JAYAPURA, beritalima.com – Permasalahan tambang di Nifasi Kabupaten Nabire masih urung selesai, pihak dewan Adat Papua wilayah Mepago dan Tokoh Adat setempat meminta pemerintah segera mencabut ijin Tambang diwilayah itu dan melakukan klarifikasi vaktual.
Jhone Gobay, Ketua dewan adat Papua wilayah Mepago mengatakan, jika persoalan pemberian ijin tambang di Nifasi Nabire tumpang tindih, antara ijin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Papua, dan ijin oleh Bupati Nabire.
“Jadi sejak adanya UU nomor 23 tahun 2014, terjadi pembagian kewenangan antara Provinsi dan Kabupaten, Gubernur mengeluarkan ijin, Bupati juga mengeluarkan ijin, sehingga tumpang tindih, ada ego disini, dan masyarakat adat pemilik ulayat yang jadi korban,”kata Jhone, Jumat (3/11/2017).
Lebih lanjut dikatakan, ijin tambang yang dikeluarkan pihak Gubernur Papua dan telah melakukam eksplorasi diwilayah itu semisal PT. Pasifik Maining Jaya, dan beberapa perusahaan lain, sementara Perusahaan yang mendapat ijin Bupati antaranya PT. Madina Qurotain. Dan lagi, perusahaan-perusahaan tambang ini menimbulkan konflik hingga saat ini.
“Maka itu, kami minta untuk ijin-ijin ini dicabut dulu, dilakukan klarifikasi vaktual,”ucapnya.
Dirinya juga meminta diberikan ijin bagi pertambangan rakyat, yang ada diwilayah itu, yang dikelola oleh warga setempat.
“Mereka jelas adalah pemilik ulayat, sehingga harus diberikan ijin tambang, dan lagi itu sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan kita,”katanya.
Tak hanya itu, pihaknya juga meminta pencabutan peraturan terkait yang dikeluarkan oleh Gubernur Papua, termasuk pembentukan PERDASI Tambang dan Mineral.
“Kami minta cabut Pergub 41 nomor 2011, dan Instruksi Gubernur nomor 1 tahun 2011 tentang Pemberian ijin penambangan mineral dan batubara di Papua, karena ini menimbulkan konflik, termasuk 56 ijin usaha pertambangan yang telah dikelauarkan itu segera dicabut,”tegasnya.
“Kami juga meminta dibuatkan PERDASI terkait mineral dan Batubara, sebelum ada itu maka jangan ada ijin-ijin tambang lagi,”sambungnya.
Sementara Othis Bonay mengaku jika persoalan tambang di Nabire menjadi persoalan yang tidak menghargai hak dasar orang asli Papua seperti tertuang dalam UU Otsus.
“Kami melihat regulasi ini tidak berpihak kepada kami sebagai pemilik hak ulayat secara umum bagi kami orang Papua. karena kita juga ada UU No 21 tahun 2001 tentang hak – hak dasar orang Papua,”katanya.
Dijelaskan, semisal PT.Pasifik Maining Jaya yang dituding menggerus lahan ulayat warga setempat, yang diakuinya telah memploting sejumlah wilayah di Nabire.
“Perusahaan ini mulai dari suku Yerisiam sampai di wilayah kita masyarakat Mee itu di ploting semua. kami tidak tau mereka ploting dimana ternyata ijinya sudah ada dan kami tidak tahu,”katanya.
Dengan polting tersebut, pihaknya menilai ada pelecehan terhadap masyarakat adat.
“Oleh karena itu, kami minta ijin-ijin itu dicabut, dan ditata ulang. Kami harap itu tidK terlalu lama, Desember ini sudah selesai masalah ini,”harapnya.