KUPANG, NTT (beritalima.com) – Para wartawan dari berbagai media cetak, elektronik dan Online di Kupang, Nusa Tenggara Timur mengikuti Worskhop. Tujuan kegiatan ini adalah pertama, meningkatkan kapasitas media dan jurnalis dalam meliput perubahan iklim serta dampaknya bagi masyarakat pedesaan yang rentan, dalam sector pertanian/ketahanan pangan, air dan mata pencaharian; kedua, mbangun strategi bersama dalam menyebarluaskan informasi perubahan iklim, dampaknya upaya adaptasi dan mitigasi yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah .
Kegiatan ini dilaksanakan selama dua hari, yakni 14 – 15 September 2016 di Hotel On The Rock Kupang.
Workshop ini merupakan kerjasama United Nations Development Programme (UNDP) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Bappeda NTT di bawah Strategic Planning and Acton to strengthen climate of Rural Communites (SPARC).
Natinonal Project Director (NPD) SPARC/Direktur Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sri Tantri Arundhati ketika membuka kegiatan tersebut mengatakan pada Desember 2015 telah diadopsi Kesepakatan Paris atau Paris Agreement yang mengikat 195 negara di dunia untuk bersama – sama melakukan aksi nyata maju maupun negara berkembang memperkuat komitmen pengurangan emisi GKR (Gas Rumah Kaca) sesuai dengan kemampuan masing – masing negara untuk menyelamatkan kehidupan di bumi ini.
Indonesia yang menjadi bagian dari 195 negara tersebut telah menandatangani Paris Agreement pada bulan April 2016, dan telah meningkatkan komitmen kontribusi nasional untukmengurangi emisi GKR sebesar 29 persen pada tahun 2030 dibandingkan dengan proyeksi emisi pada tingkat bussiness as usual (BAU), melalui berbagai upaya mitigasi pada sektor lain, energi dan limbah yang akan dilaksanakan sejalan dengan upaya adaptasi untuk meningkatkan ketahanan nasional dalam menghadapi dampak perubahan iklim sebagaimana tertuang dalam dokumen INCD yang disampaikan kepada UNFCCC pada bulan September 2015.
Dikatakannya, penguatan sinergi dan koordinasi program adaptasi perubahan iklim terus dibangun baik secara vertikal antar pemerintah pusat dan daerah, maupun secara horozontal dengan melibatkan sektor/pihak terkait di wilayah setempat sehingga dapat terwujud efisiensi dalam penggunaan sumberdaya termasuk anggaran upaya pengurangan risiko dampak perubahan iklim merupakan tugas bersama, yang memerlikan dukungan dan partisipasi aktifseluruh pihak termasuk pemerintah, para ilmuan, akademisi, organisasi non-pemerintah, dunia usaha dan masyarakat umum.
Langkah – langkah antisipatif untuk meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim perlu dikedepankan, sehingga pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan dapat terjamin keberlanjutan.
Penguatan kelompok masyarakat dalam menginsiasi dan melakukan pengendalian perubahan iklim secara sukarela serta merevitalisasi aksi – aksi yang bersifat kearifan lokal yang dapat menurunkan kerentanan masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim dan pengurangan emisi GRK (Gas Rumah Kaca) tingkat tapak merupakan salah satu aspek penting yang perlu terus dilaksanakan.
Untuk itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sedang dalam proses melakukan transformasi Program Kampung Iklim (ProKlim) yang didorong menjadi Gerakan Nasional Pengendalian Perubahan Iklim berbasis komunitas.
Menurut Tantri, Program SPARC yang dilaksanakan atas kerjasama KLHK, Bappeda NTT dan GEF/UNDP sejak tahun 2013 merupakan salah satu bentuk kemitraan mulitbpihak untuk memperkuat kapasitas adaptasi masyarakat yang rentan terhadap perubahan iklim.
Sebagai dasar pengembangan dan pelasanaan program, pada tahun 2014 telah dilaksanakan kajian ilmiah dan konsultasi dengan berbagai pihak yang bertujuan adalah untuk yaitu, memberikan gambaran secara umum tentang keragaman dan perubahan iklim serta kondisi tingkat kerentanan desa dan tingkat risiko iklim di NTT.
Sebagai tindak lanjut kajian, SPARC memfasilitasi pembentukan Kelompok Masyarakat (Kemas) ProKlim dan kegiatan percontohan adaptasi perubahan iklim pada 21 desa di toga kabupaten yang terbagi dalam dua tahap, yaitu tahap I di Kabupaten Manggarai (Desa Gapong, Iteng, Compang Ndehes), Kabupaten Sumba Timur (Desa Palanggai, Rakawatu, Napu) dan Kabupaten Sabu Raijua (Desa Tada, Eimau, Ledekepaka).
Kemudian tahap II juga di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Manggarai (Desa Liang Bua, Wae Mantang, Bea Rahong dan Papang), Kabupaten Sumba Timur (Desa Praimadita, Katiku Wai, Tamma dan Tarimbang), Sabu Raijua (Desa Gurimonearu, Lobohede, Molie dan Eiada).
Pelaksanaan kegiatan percontohan di tingkat masyarakat didampingi oleh tiga LSM lokal, yaitu CIS Timor (Kabupaten Sabu Raijua), Yayasan Tunas Jaya (Kabupaten Manggarai), Koppesda (Kabupaten Sumba Timur).
Dia menjelaskan, surat rekomendasi dari Pemprov NTT, kegiatan implementasi dan percontohan program SPARC sedang dalam proses untuk diperluas ke Kabupaten Manggarai Timur dengan mereplikasi pedekatan kegiatan yang telah berjalan di tiga kabupaten percontohan sebelumnya. Selain itu direncanakan juga untuk dilakukan penambahan jumlah desa percontohan di tiga kabupaten yang sudah menjadi wilayah kerja SPARC.
Dikatakannya pelatihan jurnalis yang dilaksanakan selama dua hari ini bekerjasama dengan DPRD NTT merupakan perwujudan kemitraan dengan lembaga legislatif dan media massa sebagai salah satu upaya membangun diaolog multi pihak dalam mengarusutamakan perubahan iklim dalam setiap lini pembangunan daerah.
Dalam kegiatan ini, hari pertama menghadirkan narasumber, yakni Wakil Ketua DPRD NTT, Alexander Take Ofong, membawakan materi tentang Komitmen dan Strategi Legislatif Dalam Mendorong Integrase Adaptasi Perubahan Iklim Dlam Rencana Pembangunan Daerah. Kemudian pamateri lainnya yakni, Michael Riwu Kaho (Dosen Universitas Nusa Cendana Kupang), membawakan materi “Perubahan Iklim serta dampaknya terhadap kelompok masyarakat rentan di pedesaan di NTT”. Sementara itu, Arif Wibowo (Kasubdit Indentifikasi Analisis Kerentanan Direktorat Adaptasi Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) membawakan materi “ Kebijakan Nasional Dampak Perubahan Iklim Serta Program Mitigasi dan Adaptasi Dalam Mengurangi Dampak yang Terjadi. Selanjutnya materi “ Bagaimana Membuat Isu Adaptasi Perubahan Iklum yang manarik minat/perhatian pembaca dibawakan, Harry Surjadi (Jurnalis Lingkungan Hidup). (Ang)