SURABAYA – beritalima.com, Tiga orang saksi yang berkompeten dibidangnya dihadirkan Yusril Ihza Mahendra pada sidang kasus Pasar Turi di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (6/6/2018). Atas keterangan tiga saksi tersebut, Yusril menyebut tidak ada unsur penipuan dan penggelapan dalam kasus Henry J Gunawan ini.
Tiga orang saksi tersebut diantaranya, dua saksi berprofesi sebagai notaris yaitu Wachid Hasyim dan Yuli Ekawati. Sedangkan satu saksi lagi merupakan Choirul Huda, ahli pidana dari Universitas Muhamamadiyah Jakarta.
Dalam keterangannya, Wachid Hasyim mengaku dirinya merupakan penyusun draft perjanjian kerjasama PT Gala Bumi Perkasa (GBP) dengan pedagang. “Saat itu saya diminta menyusun draft perjanjian kerjasama oleh para legal PT GBP,” ujarnya.
Sebagai penyusun draft perjanjian, Wachid kemudian diminta untuk membacakan pasal 9 ayat 20 huruf A. Menurutnya, sesuai pasal tersebut sebenarnya stan Pasar Turi harus berstatus strata title. “Pasal ini harus dipahami secara keseluruhan. Dimana dalam pasal 3 disebutkan bentuk kerjasama adalah bangun guna serah. Dari pemahaman ini dan ketentuan pasal yang lain, juga sesuai perundang-undangan dan hukum agraria, maka tidak dikenal dengan istilah hak pakai stan,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa sesuai perjanjian seharusnya, Pemkot Surabaya memberikan izin kepada PT GBP. Kemudian oleh PT GBP dialihkan ke para pedagang dalam bentuk strata title.
Selain Wachid, Yuli juga mengaku bahwa proses penjelasan dan penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dilakukan secara perorangan oleh masing-masing pedagang. “Saya menjelaskan satu persatu ke para pedagang. Para pedagang juga sudah mengetahui isi (PPJB),” tandasnya.
Ia menambahkan bahwa biaya yang tercantum dalam PPJB merupakan biaya pencadangan. “Sudah dijelaskan bahwa biaya yang dikeluarkan adalah biaya pencadangan,” tegas Yuli.
Salah satu anggota majelis hakim yaitu Maxi Sigarlaki sempat bertanya apakah bisa BPHTB dan PPN dipungut dalam PPJB. Atas pertanyaan tersebut, Yuli tak membantahnya. “Bisa, asal sudah terjadi peralihan hak,” terangnya.
Sedangkan ahli pidana Choirul Huda menilai, jeratan pidana penggelapan dan penipuan dalam kasus ini tidak terbukti. Sebab PT GBP sudah memenuhi hak dan kewajibannya sebagai developer, dengan membangun Pasar Turi lantas hak membangun tersebut sudah diserahkan kepada para pedagang. “Kalau sudah jatuh tempo ya nanti dikembalikan uangnya kan tidak masalah. Karena sampai sekarang persyaratan itu belum diserahkan kepada pengembang,” katanya.
Di sisi lain, Choirul juga menerangkan bahwa dalam kasus ini tidak ada upaya tipu muslihat dan rangkaian kebohongan yang dilakukan Henry. Pasalnya hak strata title stan Pasar Turi bisa saja terwujud. “Di Jakarta sudah banyak gedung-gedung yang berstatus strata title. Setelah habis masa pemakaiannya, tanah itu kembali lagi menjadi milik negara,” jelasnya.
Usai sidang, Yusril menjelaskan, yang menjadi masalah dalam kasus Pasar Turi ini adalah peralihan hak yang lama sekali. “Dari hak pakai menjadi hak pengelolaan. Karena tanah tak kunjung berubah jadi hak pengelolaan, maka tidak bisa diterbitkan sertifikat HGB,” terangnya.
Karena hal itulah maka dana pencadangan BPHTB para pedagang akhirnya tertahan di PT GBP. “Lha ini salah tidak dari segi hukum? Terjadi penggelapan tidak? Kan tidak ada penggelapan. Meski peralihan hak belum terjadi, maka dana pencadangan tetap tersimpan,” tandasnya.
Justru menurut Yusril, biaya BPHTB bisa jadi terus meningkat dan akan menjadi keuntungan para pembeli stan (pedagang) Pasar Turi. “Jadi dari sini dimana unsur penggelapannya? Menurut saya sih penggelapannya dimana, penipuannya dimana?” kata Yusril sembari tertawa.
Saat ditaya perihal draft perjanjian, Yusril menilai hal tersebut tidak ada yang salah. “Tidak ada yang salah sih, perjanjian ini didraft oleh saksi dan telah disepakati oleh para pihak. Jadi ini kan perjanjian secara perdata dan tidak pernah dipermasalahkan. Namun tiba-tiba dilarikan ke pidana menjadi penipuan dan penggelapan. Terus dimana penipuan dan penggelapannya” pungkas Yusril. (Han)