beritalima. com | Gula identik dengan manis, sebaliknya kopi identik dengan pahit. Sebagaimana kehidupan di dunia ini, ada siang ada malam, ada gelap ada terang, dan ada susah ada senang. Tidak bisa kita pungkiri bahwa roda nasib terus berputar. Kadang kita berada di atas, dan kadang kala di bawah. Maka dari itu jangan merasa paling benar, dan meremehkan orang lain.
Gula dan kopi jika dicampur jadi satu, akan menjadi minuman yang nikmat. Bahkan banyak orang ketagihan, “katanya kalau belum ngopi rasanya di mulut pahit”. Sehingga walaupun banyak warung kopi bertebaran di sudut kota tetapi tetap ramai pengunjung. Terutama pas jam istirahat makan siang atau malam minggu. Mulai anak muda, mahasiswa, pekerja lepas, sampai pengusaha tumplek blek kongkow di warung kopi.
Bicara santai, berita yang viral di medsos sampai kabar burung yang tidak jelas sumbernya (hoaks). Diskusi santai seputar hobby sampai yang serius soal Pilkada serentak 2020. Saking asyiknya tidak terasa malam mulai larut, kita sambung esuk masih ada waktu. Begitulah suasana kehidupan malam di kota metropolitan Surabaya yang mulai bergairah karena akan ada perhelatan Pilwali.
Masyarakat yang multi kultur, dan punya sikap terbuka “bloko suto” menjadi ciri khas tersendiri arek Suroboyo. Mereka sudah terbiasa dengan kehidupan pas-pasan, tinggal di gang-gang sempit, dan harus berjuang untuk menghidupi keluarga. Berbanding terbalik dengan germerlapnya kota, gedung-gedung megah berdiri, plaza, mall dan apartemen yang terus dibangun. Tetapi dampaknya kurang signifikan, belum bisa memberi kesejahteraan warga kota.
Itulah realita kehidupan di kota metropolitan, masih banyak warga yang kurang beruntung. Mengais rejeki berangkat pagi pulang petang, tatapi hidup masih serba kekurangan. Mereka hidup di gang-gang sempit, berjibaku dengan limbah rumah tangga dan belum tersentuh oleh modernisasi kota. Ketimpangan si miskin dengan yang kaya semakin tajam.
Ada gula ada kopi, mumpung belum dingin mari kita seruput kopinya. Nikmati secangkir kopi hangat, semangat baru bersatu, berjuang bersama-sama untuk menentukan calon Walikota yang peduli dengan nasib wong cilik. Warga kota yang dimarginalkan, nasib masyarakat yang terpinggirkan dan mereka yang hanya jadi penonton dari derapnya pembangunan.
Pesan kami, jangan ada lagi anak kecil yang pergi tidur sebelum perutnya kenyang. Anak-anak yang tidak dapat kesempatan mengenyam bangku pendidikan karena ada di jalan menawarkan koran. Jika kita lengah, hegemoni kekuasaan akan jatuh kepada mereka yang hanya peduli kepada pemodal besar, dan kelompok berduit. Kalau kita tidak jeli melihat track record calon pemimpin akan sengsara lima tahun mendatang.
Surabaya merupakan kota yang termasuk dalam kota-kota padat dan besar, di kota ini memiliki masalah yang sama halnya seperti kota-kota besar lainya yaitu tentang kemiskinan dan kesenjangan sosial.
Masalah tersebut timbul dikarenakan meningkatnya pertumbuhan peduduk di kota tersebut yang memiliki angka kelahiran sebesar 13.4 % pada 3 tahun terakhir dan mengalami kenaikan jumlah imigran sebesar 3,64%. Hal tersebut dapat memicu terjadinya meningkatnya angka pengangguran dan juga angka kemiskinan.
Karena dengan pertumbuhan penduduk yang besar akan memperkecil peluang kerja dan semakin banyaknya saingan untuk mencari kerja. Selain kurangnya lapangan kerja, kurangnya tempat tinggal semakin meningkat dan menyebabkan munculnya rumah-rumah yang tidak layak huni.
Seperti yang tercatat, pada tahun 2013 jumlah masyarakat di Surabaya yang di bawah garis kemiskinan sebanyak 168.000 jiwa atau 5,97% dari total seluruh masyarakat Surabaya. Hal tersebut mengakibatkan munculnya rumah-rumah kumuh di bantaran kali maupun dibantaran rel kereta api. Apabila masalah kesenjangan sosial dan kemiskinan tidak ditindak akan menimbulkan berbgai macam kriminalitas yang membahayakan bagi semua warga yang tinggal ditempat tersebut.
Disisi lain banyak juga masyarakat di Surabaya yang sukses dalam hidupnya. Sukses dalam artian memiliki pekerjaan yang nyaman dan tempat tinggal yang nyaman. Beda dari golongan yang miskin, yang harus bekerja susah payah namun upah yang didapatkan tidak sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan untuk bekerja.
Sedangkan orang kaya bekerja hanya mengeluarkan sedikit tenaga namun mendapatkan penghasilan yang melimpah. perbedaan tersebut sangat terlihat apalagi biasanya kita dapat melihat tempat tinggal mereka sangat bersebelahan antara gedung-gedung apartemen dan rumah-rumah kumuh. Ada gula ada kopi, ayo tinggalkan eforia mulailah memikirkan kesejahteraan diri. Bagaimana pendapat Anda?
Surabaya, 6 Oktober 2019
Cak Deky