BANGKALAN, Beritalima.com– Status tanah warga Dusun Sambas, Desa Kelbung, Kecamatan Sepuluh Bangkalan tak ada kejelasan. Padahal, warga pengungsi sebanyak 370 KK (kartu keluarga) yang menjadi korban kerusuhan ‘Sambas’ pada 1999 silam itu telah menempati selama 18 tahun. Oleh karena itu, beberapa orang warga Dusun Sambas mengadu kepada Komisi A DPRD Bangkalan. Kamis (10/01/2019).
Selain masyarakat Sambas yang datang pada forum hearing, komisi A DPRD Bangkalan memanggil BPN/ART (Badan Pertanahan Nasional/ Agraria Tata Ruang) setempat.
Moh. Ali, salah warga Dusun Sambas menuturkan, dirinya beserta masyarakat pengungsi Sambas sangat resah karena tanah yang ditempati tidak memiliki status yang jelas.
“Yang jelas kami sangat resah, karena kami ditempatkan disana sudah sejak tahun 2000, jadi sudah 18 tahun kita disana,” ungkapnya.
Dikatakan dia, rumah-rumah yang ditempati sudah berubah, dari bangunan biasa menjadi bangunan permanen. Selain itu, gedung masjid dan sekolah madrasah sudah dibangun dengan megah.
Dijelaskan Ali, dirinya beserta masyarakat yang lain ditempatkan di Dusun Sambas, Desa Kelbung Kecamatan Sepuluh itu ditempatkan oleh Transmigrasi. Sementara tanah yang ditempati milik Perhutani.
Dikatakan dia, berdasarkan perjanjian Transmigrasi setelah 3 tahun ditempati akan keluar sertifikat. Setelah 3 tahun menempati pihaknya mengajukan proposal untuk memperoleh sertifikat melalui Transmigrasi dan Perhutani.
“Tapi katanya 5 tahun, setelah 5 tahun kita mengajukan proposal lagi. Tapi tidak ada jawaban,” tuturnya.
Ali menuturkan, hingga saat ini pihaknya sudah puluhan kali mengajukan proposal kepada Transmigrasi dan Perhutani untuk memperoleh sertifikat. Namun kata dia, terakhir kali mengajukan proposal ditolak oleh Perhutani tanpa alasan yang jelas.
“Dua tahun lalu kami mengajukan proposal ke Perhutani itu ditolak, tidak ada alasan apa-apa,” katanya.
Sementara, Kepala BPN/ART Bangkalan Laure Azrafil mengatakan, karena tanah yang ditempati milik Perhutani dalam ada SK pelepasan. Maka pihaknya belum bisa melakukan tindakan apapun.
Dikatakan dia, berdasarkan informasi dari pihak Kepala Transmigrasi tanah itu sudah tukar guling. Tapi, sampai saat ini pihak belum menerima SK pelepasan kawasan.
“Kalau misalnya Transmigra atau Perhutani sudah mengeluarkan SK pelepasan kawasan, maka BPN bisa melakukan kegiatan diatas tanah itu, agar status tanah itu jelas tidak membuat resah masyarakat,” ucapnya.
Ketua Komisi A DPRD Bangkalan, Moh Sahri menyampaikan, pihaknya kedepan akan mengadakan rapat gabungan antara komisi A, Perhutani, tranmigrasi, BPN/ART, dan tokoh warga masyarakat Dusun Sambas. “Wajarlah mereka was-was, karena tanah rumah yang ditempati milik perhutani,” ucapnya.
Dikatakan Sahri, persoalan yang perlu diklarifikasi adalah terkait informasi telah dilakukan tukar guling dan sejauh mana proses pembebasan lahan dari perhutani.
“Masyarakat disana butuh kejelasan, biar mereka tau sejauh mana dan sampai dimana proses pelepasan lahan. Biar tidak dihantui kewaswasan warga,” tandasnya. (Rus/ Di)