Jakarta, Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN) bersama Koalisi masyarakat sipil mencatat, kelemahan KPK di periode ini seperti belum mempunyai visi asset recovery, pengelolaan manajemen internal yang buruk, abai terhadap penegakan etik, keterbukaan informasi pada masyarakat, dan banyak tunggakan perkara yang belum terselesaikan.
Demi menangani kelemahan KPK, LPKAN sepakat dengan Koalisi Masyarakat Sipil, memberikan sembilan rekomendasi,ujar Pembina LPKAN Wibisono,SH,MH menyatakan di media di Jakarta (28/6/2019).
Pertama, pimpinan terpilih jilid V mempunyai visi terkait dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 UU KPK, isu pencegahan serta koordinasi dan supervisi pada instansi terkait tentu harus dipahami secara menyeluruh bagi Pimpinan KPK ke depan.
Misalnya, untuk isu pencegahan semestinya bisa lebih diarahkan pada pembangunan holistik budaya anti korupsi agar tidak hanya kegiatan-kegiatan yang sulit dipastikan keberlanjutannya. Hal lain lagi terkait dengan diterbitkannya Perpres 54 2018 yang mengatur tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.
Kedua, pimpinan baru KPK harus memiliki pemahaman penanganan perkara korupsi. Salah satunya terkait bidang penindakan.
Selain itu, penanganan kasus juga diharapkan konsisten. Beberapa penelitian menemukan masih terdapat inkonsistensi pada putusan kasus-kasus korupsi. Konsistensi menjadi penting dalam upaya menghadirkan kepastian hukum yang hanya dilihat pada proses awal penanganan kasus saja.
Ketiga, memiliki kemampuan manajerial dan pengelolaan sumber daya manusia. Seperti yang telah diketahui oleh publik, lembaga KPK kerap kali bersifat dinamis. Tak jarang konflik di internal KPK terjadi, maka dari itu Pimpinan KPK mendatang mesti mempunyai pengetahuan serta kemampuan untuk memastikan internal lembaga anti korupsi tersebut solid serta terlepas dari kepentingan apapun.
Keempat, tidak mempunyai konflik kepentingan dengan kerja-kerja KPK karena masyarakat tidak berharap Pimpinan KPK ke depan memanfaatkan situasi tertentu untuk kepentingan individu semata.
Kelima, para pemimpin KPK lepas dari kepentingan dan afiliasi dengan partai politik tertentu.
“Poin ini harus dijadikan catatan penting. Jika komisioner KPK mendatang berasal dari warna partai tertentu dikhawatirkan meruntuhkan nilai independensi dari lembaga antirasuah itu. Isu penegakan hukum tidak mungkin akan berjalan dengan baik jika dicampuradukkan dengan isu politik,” terangnya
Keenam, Pimpinan KPK masa depan memiliki kemampuan komunikasi publik dan antar lembaga yg baik.
Ketujuh, tidak pernah terkena sanksi hukum maupun etik pada masa lalu. Poin ini menjadi mutlak harus dipenuhi oleh para Pimpinan KPK mendatang, karena bagaimanapun persoalan etik serta terkena sanksi hukum akan menurunkan kredibilitas lembaga antirasuah itu,” katanya.
Kedelapan, memiliki keberanian untuk menolak segala upaya pelemahan institusi KPK. Hampir setiap tahun KPK selalu didera dengan isu-isu pelemahan KPK, mulai dari revisi UU KPK, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, bahkan tindakan kriminalisasi beberapa pegawai maupun Pimpinan KPK.
“Menjadi wajar jika publik meminta komitmen yang tegas dari Pimpinan KPK mendatang untuk dapat menolak segala macam jenis tindakan yang akan melemahkan institusi pemberantasan korupsi,”
Sembila/Terakhir, mempunyai profil dan karakter sesuai dengan nilai dasar dan pedoman perilaku KPK. Hal ini diatur secara spesifik dalam Peraturan KPK No 07 Tahun 2013 tentang Nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sementara itu Peneliti ICW Kurnia Ramadhan menyatakan bahwa tentunya seluruh masyarakat berharap hadirnya figur-figur terbaik serta berintegritas untuk memimpin lembaga antirasuah ke depan. Berkaca pada era kepemimpinan saat ini, Agus Rahardjo cs sebenarnya banyak catatan kritis yang seharusnya dapat dijadikan pembelajaran serta evaluasi KPK mendatang.
Wibisono Menambahkan,”KPK diharapkan bisa memaksimalkan mandat yang telah diberikan melalui tim ini dengan melakukan intervensi terhadap pelaksanaan aksi dan menghilangkan pola pelaporan yang selama ini cenderung prosedural menjadi pelaporan yang substansial. Penting bagi pansel mengutamakan calon komisioner yang mengenal dan memahami instrumen terkait Tim Nasional Pencegahan Korupsi,” imbuhnya
“Pimpinan KPK ke depan mesti memahami lebih dalam terkait hukum agar langkah-langkah yang diambil menjadi tepat guna dalam rangka keberlanjutan penanganan perkara korupsi. Ini untuk mempercepat penyelesaian berbagai tunggakan perkara di lembaga antirasuah itu,” pungkas Wibisono (***)