SURABAYA, Beritalima.com|
AH Thony, politikus senior Partai Gerindra Kota Surabaya menduga banyak komprador politik yang gentayangan di Pemilu 2024.
Menurut Thony kalau praktek mereka tidak diberantas akibatnya bisa banyak suara caleg atau suara partai yang hilang. Sebaliknya, ada pula yang caleg atau partai yang tadinya suaranya kurang, tiba-tiba bertambah atau menggelembung.
“Patut diduga, itu semua karena ulah para komprador politik. Mereka ini bisa memainkan suara sesuai pesanan yang diminta. Tentunya dengan iming-iming mendapat imbalan tertentu,” kata AH Thony, Minggu (18/2/2024).
Padahal, menurut AH Thony, para komprador politik ini jika terbukti hukumannya sangat berat. Berdasarkan Pasal 309 UU No.88 Tahun 2012, mereka bisa dipidana selama 4 tahun penjara dan denda Rp 48 juta.
“Sementara pada Pasal 181 ayat 4 disebutkan bahwa orang yang dengan sengaja menghilangkan suara diancam hukuman pidana 3 tahun dan denda Rp 36 juta,” jelas AH Thony.
Karena itu, politikus yang dikenal sebagai salah seorang aktivis 98 di Yogyakarta yang aktif menolak budaya Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) di masa Orde Baru ini mendesak Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) untuk bertindak cepat. Artinya, Bawaslu harus segera memproses jika mendapati adanya kecurangan akibat ulah komprador politik di lapangan.
“Tidak hanya Bawaslu, masyarakat juga bisa melaporkan jika melihat ada kecurangan,” kata AH Thony.
Namun, pria yang sempat keluar masuk penjara politik ini memandang, selama ini banyak masyarakat yang tidak mau melapor. Bahkan, Bawaslu juga terkesan tidak mau memroses meskipun mendapati banyak petunjuk terjadi kecurangan di lapangan dengan dalih tidak tertangkap tangan.
“Sikap apatis masyarakat dan pasif bawas ini yang menurut saya tidak pas. Sebab bagaimana mungkin bisa diwujudkan, kalau di satu sisi kita menginginkan sistem pemerintahan yang baik, tapi di sisi kita tidak menyiapkan elit politik baik yang bakal duduk di pemerintahan dengan pertimbangan kapasitas, integritas, dan cara yang baik,” tukasnya.
“Untuk bisa mewujudkan pemerintahan yang baik, satu-satunya pintu yang efektif harus dimulai dari pemilu yang baik. Jangan harap pemilu yang berlumur dengan pelanggaran dan kecurangan akan menghasilkan pemerintahan yang bersih dan berkeadilan. Itu mustahil,” tandasnya.
AH Thony mengatakan, dia mengungkapkan hal ini karena banyak mendapat informasi dari masyarakat saat terjun ke lapangan. Karena itu, ia menyebut peran Bawaslu dan Gakumdu (Penegakan Hukum Terpadu) itu sangatlah penting untuk melakukan hal-hal yang substansial dan konkret untuk tujuan penting negara, bukan sekadar pelengkap anatomi penyelenggaraan pemilu yang tidak melakukan apa-apa.
“Kita ingin tahu, berapa banyak kasus pelanggaran atau kecurangan yang bisa diungkap, diproses, dan berlanjut pada putusan pengadilan pada Pemilu 2024 ini. Berapa yang dinyatakan bersalah, berapa yg dipidana dan berapa yg didenda,” ungkapnya.
“Ini penting untuk di gelar secara terbuka, terutama kalau ingin pemilu ke depan menghasilkan output yang baik,” ucap Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya periode 2019-2024 ini.
Kalau tidak ada yang ditindak atau diproses, AH Thony justru mempertanyakan keberadaan Bawaslu, sebenarnya keberadaan mereka ada atau tidak ada.
“Kalau tidak ada yang diproses atau ditindak, saya justru menduga banyak oknum Bawaslu yang ikut berperan sebagai komprador politik,” tegas AH Thony yang juga caleg anggota DPRD Kota Surabaya.(Yul)