44 Tahun Mantan Sakera Dipasung

  • Whatsapp

TULUNGAGUBG, beritalima.com – Supardi alias mbah Adi (72), di jaman PKI atau tahun 65 adalah seorang tokoh pemuda yang disegani. Dia dikenal sebagai algojo (sakerah) penumpang golongan komunis yang tegas.

Usai Gestok (G 30 s/PKI) mbah Adi merantau ke Palembang, Sumatera Selatan.Di sana dia berusaha membuka lahan untuk di tempati sekaligus di jadikan perkebunan kopi.

Menurut cerita, hal aneh terlihat ketika Adi mengeluh jika dirinya diikuti bulan.

“Itu yang membuatnya murung dan gelisah dan selalu mondar mandir setiap malam. Katanya dia tengah menghindari bulan yang terus mengikutinya,” cerita Kusnoto (52), keponakan Adi.

Pada saat itu di tempat Adi (Palembang)  terkena wabah malaria tropis. Selain Adi, dua orang rekannya yang ikut membabat hutan juga menderita penyakit yang sama. Satu orang meninggal, satu orang lainnya tidak diketahui rimbanya. Atas kesepakatan keluarga mbah Adi pun dibawa pulang ke kampung halaman di desa Podorejo Kecamatan Sumbergempol-Tulungagung.

“Pulang kesini (kampung) sekitar tahun 1973. Kondisinya emosinya tidak terkendali,ngoceh sendiri dan sering mengamuk,” ujar Noto, melanjutkan.

Puncaknya, mbah Adi menjadi beringin dan membahayakan dan saat itu warga memutuskan untuk dipasung. Hingga kini (2017) sudah 44 tahun, mbah Adi  berada di sebuah gubuk kecil yang kotor dan bau yang tak jauh di belakang rumah yang ditempati keluarganya hidup dengan kaki di rantai.

Sebuah rantai besi membelenggu pergelangan sebelah kakinya kuat-kuat. Begitu eratnya ikatan sampai-sampai bentuk rantai membekas merah di permukaan kulitnya. Sementara ujung rantai yang lain terikat pada pasak besi yang tertanam di lantai gubuk. Panjang rantai sebesar ibu jari itu sekitar 5 meter, praktis gerak hidup Adi hanya sebatas panjang rantai tersebut 2-3 meter.

Karena alasan ekonomi, Adi tidak dapat memperoleh kesehatan yang layak agar bisa sembuh. Inilah salah satu kisah hidup orang yang terlibat di dalam kejadian konflik (Gestapu) masa lalu. Dulu mbah Adi sangat di segani dan di hormati, kini nasibnya bisa di bilang tragis. (ang)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *