SURABAYA – beritalima.com, Dr. Ghansam Anand SH,.M.Kn dari fakultas hukum Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya dihadirkan Ellen Sulistyo dalam sidang Wanprestasi pengelolaan Restaurant Sangria by Pianoza jalan Dr. Soetomo No.130 Surabaya.
Duduk sebagai Penggugat dalam perkara ini Fiffie Pudjihartono. Sedangkan Tergugat I Ellen Sulistyo, Tergugat II Effendy Pudjihartono dan Turut Tergugat I KPKNL serta Turut Tergugat II Kodam V Brawijaya.
Dalam sidang Ghansam menyebut sebagai gugatan tidak tepat, jika A (sekutu pasif) dan B (sekutu aktif) membentuk Persekutuan Komanditer (CV). Kemudian B sebagai atas persetujuan A membuat perikatan dengan C dan karena wanprestasi C digugat oleh A.
“Didalam Pasal 21 KUHDagang, Pesero Komanditer yang melanggar ketentuan-ketentuan ayat kesatu atau kedua dari pasal yang lain, bertanggung jawab secara renteng untuk seluruhnya terhadap hutang dan perikatan dari Perseroan itu,” sebutnya di ruang sidang Garuda 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Senin (18/3/2024).
Tentang Memorandum Of Understanding (MOU), ahli menerangkan bahwa MOU bukan Perjanjian sebab belum menimbulkan perikatan.
“Jadi MOU adalah kesepahaman sementara untuk mempersiapkan klausul atau janji-janji yang lebih tegas atau janji untuk membuat janji. Ketika ada syarat tertentu sudah terpenuhi di dalam kesepakatan awal, nanti akan mereka tindak lanjuti dengan kontrak atau perjanjian. Perjanjian inilah yang kemudian melahirkan perikatan. Karena sudah melahirkan perikatan maka menimbulkan akibat hukum. MOU Atau Letter Of Inten (LOI) itu belum menimbulkan perikatan. Karena belum ada kewajiban berprestasi,” lanjutnya.
Ditanya oleh kuasa hukum Ellen Sulistyo, jika dalam MOU tersebut sudah terjadi kesepakatan dan mengatur mengenai jangka waktu perjanjian. Namun timbul perbedaan jangka waktu antara MOU dengan Perjanjian. Ahli menjawab tentu saja yang mengikat adalah Perjanjian.
“MOU itu kesepakatan awal, kalau kemudian mereka sudah bikin MOU kemudian ditindaklanjuti dengan perjanjian, maka yang mengikat adalah Perjanjian. Yang melahirkan Perikatan adalah Perjanjian bukan MOU. Pasal 1233 KUHPerdata,” jawab ahli.
Ditanya lagi, Pihak B membuat Akta Perjanjian Pengelolaan dihadapan Notaris. Dalam perjanjian pengelolaan tersebut B memiliki Hak terhadap obyek tanah tersebut sampai dengan Nopember 2027. Kemudian C telah membayar sampai bulan Pebruari 2023 kepada B, sedangkan Perjanjian antara B dengan X berakhir pada bulan Nopember 2022. Pertanyaannya, apabila B menggugat C dengan gugatan wanprestasi sedangkan diketahui B tidak memiliki Hak atas tanah tersebut, apakah gugatan B tersebut masuk dalam Exceptio Non Adimpleti Contractus.
“Kalau yang diperjanjikan sampai dengan tahun 2027 padahal di tahun 2023 masanya sudah berakhir. Maka perjanjian yang dibuat tersebut adalah perjanjian yang tidak sah. Kalau B tidak mempunyai hak lagi, maka perjanjian itu dapat dikatakan batal demi hukum karena mentransaksikan barang yang bukan haknya.Hal ini tidak relevan dengan Pasal 1320 KUHPerdata, kalau misalnya si C sudah melaksanakan kewajibannya tetapi si A belum melaksanakan kewajibannya, maka si C selaku kreditor bisa menangkis,” jawab ahli.
Berkaitan dengan pengingkaran jangka waktu tersebut, apakah tindakan B terdapap C dapat dikatakan sebagai perbuatan tipu muslihat,? Tanya kuasa hukum Ellen.
“Itu dapat ditanyakan ke ahli pidana. Tetapi kalau misalnya B mengatakan sesuatu yang tidak benar, berarti B memberikan keterangan yang tidak benar dan isi Perjanjian yang tidak benar. Kalau berdasarkan perikatan Pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian tanpa sebab yang palsu atau terlarang tidak memiliki kekuatan hukum. Jadi kalau ternyata keterangannya itu tidak benar atau palsu maka batal demi hukum. Berbeda dengan penipuan. Penipuan didasari rangkaian kata-kata bohong sesuai Pasal 1328 KUHPerdata, penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu perjanjian,” jawabnya.
Diilustrasikan oleh kuasa hukum Ellen, awalnya dalam Perjanjian sewa menyewa awalnya pihak B dengan pihak X. Si X adalah Pemerintah didalam Perjanjian Sewa Menyewa tersebut mengatur tentang pelarangan, bahwa B dilarang untuk mengalihkan seluruh kewajibannya kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari X atau Pemerintah. Kemudian si B tanpa pemberitahuan kepada X membuat Perjanjian dengan C. Apakah B dapat beralasan kepada X terkait tidak dapat melakukan pembayaran kepada X karena C tidak melakukan pembayaran kepada B.
“Saya tangkap ada Perjanjian antara B dengan X dan C bukan pihak dalam Perjanjian antara B dengan X. Didalam ketentuan Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji daripada untuk dirinya sendiri. Dalam Pasal 1340 KUHPerdata, suatu perjanjian hanya berlaku pada pihak-pihak yang membuatnya. Jadi kegagalan pemenuhan kewajiban antara B dengan X tidak dapat dilimpahkan kesalahan itu kepada C, mengingat C bukan menjadi pihak dalam Perjanjian antara B dengan X. Silahkan B menggugat si C kalau dia tidak melaksanakan janji-janjinya. Jadi tidak bisa si B berdalih kepada X karena si C tidak membayar, karena antara si C dengan X memang tidak ada hubungan hukum,” papar ahli Ghansam.
Terkait pengalihan kewajiban, si B hanya mengalihkan hak kepada pihak lain dengan persetujuan dari pihak si X. Dan kalau ini tidak dilakukan maka ada tindakan wanprestasi dari si B kepada si X,” imbuhnya.
Dalam sidang ahli juga menjelaskan bahwa Surat Kuasa harus dibuat lebih dahulu sebelum timbul Perjanjian.
“Tidak boleh Kuasanya belakangan, berarti dalam perjanjian itu dibuat oleh orang yang tidak berhak dan tidak berwenang. Tidak mungkin gugatan lahir terlebih dulu baru kuasa,” jelasnya. (Han)