Jakarta, beritalima.com| – Yayasan Jesuit Refugee Services (JRS) Indonesia turut kirim relawan dan distribusi bantuan untuk masyarakat terdampak bencana Sumatera, baik di Aceh, Sumut dan Sumbar. Banyaknya masyarakat yang mengungsi, menjadi titik perhatian bagi organisasi yang berdiri sejak 1980, seperti ditulis dalam websitenya idn.jrs.net.
Ketika berdiri pada 1980, lembaga yang didirikan oleh Pastor Pedro Arrupe SJ, membantu pengungsi warga Vietnam (akibat Perang) yang berada di Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau.
Dalam penanganan pengungsi di Sumatera, mayoritas bantuan yang diberikan JRS disesuaikan dengan penjajakan kebutuhan dan permintaan dari warga yaitu bahan makanan dan air mineral.
“Di sisi lain, di awal respons, JRS turut serta mendistribusikan pakaian layak pakai dan pembalut perempuan. Di luar bantuan materiil, JRS juga memastikan kehadiran dan penemanan melalui aktivitas Dukungan Psikologis Awal (Psychological First Aid),” kata Romo Martinus Dam Febrianto, SJ, Direktur Nasional JRS Indonesia dalam keterangan tertulisnya kepda beritalima (20/12)
Untuk kehadiran JRS di Aceh, ternyata sudah terlibat membantu masyarakat disana yang mengungsi saat konflik bersenjata di Aceh berkepanjangan pada 2000-an. Sehingga, saat bencana tsunami terjadi pada 26 Desember 2004, JRS banyak melakukan bantuan (pendidikan, kesehatan, psikososial dan kebutuhan dasar untuk penduduk) dan pendampingan bagi masyarakat Aceh yang mengungsi.
“Saat tsunami, JRS melakukan respons tanggap darurat berupa distribusi makanan, air, tenda, dan obat-obatan. JRS turut serta memberikan layanan medis harian di kamp pengungsian (mis. di Lamrabu untuk ratusan orang), menyediakan dukungan psikososial dan konseling moral bagi penyintas traumatis, dan terlibat dalam rekonstruksi rumah dan pemulihan mata pencaharian (pelatihan beternak, menyediakan peralatan nelayan),” jelas Martinus.
Setelah masa tsunami, JRS juga beberapa kali hadir di Aceh untuk merespons para pengungsi dari luar negeri, utamanya kelompok Rohingya yang kerap berada dalam kondisi kedaruratan. Kapal-kapal pengungsi Rohingya seringkali terdampar di sekitar lautan Aceh.
Menurut Martinus, “dengan misi menemani, melayani, dan membela, JRS di Indonesia memiliki fokus untuk mereka yang terpaksa berpindah. Baik di dalam negeri atau luar negeri, baik karena bencana alam, konflik sosial, atau alasan lainnya.”
Berikut adalah ragam peran JRS Indonesia. Pertama, membantu pengungsi dan pencari suaka internasional, seperti dari luar negeri (Afghanistan, Rohingya, Sudan, Myanmar, Somalia, dan lain-lain) di Bogor, Jakarta, dan Aceh. Sebelumnya, JRS juga sempat hadir di beberapa rumah detensi imigrasi di Medan, Surabaya, dan Manado. JRS Indonesia utamanya melakukan dukungan bantuan dasar, kesehatan, psikososial, pendidikan, pelatihan, serta advokasi untuk hak-hak mereka.
Kedua, bagi pengungsi internal. Pendampingan warga yang terpaksa berpindah karena konflik atau bencana alam (tsunami Aceh, gempa, erupsi gunung, serta banjir dan tanah longsor) sejak era 2000-an. JRS Indonesia utamanya melakukan dukungan pada pendidikan anak, pelayanan psikososial, serta program pemulihan komunitas/rekonsiliasi.
Dalam merespons kebutuhan warga yang terdampak, JRS selalu mendasarkan pada semangat berkolaborasi dan berkoordinasi dengan berbagai organisasi lainnya dan berjalan bersama dengan warga yang terdampak. JRS menyadari tidak bisa merespons semua kebutuhan sendirian, terlebih dengan keterbatasan sumberdaya.
Memasuki era perubahan iklim, JRS berkolaborasi dengan lembaga lokal dan institusi pendidikan untuk melakukan upaya-upaya mencegah terjadinya krisis iklim dan degradasi lingkungan. JRS bersama warga yang terkena fenomena rob (banjir dari air laut) berupaya menanam mangrove untuk mencegah dampak negatif yang lebih buruk dan melakukan penyadaran publik.
Ketiga, dengan perlindungan dan advokasi, dimana JRS turut serta menyuarakan isu hak-hak pengungsi di tingkat nasional; bekerja sama dengan berbagai organisasi pemerintah dan kemanusiaan. Kantor Nasional Yayasan Jesuit Refugee Service Indonesia berada di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jurnalis: abri/rendy








