SURABAYA – beritalima.com, Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang permohonan uji materil Pelarangan Narkotika Medis untuk Pelayanan Kesehatan. Pada persidangan ini, Pemohon mengajukan 1 orang ahli, yakni Stephen Rolles atau biasa disebut Steve. Senin (14/9/2021).
Steve merupakan analis kebijakan senior untuk Transform Drug Policy Foundation, sebuah badan amal berbasis di Inggris yang bergiat dalam analisis dan advokasi kebijakan obat-obatan, dan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan individu dan masyarakat melalui kebijakan obat-obatan yang lebih adil dan efektif.
Dalam sidang Steve memaparkan semua obat-obatan medis berpotensi memiliki risiko. Bahkan ketika digunakan sesuai petunjuk. Banyak obat-obatan medis memiliki efek samping dan risiko yang diketahui yang harus dikelola dengan hati-hati oleh dokter, ahli farmasi, dan profesional kesehatan lainnya yang menangani pasiennya. Tidak hanya itu, obat-obatan seperti pil sakit kepala yang biasa dibeli di warung pun memiliki risiko jika digunakan secara tidak benar. Termasuk obat seperti parasetamol pun dapat menyebabkan kerusakan hati atau kematian jika dikonsumsi terlalu banyak.
Ahli juga menyampaikan bahwa kekhawatiran seputar penyalahgunaan obat tidak dapat secara efektif diatasi oleh model pengendalian obat-obatan medis yang terlalu ketat yang didorong oleh ketakutan berlebihan akan penyelewengan dan penyalahgunaan. Sebagian besar obat yang disalahgunakan bukanlah obat yang diselewengkan, melainkan obat yang diproduksi dan dipasok secara ilegal.
“Kontrol atau pelarangan obat yang terlalu ketat tidak akan berdampak pada tingkat penyalahgunaan, namun tanpa disadari justru dapat merugikan pasien karena menghalangi dokter memberikan perawatan yang optimal,” katanya.
Terakhir ahli menekankan, membatasi ketersediaan obat hanya dengan resep, di rumah sakit dan lingkungan perawatan kesehatan lainnya yang diawasi, atau melalui apoteker berlisensi dan terlatih dengan benar, umumnya terbukti sebagai model kontrol yang sangat efektif. Memang tidak ada sistem yang sempurna, dan penyelewengan dalam tingkat tertentu mungkin tidak terhindarkan,
“Tetapi, pengalaman global dan panduan PBB mengarah pada sistem untuk regulasi obat medis berbasis risiko yang bertanggung jawab melalui kerangka kelembagaan yang mapan, alih-alih menutup total kemungkinan penggunaan medis. Sudah tepat apabila persoalan ini sepatutnya memang ada di ranah kesehatan masyarakat, alih-alih di ranah pidana,” sambungnya.
Agenda sidang selanjutnya akan dilakukan pada hari Selasa, 12 Oktober 2021 dengan agenda mendengarkan keterangan ahli yang akan diajukan oleh para pemohon. (Han)