SURABAYA – beritalima.com, Sidang rebutan tanah seluas 6.850 meterpersegi di Jalan Puncak Permai Utara antara Mulyo Hadi melawan Widowati Hartono, istri Bos Djarum memasuki agenda penyerahan bukti surat dari pihak Widowati Hartono.
Widowati Hartono, melalui kuasa hukumnya Sandy Kurniawan mengklaim menyerahkan sebanyak 108 bukti sebagai pemilik dan pemegang hak atas tanah yang berlokasi Puncak Permai Utara.
“Hari ini kita menyerahkan seluruh bukti yang intinya bahwa Bu Widowati sebagai pemegang hak atas tanah di Puncak Permai Utara,” kata kuasa hukum Widowati Hartono, Sandy Kurniawan, mewakili Adi Dharma Wicaksono di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Selasa (02/11/2021).
Sandy masih yakin bahwa bukti-bukti yang diserahkan tadi sudah layak menjadikan Widowati Hartono sebagai pemilik sebenarnya tanah diPuncak Permai Utara.
“Kalau ada pihak-pihak yang menyebut bahwa kami memiliki hak itu dengan cara yang tidak benar. Ya itu tadi sudah kita buktikan. Sekarang tinggal pihak Pengadilan dalam hal ini majelis hakim yang akan menilainya.
Menurut Sandy, bukti Sertifikat Hak Guna Bangunan asli, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah terbayar sejak tahun 1996 dan Fax percakapan dengan PT Darmo yang diserahkan tadi menunjukkan bahwa jual beli tanah du Puncak Permai Utara antara Widowati Hartono dengan PT Darmo sudah selesai.
Kepada awak media, Sandy Kurniawan sebagai pengacara Widowati Hartono dengan tegas menyatakan bahwa pihanya sama sekali tidak pernah melakukan pengukuran ulang di obyek sengketa seperti yang diklaim oleh pihak Mulyo Hadi.
“Kami tidak pernah melakukan hal itu. Klien kita ibu Widowati tidak pernah mengajukan permohonan pengukuran, sebab sertifikat kita masih hidup sampai tahun 2022. Lebih baik kalian tanya hal itu sama BPN,” pungkasnya.
Sebelumnya, Mulya Hadi melalui kuasa hukumnya, Yohanes Dipa Wijaya menyatakan ada 66 bukti surat yang diajukan pihaknya dalam persidangan ini.
Bukti itu antara lain, Bukti Kepemilikan Atas Tanah, SPPT Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), bukti-bukti adanya dugaan penyerangan dan pengerusakan resplang yang dipasang di obyek tanah yang menjadi sengketa, serta bukti pendukung lain atas peristiwa yang terjadi tanggal 9 Juli 2021.
“Kita juga menyertakan surat jawaban dari Kementerian Sekretaris Negara (Setneg) atas surat laporan ke Presiden Joko Widodo, yang dibuat Mulya Hadi,” katanya di PN Surabaya.
Namun advokat Yohanes Dipa melihat di sisi lain hingga saat ini Unit Harda Satreskrim Polrestabes Surabaya, tidak serius menangani adanya dugaan pengerusakan serta dugaan penganiayaan yang sudah dilaporkan Mulya Hadi sebelumnya. Bahkan, Yohanes Dipa menilai ada abuse of power berlebihan yang ditunjukkan aparat kepolisian yang menangani perkara penganiayaan tersebut.
“Ada adalah larangan bagi Mulya Hadi dan keluarganya untuk tidak tinggal dilokasi tanah yang statusnya masih sengketa, namun Widowati Hartono tanpa beban memerintahkan beberapa orang suruhannya untuk menguasai tanah yang masih status quo ini,” duga Yohanes Dipa.
Yohanes Dipa juga mengeluhkan masih mandegnya laporan polisi yang dibuat Mulya Hadi di Polrestabes Surabaya terkait dugaan pengerusakan resplang, pemukulan anak dibawah umur yang masih keluarga Mulya Hadi, hingga berkumpulnya 200 orang dimasa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, dengan cara mendatangi lokasi kemudian aktivitas memasukkan container,
“Seharusnya, polisi sebagai aparat penegak hukum harus konsekuen dan dapat bertindak adil, bukan membela pihak lain yang telah jelas-jelas melakukan pelanggaran hukum,” keluh Kurator yang berhasil menghindarkan Pasar Turi dari Kepailitan tersebut.
Dugaan masih adanya mafia tanah di Surabaya dan dialami Mulya Hadi membuat Yohanes Dipa pun berseru agar pemerintah pusat dan kepala negara ikut mengawasi dan membantu menyelesaikan masalah ini. Pasalnya dalam perkara ini, Yohanes Dipa meyakini ada permainan mafia tanah.
“Inilah saat yang tepat bagi Presiden Joko Widodo untuk melakukan pemberantasan mafia tanah,” tuturnya.
Adanya respon dari presiden melalui surat balasan Kementerian Sekretaris Negara, tandas Yohanes Dipa sedikit melegakan kliennya, Mulya Hadi. Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Sekretaris Negara meminta kepada Polda Jatim untuk melaporkan perkembangan perkara ini untuk dilaporkan kembali ke presiden.
“Bagaimana mungkin, suratnya tertera Prada Kali Kendal namun lokasi tanahnya ditunjuk Lontar. Ibaratnya, punya BPKB BMW tapi nunjuknya Mercedes,” tandasnya.
Dari bukti surat yang diajukan Widowati Hartono, sambung Yohanes Dipa, akan kelihatan bukti haknya Widowati Hartono itu tertulis kelurahan mana..Yohanes Dipa juga menerangkan adanya bukti surat dari penggugat yang diragukan hakim Sutarno, salah satu hakim anggota.
Bukti surat yang sempat diragukan itu adalah Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang tidak ada tanda tangan basahnya.
Menurut Yohanes Dipa, dijaman sekarang SPPT PBB itu ada barcodenya. Di SPPT PBB ini, tidak ada tanda tangan basah. Karena menggunakan barcode, maka orang yang mengajukan SPPT PBB itu akan memperoleh lembaran SPPT PBB dari petugas instansi terkait.
Yohanes Dipa kemudian mencontohkan dokumen yang sudah bisa dicetak sendiri pihak pemohon dengan cara print. Dokumen itu adalah surat cerai.
“Surat cerai sekarang, kita tidak mendapatkannya atau kita ambil dari catatan sipil. Kita bisa dapat e-pappernya dan tinggal kita cetak sendiri. Walaupun begitu, dokumen itu tetap dilegalisir ke pihak terkait,” kata Yohanes Dipa yang sekarang sedang menangani perkara pemalsuan Surat Nikah dengan terdakwa Linda Leo Darmosuwito, mantan istri Bos Minyak Kayu Putih tersebut.
Diakhir pembicaraannya, yang bisa Yohanes Dipa lakukan saat ini hanya bisa bersabar dan butuh keberanian, mengingat lawan yang dihadapi Mulya Hadi saat ini bukan sembarangan, salah satu orang terkaya di Indonesia. (Han)