JAKARTA, Beritalima.com– Untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), ke depan sedikitnya ada tiga persoalan mendasar yang harus mendapat perhatian serius pemerintah dalam pelaksanaan Otonomi Daerah (Otda).
Itu diungkapkan politisi senior Partai Golkar, Agun Gunandjar Sudarsa ketika menjadi pembicara pada Seminar Nasional bertema ‘Evaluasi Pelaksanaan Otonomi Daerah Dalam Rangka Memperkuat NKRI’ di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Jawa Barat, akhir pekan ini.
Tiga persoalan mendasar tersebut adalah egoisme kedaerahan yang berlebihan karena menilai sebagai daerah mereka yang berjasa dalam kontribusi nasional.
Masalah kedua adalah masuknya liberalisasi ekonomi global ke daerah yang tidak mampu dikontrol pemerintah pusat dengan baik sehingga berpengaruh buruk terhadap pelaku ekonomi daerah tersebut.
Berikutnya, ungkap Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI tersebut adalah kebijakan dari Pemerintah Pusat yang tak konsisten menerapkan atau menjalankan Pasal 18 UUD 1945, UU Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah, UU Pemda, UU Kementeriaan Negara dan UU Desa.
Malah, ungkap wakil rakyat Dapil X Provinsi Jawa Barat yang meliputi Kabupaten Kuningan, Ciamis serta Kota Banjar dan Pangandaran itu, pemerintah pusat cenderung setengah hati memebri kewenangannya kepada daerah termasuk penyerahan alokasi anggaran daerah itu.
Sesungguhnya, lanjut anggota Komisi XI DPR RI yang membidangi Keuangan dan perbankan tersebut, konsep atau design pelaksanaan Otda telah dimulai sejak awal reformasi atau pasca Amandemen UUD 1945 selesai 16 tahun silam.
DPR bersama Pemerintah telah mengeluarkan UU No: 32/2004 tentang Pemerintah Daerah yang didalamnya juga mengatur tentang desa dan UU No: 39/2008 tentang Kementrian Negara.
UU itu mengatur tentang pembagian fungsi manajemen pemerintahan yang mengatur mengenai pembagian fungsi-fungsi manajemen pemerintahan. UU itu mendorong alokasi anggaran semakin besar ke daerah.
Namun, faktanya kata laki-laki kelahiran Bandung, 13 Nopember 1958 itu, pemerintahan hasil pemilu 2004 dan 2009 masih saja terhambat oleh berbagai isu yg merugikan daerah seperti isu raja-raja kecil di daerah, potensi disintegrasi hingga kasus korupsi.
Akibatnya, kata kakek dua cucu ini, alokasi APBN tidak mengalir deras ke daerah tetapi terus bertumpuk dan terpusat di Jakarta yakni di Kementerian.
Untuk menyenangkan daerah di alokasikan Dana Transfer ke daerah. Padahal sesungguhnya dana terbesar dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) lebih di prioritaskan untuk belanja rutin dan belanja pegawai di daerah, bukan untuk masyarakat.
Dana untuk pembangunan atau masyarakat, kata Agun, dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana ini sangat kecil jika dibandingkan dengan DAU.
Dana transfer daerah lainnya, lanjut Agun, masih berada atau dipegang masing-masing kementrian yang pelaksanaannya mewajibkan daerah ikut Bimtek di Jakarta. Selain itu juga Daerah wajib membentuk UPTD sebagi instansi pusat di daerah guna penyerapan anggaran dimaksud.
Malah Agun mempertanyakan, kenapa dana itu tidak diserahkan saja langsung ke Provinsi, Kabupaten dan Kota. Dengan begitu, tidak perlu lagi pengadaan alat dan barang, mulai dari benda mati hingga hewan, pupuk, bibit, buku dan alat kesehatan oleh Pemerintah Pusat atau Kementrian di Jakarta.
Agun juga bertanya, “mengapa tidak diserahkan saja ke daerah sesuai lingkup dan kewenangannya sehingga mampu dan mendorong pelaku usaha yang semakin banyak di daerah dan tentunya juga menyerap banyak tenaga kerja, selain berdampak pada pemerataan pembamgunan dan perekonomian.”
Meski begitu Agun masih bersyukur, Pemerintahan hasil pemilu 2014, konsisten menjalankan UU No: 6/2014 tentang Pemerintahan Desa, dengan mengalokasikan dana desa yang terus meningkat setiap tahun.
Dana desa ini 2005 hanya Rp 22 Triliun dan tahun depan Rp 70 triliun untuk desa dan Rp 3 triliun buat Kelurahan. “Saya tegaskan untuk pelaksanaan Otda ke depan yang memperkuat NKRI, harus menghilangkan egoisme kedaerahan yang berlebihan, kemudian, konsultasi dan sinergi dengan Pusat dalam menerima liberalisasi global di tingkat lokal,
Pemerintah Pusat, lanjut Agun, juga harus konsisten dengan UUD dan UU lainnya, dengan menyerahkan kewenangan disertai anggarannya ke daerah, utamanya terus meningkatkan dana desa sesuai UU No: 6/2014 sehingga itu mampu mencegah urbanisasi, mendorong kreatifitas/menciptakan lapangan kerja mandiri.
“Dan, dengan begitu menjadikan desa sebagai desa produksi dan jasa yang kelak jadi basis awal membebaskan ketergantungan impor, seperti garam sampai tusuk gigi. Dan mungkin disusul yang lainya,” kata Agun yang kembali berjuang menjadi wakil rakyat untuk pemilu legislatif mendatang di Dapil X Jawa Barat.
Agun dalam mengakhiri pembicaraannya menyampaikan semboyan, desa kuat negara bakal kuat, daerah maju negara juga pasti maju. (akhir)