SURABAYA, Beritalima.com|
Aksi demo tolak penyekatan Jembatan Suramadu yang dilakukan warga Madura pada awal Juni lalu dipandang anarkis oleh sejumlah pihak. Kendati demikian, Dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga (UNAIR) Dr. Siti Aminah M.A menuturkan bahwa emosi warga memuncak bukan tanpa sebab. Ia mengecap warga merasa kecewa atas kebijakan penyekatan tersebut.
“Secara kultural, warga sebetulnya bukan menolak penyekatan. Tetapi menolak cara dilakukannya penyekatan,” ujarnya dalam wawancara Jumat sore (25/6/2021).
Bagaimana tidak? Menurut warga, kebijakan terkait penyekatan kurang disosialisasikan. Alhasil, ratusan orang merasa dirugikan dan dihambat.
Dosen yang kerap disapa Aminah itu menuturkan, ia mengalami sendiri penyekatan Jembatan Suramadu pada hari pertama. Saat itu ia dalam perjalanan kembali ke Surabaya setelah melakukan beberapa riset di Madura.
Menurut Aminah, situasi kala itu sangat mengerikan. Ratusan kendaraan, mulai dari motor hingga bus berhenti mendadak di atas Jembatan sepanjang lebih dari 5 km itu.
“Saya sebagai salah satu yang terdampak kebijakan itu merasa kecewa. Saya tahu persis kondisinya. Saya dijemur di sinar matahari selama hampir 2 jam. Akhirnya bisa keluar Suramadu dengan menunjukkan KTP Surabaya,” ujar wanita asli Madura itu.
Meski telah menyertakan fasilitas kesehatan dalam pelaksanaan penyekatan, Aminah menyesalkan implementasi kebijakan yang kurang terkoordinir. Seharusnya penyekatan lebih dikoordinir dengan Pemerintah Kabupaten setempat.
Sementara dari perspektif biopolitik, Aminah memandang kebijakan penyekatan yang dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk membangun ketertiban dan kedisiplinan masyarakat di Madura.
Pemerintah juga memiliki kewajiban untuk menangani persebaran Covid-19. Salah satunya dengan membatasi pergerakan masyarakat.
Namun, agar warga tidak merasa dirugikan, maka aturan baru yang ditetapkan pemerintah juga perlu disampaikan secara baik-baik kepada semua masyarakat.
“Sosialisasinya harus melibatkan beberapa pihak dari masing-masing daerah di Madura, tidak bisa sendiri,” imbuhnya.
Akibat cara penyekatan itu, tegas Aminah, mentalitas masyarakat Madura down. Ia menyayangkan kelalaian pemerintah dalam merencanakan kejelasan koordinasi di tingkat operasional.
“Jangan hanya membuat kebijakan, tapi harus kita lihat juga siapa yg harus dilibatkan, bertanggung jawab terhadap apa,” sambungnya.
Pada akhir ia menekankan, aksi demo itu tidak ada kaitanya dengan kultur masyarakat Madura sama sekali.
“Siapapun kalau dirugikan atau dikecewakan pasti merasa tidak puas, kecewa, dan marah. Tapi kalau disampaikan baik-baik ya nggak,” tutupnya. (Yul)
Caption : DOSEN Ilmu Politik Universitas Airlangga Dr. Siti Aminah M.A.