Mulyanto: Jokowi Harus Tegas Hadapi Pelanggaran China di Natuna Utara

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Pemerintah Indonesia pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus bersikap tegas terhadap pelanggaran kedaulatan oleh Kapal China yang masuk ke perairan Natuna Utara. Pemerintahan Jokowi jangan diam karena itu bakal membuat wibawa negara tidak dipandang negara lain.

Demikian tanggapan Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Pembangunan dan Industri, Dr H Mulyanto terhadap insiden masuknya kapal China ke perairan Natuna Utara beberapa waktu lalu.

Kepada Beritalima.com, Rabu (15/9) petang, doktor nuklir lulusan Tokyo Institute of Technology (Tokodai) Jepang tersebut mendesak Pemerintah khususnya Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan (LBP) tidak diam menghadapi kasus pelanggaran kedaulatan Indonesia oleh China.

Menurut anggota Komisi VII DPR RI ini, peristiwa itu adalah pelanggaran serius yang harus segera disikapi. Sebab selain melanggar kedaulan negara, masuknya kapal-kapal China itu sudah mengganggu kegiatan penambangan migas di perairan Natuna Utara.

“Ini bukan provokasi lagi, tapi melanggar kedaulatan negara dan mengganggu kepentingan nasional (national interest). Jadi Pemerintah melalui Menteri Pertahanan dan Menko Marves harus bersikap,” kata Mulyanto kepada Beritalima.com, Rabu (15/9) petang.

Mulyanto mempertanyakan peran Prabowo dan LBP selama ini terhadap pelanggaran yang terjadi. Sebagai Menhan harusnya Prabowo bersuara, bukan memuji kehebatan militer negeri tirai bambu. Begitu pula dengan LBP yang dikenal dekat dengan Pemerintah China.

Harusnya LBP membicarakan secara resmi. Bukan membiarkan sambil memberikan berbagai kemudahan datangnya ribuan tenaga kerja asing dari China. “Miris kita kalau Prabowo dan LBP diam. Sebab mereka berdua yang berwenang menentukan sikap resmi atas pelanggaran ini,” tegas Mulyanto.

Wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten itu menambahkan bagi bangsa Indonesia posisi perairan Natuna sangat strategis. Di sana sedang dilakukan eksplorasi dan eksploitasi migas dalam rangka mengejar target 1 juta barel minyak per hari (bph) di 2030.

Jadi, Pemerintah harus bisa memberi jaminan keamanan terhadap proses eksplorasi dan eksploitasi itu. “Kalau tidak, target 1 juta bph hanya angan-angan belaka. Jadi, sudah sepantasnya Pemerintah tegas mengusir kapal-kapal asing dari perairan kita. Apalagi ini sudah sampai menggangu upaya penambangan migas kita. Kita tidak boleh diam,” lanjut Mulyanto.

Untuk diketahui Badan Keamanan Laut (Bakamla) menyatakan kapal-kapal China di perairan Natuna Utara dekat Laut China Selatan kerap mengganggu aktivitas pertambangan kapal-kapal Indonesia. Bahkan ratusan hingga ribuan kapal China juga memasuki perairan Indonesia tanpa terdeteksi radar.

Kapal coast guard China dikabarkan mengganggu atau membayang-bayangi kerja daripada rig noble yang berbendera Indonesia di bawah Kementerian ESDM. “Pemerintah harus mendukung kerja pengawasan Bakamla ini. Jangan sampai keterbatasan kemampuan operasional yang ada membuat kita membiarkan berbagai gangguan dari kapal-kapal asing terhadap kedaulatan negara yang bahkan mengancam kepentingan nasional kita,” kata Mulyanto.

Blok Tuna merupakan wilayah Kerja migas lepas pantai Indonesia. Blok ini terletak di Laut Natuna di dekat perbatasan Vietnam, dengan kedalaman air sekitar 110 meter.mSecara signifikan, pengeboran ini didanai Zarubezhneft yang didukung Rusia. Pengeboran sumur Singa Laut-2 di blok Tuna dilakukan Premier Oil Tuna B.V. Tahun 2020 lalu, perusahaan ini telah mendapatkan partner baru yakni Zarubezhneft.

Zarubezhneft adalah perusahaan migas milik pemerintah Rusia yang dilaporkan mengakuisisi 50 persen hak partisipasinya melalui anak usahanya, ZN Asia Ltd. Akuisisi ini membuat Premier Oil berganti menjadi Harbour Energy. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait