SURABAYA – beritalima.com, Thie Butje Sutedja dan ahli waris Alm Sabarjoto tidak akan mengusik keberadaan 54 sertifikat yang sudah dibeli warga RT 08 Jemursari Selatan dari Sertifikat Induk No 44.
Sebaliknya Thie Butje Sutedja dan ahli Alm waris Sabarjoto berjanji akan membuka blokir terhadap ke 54 sertifikat tersebut asalkan 15 sertifikat di lahan yang sama yang tanpa nomer dan tanpa nama diberikan kejelaasan statusnya oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) kota Surabaya.
Perseteruan Sertifikat Induk No 44 antara Thie Butje Sutedja dengan ahli waris Alm Sabarjoto terkait tanah seluas 99,010 meterpersegi di wilayah RW 08 Jemursari Selatan, Kelurahan Jemur Wonosari, Kecamatan Wonocolo, memasuki babak manis menyusul tercapainya kesepakatan damai antara semua pihak yang berperkara.
Tugianto Lauw, pengacara yang mendamaikan perseteruan puluhan tahun antara Thie Butje Sutedja dengan ahli waris Alm Sabarjoto, menjelaskan rencana strategisnya di hadapan Camat, Polsek, Koramil Wonocolo, Lurah, LKMK dan RW 08 Jemursari Selatan, Notaris Olivia Sherline Wiratno, di kantor Kecamatan Wonocolo. Selasa (11/8/2020) sore.
“Pembelian tanah dari Benny Tumbel inilah yang mengacau yang menyebabkan Thie Butje Sutedja berseteruh dengan ahli waris Alm Sabajoto. Benny Tumbel itu meski sudah keluar dari kongsi dan meminta kembali inbereng sertifikat rumahnya di Jalan Kinibalu III /14 Surabaya, tapi diam-diam dia menjual beberapa bidang tanah di wilayah RW 08 Jalan Jemur Wonosari kepada orang lain, seperti misalnya 12.000 meterpersegi pada Sinta Dewi Sampurna dan sekitar 30.000 meterpersegi atau 3 hektar kepada dr. Soepangad. Analisa kami 15 Sertifikat tanpa nomer dan tanpa nama ada di lahan tersebut,” tutur Tugianto Lauw.
Dia menjelaskan, terbitnya Sertifikat Induk No 44 bermula dari kerjasama tiga orang, yakni Letkol Sabarjoto, anggota fraksi ABRI DPRD Jatim, Thie Butje Sutedja dan Benny Tumbel membangun perumahan seluas 10 hektar untuk anggota DPRD tingkat 1 dan DPRD Pusat.
Pembelian tanah 10 hektar tersebut didasari surat kuasa yang ditandatangani Sekda Jatim Try Maryono supaya Letkol Sabarjoto melakukan pembelian. Site plan perumahan tersebut 30 persen untuk Fasum, 30 persen perumahan anggota DPRD dan 40 persen perumahan umum.
“Kenapa kami meminta Kecamatan Wonocolo untuk meluruskan, karena jual beli pada waktu melalui Camat/PPAT Wonocolo, Drs Soepangat. dan terbitlah Akte Jual-Beli Nomor 048/WNT/1973 tanggal 15 Juli 1973 atas nama Sabarjoto, dari Akta Jual-Beli Nomor 048 menjadi Sertifikat Induk No 44. Oleh sebab itu tidak menutup kemungkinan nantinya kami minta ijin diperlihatkan juga Akta Jual Beli Nomor 046 dan Nomor 047 dapat diperlihatkan, tujuannya untuk meluruskan carut marut ini,” beber Tugianto.
Dari kronolgis setelah Sertifikat No 44 mau ada pemecahan. Sertifikat No 44 terdiri dari 18 surat yang dijadikan satu. Setelah itu ada calon pembeli tertulis 73 orang yang notabene sifatnya indent. Ternyata dari 73 yang beli saat kita cek and ricek di BPN, diketahui yang sah saat ini hanya 58 kavling.
” Jadi kami mohon maaf, karena kami sudah melakukan pemasangan patok. Tanah yang kami pasangi patok hanya hanya tanah yang versi BPN tidak ada surat dan tidak ada namanya.
Sementara Thie Butje Sutedja menuturkan keinginan terpendamnya untuk keluar dari kemelut dengan Pintardjo Soeltan Sepoetro dan Mumahaimawati atas Sertifikat No 1756 dan 1758.
Seperti diketahui, Thie Butje Sutedja mengajukan gugatan perlawanan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas eksekusi Sertifikat No 1756 dan 1758 tersebut.
“Penetapan eksekusi tersebut salah alamat, sebab obyek tanah tersebut sudah mendapatkan kekuatan hukum tetap yakni putusan PTUN No 15 PK/TUN/2006 Jo. 315 K/TUN/2002 Jo. 29/B/2002/PT.TUN.SBY Jo. 75/G.TUN/2001/PT.TUN.SBY. Sebetulnya tanah itu luasnya hanya 1.243 meterpersegi, tapi yang dieksekusi luasnya 2.283 meterpersegi.Sertifikat No.1756/1758 saya dapat dari pembeli awal dari Sertifikat Induk No. 44,” paparnya.
Sedangkan Setyo, saat diberikan kesempatan menjelaskan bahwa luas tanah dalam Akte Jual-Beli Nomor 048/WNT/1973 yang diterbitkan Camat/PPAT Wonocolo tersebut didaftarkan ke BPN Kota Surabaya sebetulnya 101.050 meterpersegi. Namun pada saat disertifikatkan oleh Letkol Sabarjoto menjadi Sertifikat Induk Nomor 44, luasnya hanya 99.010 meterpersegi saja.
“Sehingga disitu ada lahan yang belum bersertifikat sekitar 2000 meterpersegi. Itu yang saya minta segera dibuatkan Sertifikatnya, letaknya saya tahu ada di pojokan sini,” jelas Setyo sambil menunjukan site plan.
Dijelaskan Setyo, dalam Sertifikat Induk No 44 seluas 99.010 meterpersegi diterbitkan 104 Sertifikat Hak Milik (SHM) dengan luas 89 meterpersegi lebih.
“Dari 104 SHM tersebut, ditemukan ada 15 SHM tanpa ada nomor dan tanpa ada nama. Juga ada 11 SHM yang terbit hanya didasari surat ukur saja, itu yang harus diluruskan,” pungkas Setyo. (Han)