Oleh: Fikri Pemuda Surabaya
Perang panas dingin antara Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dengan Walikota Surabaya Tri Rismaharini memasuki babak baru. Berawal dari pernyataan Risma yang mengatakan, “Pemimpin harus pintar merasa.” saat dirinya berorasi untuk kampanye mendukung Gus Ipul (Saifullah Yusuf) yang menjadi lawan Khofifah pada saat Pilgub kemarin. Lalu ketika Khofifah telah menjabat Gubernur, dan tepat setelah diumumkan Gelora Bung Tomo (GBT) diumumkan sebagai salah satu Venue Piala Dunia U-20 2021, mengkritisi GBT dengan mengatakan berbau sampah serta mengusulkan tempat lain.
Kini, Khofifah menyoalkan kunjungan kerja ke luar negeri yang dilakukan Tri Rismaharini. Hal itu dinilai memakan banyak Anggaran APBD kota Surabaya ditakutkan double budget. Padahal setiap kunjungan kerja ke luar negeri pemerintah daerah selalu ada surat izin yang masuk untuk ditandatangani perizinannya oleh Gubernur, seperti yang dijelaskan oleh Vinsensius Awey mantan anggota DPRD Surabaya yang berencana maju dalam Pilwali Surabaya 2020.
Dari sini terlihat konflik sengaja dipaksakan diangkat karena mendekati ajang Pilwali Kota Surabaya 2020, dimana Rekomendasi Tri Rismaharini dinilai sakti untuk memenangkan Cawali yang didukungnya sehingga perlu di reduksi kekuatan Risma yang dinilai tanpa cacat. Terlihat Khofifah ingin melawan kesaktian rekomendasi Risma, mengingat dalam jangka waktu 5 tahun kedepan Surabaya memiliki agenda event besar salah satunya menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2021.
Khofifah merasa (mungkin) apabila Pilwali Kota Surabaya dimenangkan bukan oleh yang satu frame (lingkaran) dengannya maka, ditakutkan akan berkurangnya sinergitas antara Pemerintah Kota dan Pemerintah Provinsi. Disaat Khofifah mulai didekati oleh parpol untuk memanasi mesin, Risma pun masih terlihat adem dan tenang menghadapi situasi ini.