan Perbup (Peraturan Bupati).

Salah satu yang dituntun oleh aturan-aturan itu adalah pola penanganan Covid-19, menyangkut kesehatan dan kebencanaan atau tepatnya “Bencana Kesehatan Nasional” akibat Virus Corona. Sehingga untuk menghadapi penularan dan penyebaran virus corona itu, sudah macam-macam yang dilakukan.

Yang sangat jelas, adalah “pola hidup” keseharian yang menjadi tidak menentu. Wilayah tanah air kita Indonesia ini, bagaikan diacak-acak oleh kondisi yang mencekam. Untuk mengendalikan penyebaran virus corona itu, kita harus memasuki moda pergaulan baru. Menjaga jarak antar sesama manusia. Sesama kita bersaudara. Bahkan satu keluarga. Semua harus membatasi kebiasaan bersilaturahim, bersalaman dengan berjabat tangan, cium pipi kanan dan cium pipi kiri (cipika-cipiki) sembari berangkulan.

Tidak hanya itu, pola keseharian kita dalam pekerjaan, pergaulan pertemanan, berkeluarga dan segala bentuk hubungan juga berubah. Dunia pendidikan, sekolah dan peribadatan, juga manjadi porak-poranda dengan aturan baru yang sangat mendadak. Aturan peribadatan agama, seperti shalat berjamaah bagi umat Islam, kebaktian di gereja-gereja, peribadatan di pura dan vihara, serta klenteng, tidak dilakukan sebagaimana layaknya. Semua dianjurkan untuk di rumah dan “#dirumahaja”. Dilarang berkerumun. Akibatnya, juga tidak ada rapat , pertemuan, seminar, kuliah, sekolah, pengajian yang sifatnya berkumpul. Termasuk ke kantor, pabrik, pasar, ke mal, tempat rekreasi dan wisata, serta lainnya.

Dengan adanya,larangan ini dan larangan itu, maka yang diberlakukan adalah komunikasi jarak jauh menggunakan system online. Maka diwujudkanlah pertemuan dengan fitur voice call, video call, video conference dan berbagai pola komunikasi jarak jauh dengan saling bicara dan lihat gambar. Termasuk, saat berlebaran Idulfitri umat Islam, akhir Maret 2020 lalu. Acara mudik dan pulang kampung diaganti dengan zoom dan video call.

Untungnya, zaman ini sudah era IT (Informasi dan Teknologi) yang canggih. Masyarakat kita, sudah tidak asing lagi dengan HP (handphone) dan digital melalui dunia maya dan internet.

Sejak merebaknya Covid-19 ini, hal-hal yang sangat menonjol dari keseharian kita adalah menjaga jarak yang disebut social distancing dan physical distancing (pembatasan jarak sosial dan pembatasan jarak fisik badan). Kemudian kewajiban menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) berupa pemakaian masker untuk penutup mulut dan hidung, serta bersarung tangan. Sering-sering mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir. Kemudian, disemprot atau menyemprot lingkungan tempat kita berada dengan disinfektan, yaitu bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau membasmi kuman.

Masih ada lagi, yaitu pembatasan masuk dan keluar dari satu wilayah ke wilayah lain. Sebutan ini popularnya lockdown. Namun, kalau istilah ini yang dilaksanakan, maka ada tanggungjawab pemerintah yang harus diberikan secara penuh kepada warganya. Nah, untuk menghindari itu, maka istilahnya dibahasaindonesiakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Ketentuannya dengan menetapkan waktu selama 12 hari. Apabila belum memungkinkan bisa ditambah 12 hari lagi, kemudian berlanjut 12 hari lagi. Para pendatang dari daerah yang disebut zona merah atau ada warganya yang positif terpapar virus corona, diminta untuk menjalani isolasi atau karantina lebih dahulu. Diasingkan di tempat yang disediakan khusus. Juga ada yang ditempatkan di hotel, atau karantina mandiri.

Berbagai daerah di Indonesia memberlakukan PSBB, seperti DKI Jakarta Raya, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan beberapa wilayah diluar Jawa. Namun, sekarang, mulai pertengah Juni 2020 ini kita sudah memasuki masa transisi. Artinya,akan melepaskan diri dari cengkeraman aturan yang tidak biasa itu. Namanya dipopularkan menjadi “menuju tatanan kehidupan baru” (new normal).

Kita belum lepas dari cengkeraman pandemi virus corona atau Covid-19 itu. Jadi,masih menuju dan berharap sang wabah corona itu segera minggat. Agar corona segera nyah dari sekitar kita, maka perilaku pergaulan kita menyesuaikan dengan new normal itu.

Jaga jarak secara konsisten dilaksanakan.Kalau sebelumnya, Shalat Jumat dan berjamaah dilarang, karena sifatnya berhimpun atau berkerumun, maka dilaksanakan secara terbatas. Biasanya aturan untuk kesempurnaan shalat, saat akan mulai shalat sang imam menyerukan Shauf shufu fakum, artinya rapat dan luruskan shaf. Sekarang menjadi, jaga jarak antar jamaah,dengan tetap shaf yang lurus.
Terlepas dari masa peralihan yang diharapkan menuju masa normal atau zaman yang bukan abnormal itu, kita dianjutrkan benar-benar disiplin. Kecuali jaga jarak, pakai masker, selalu cuci tangan dan badan, juga dianjurkan untuk memperkuat ketahanan tubuh atau imun sistem.

Walaupun kita sekarang diarahkan untuk bersiap menuju zaman baru atau normal baru, kita tidak boleh lengah. Bahaya virus corona masih tetap mengancam. Situasi masih tidak jelas. Korban yang dianggap terpapar virus corona masih terus ada. Mereka yang dikarantina dan isolasi masih terus bertambah.

Dengan adanya pemeriksaan dengan tes cepat dan tes swab, serta berbagai kelanjutan yang membuat suasana di rumah sakit masih tetap penuh. Ini,menandakan sang wabah virus corona belum pergi. Masih ada di sekitar kita. Inilah,pola kehidupan yang kita masuki dengan sebutan normal baru atau new normal itu. Waspada dan tetap waspada. (**)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait