Amankan Natuna Utara, TNI AL Perlu Bentuk Pasmar Ekspedisioner

  • Whatsapp

Jakarta, beritalimacom| Mengapa negara kita harus memiliki Pasukan Marinir (Pasmar), apa peran pentingnya bagi negara? Pertanyaan semacam ini perlu terus dijadikan uji-ulang (re-examination) perannya sebagai bagian dari kritik dan otokritik sejak tidak ada lagi naval campaign setelah Operasi Trikora (1963) dan pendaratan Pasmar (skala besar) purna Operasi Amfibi Pasmar 1 di Pantai Lautem dekat kota Dili (7/12/75).

Ini juga terkait dalam mengantisipasi berbagai skenario terburuk bila terjadi suatu hal di halaman terdepan kita, tepatnya di Natuna Utara, Provinsi Kepualaun Riau (Kepri), yang berdekatan dengan Kawasan Laut Cina Selatan (LCS). Di LCS ini penuh klaim/tumpeng tindih dari sejumlah negara terhadap wilayah tertentu. Dan sudah banyak informasi yang menyebut LCS memiliki kekayaan migas cukup besar.

Bacaan Lainnya

Di sinilah diperlukan sebuah tantangan bagi Pasmar dari TNI AL. Pasmar yang bersifat Ekspedisioner. Maksudnya, suatu Pasmar yang mampu dengan cepat, tepat dan professional digerakkan di semua daerah kepulauan Indonesia.

Namun harus diakui. Peran penting Pasmar masih dirasakan kurang maksimal, mengapa? Ini terjadi lebih dikarenakan kurang dipahaminya posisi idealnya dalam Pertahanan Negara Kepulauan oleh kebanyakan pemangku kepentingan. Konflik intensitas rendah pada aspek maritim dan penegakan kedaulatan atas daratan maritim merupakan faktor-faktor konstan yang muncul saat mengevaluasi keberadaan Korps Marinir.

Pasmar (Marine) mempunyai keunikan tersendiri yang membedakannya dengan Pasukan Angkatan Darat (Army) dikarenakan sifat penugasannya, yaitu sebagai pasukan (skala besar) yang diproyeksikan dari laut atau melintasi laut sehingga menuntut doktrin-doktrin (pembentukan, operasi, pelatihan dll), taktik, peralatan serta perlengkapan juga pelatihan yang spesifik.

Hubungan erat antara Pasmar dan Korps Pelaut dalam Matra TNI AL sebagai hubungan setara dan bersama (co -equal service) dalam pemenuhan tugas pokok TNI AL, merupakan kunci bagi pemenuhan kompetensi bagi Korps Marinir sebagai kekuatan yang diproyeksikan dari dan atau melalui laut.

Kita Negara Kepulauan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara geografis adalah Negara Kepulauan (Archipelago State) dan sudah diakui pula oleh PBB. Oleh sebab itu, model pertahanan negara sebaiknya disusun berdasarkan ke-Khasan kondisi geografis tersebut. Tetapi acap kali orientasi para pemangku kepentingan/kebijakannya lebih kepada Negara Daratan (continent state) dan ini suatu kekeliruan.

Model pertahanan negara Kepulauan menuntut Doktrin Pertahanan dan Strategi Pertahanan yang spesifik pula karena tanpa hal tersebut negara kepulauan tidak lebih dari zona-zona tidak bertuan yang bebas dimasuki anasir-anasir asing untuk kemudian menjalankan kepentingannya. Sering kali setelah terjadi pelanggaran atas wilayah kedaulatan nasional, baru kita tersadarkan bahwa pertahanan negara tidak hadir, seperti yang terjadi di Natuna Utara, Kepri.

Karena posisi geografi NKRI sangat strategis, maka diketahui lebih dari separuh lalu lintas kapal komersil dunia melalui jalur perairan wilayah Indo-Pasifik. Selat Malaka, misalnya, adalah salah satu jalur laut terpenting internasional menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan dilalui 25 persen jalur perdagangan dunia serta kira-kira 25 persen distribusi minyak. Pada bagian tersempitnya (sebelah selatan Singapura), lebarnya hanya 1,5 Mil laut saja, menjadikan Selat Malaka sebagai salah satu chokepoints terpenting dan strategis. Sepertiga distribusi LNG dunia melalui Selat Malaka menuju Laut Cina Selatan (dari Teluk Persia), Jalur LNG lainnya adalah melalui Asia Tenggara dan Oceania, di mana sebagian besar diimpor untuk Jepang dan Korea Selatan.

Terkait dengan hal itu, maka kepentingan nasional NKRI untuk aspek maritim harus didefinisi dan dielaborasi ulang untuk lebih mempertegas posisinya sebagai negara kepulauan. Ini sangat berhubungan dengan keberadaan Pasmar yang berkaitan langsung atas terjaminnya keamanan kepentingan nasional tersebut.

Pemetaan Potensi Ancaman Kemariniran

Pemetaan Potensi Ancaman Kemariniran Indonesi

Dalam peningkatan utilitas Pasmar bagi Negara Kepulauan, tentunya membutuhkan peningkatan kualitas dan
kuantitas personil dan materiil termasuk penambahan jumlah dan jenis alutsista. Jadi, Pasmar dituntut untuk
dapat meningkatkan efisiensi anggaran dan lebih kreatif inovatif. Karena kemampuan keuangan negara amat
terbatas. Sehingga, sudah menjadi rahasia umum di negara manapun anggaran untuk Pasmar dapat dipastikan
lebih kecil bila dibandingkan untuk army, navy dan airforce.

Embargo dan pembatasan-pembatasan atas penggunaan alutsista produk luar negeri merupakan gangguan
yang perlu dipikirkan sedari awal agar jangan sampai menjadi suatu kendala melemahkan atau lebih dari itu
melumpuhkan kekuatan Pasmar.

Untuk peningkatan peran dan fungsi Pasmar bagi pertahanan negara kepulauan seperti Indonesia agar terasa
lebih signifikan, maka rencana pengembangan (Developing Plan) harus disusun atas perencanaan strategis
(Defense Creator in Mind dan bukannya Defense Operator in Mind) untuk membentuk postur kemariniran
dengan pertimbangan faktor seperti di atas: ancaman-ancaman kemariniran, dimensi tantangan kemariniran,
kemampuan dari korps marinir ‘Counter Part” dan juga kemampuan keuangan negara.

Pasmar Ekspedisioner

Mencermati permasalahan kemariniran diatas, maka pola penempatan Pasmar saat ini berdasarkan atas struktur organisasi Pasmar sekarang yang sudah menjadi tiga divisi, yakni di Jakarta, Surabaya dan Sorong. Jika
Ini baru akan dikerahkan saat menghadapi operasi militer (perang/ selain perang) atau latihan (amfibi), maka pola pengerahan Pasmar (deployment) menjadi kurang signifikan.

Mengapa? Padahal untuk negara kepulauan dengan lebih dari 13.487 pulau besar dan kecil, luas daratannya mencapai 1.922.570 Km2 dan 3.257.483 Km2 adalah perairan, maka Penulis beranggapan deployment Pasmar seperti sekarang belum mencukupi.

Guna lebih meningkatkan peran Pasmar sebagaimana mestinya dan dirasakan manfaatnya bagi negara kepulauan seperti Indonesia dengan didorong oleh “Kepentingan-Nasional-Aspek-Maritim-nya”, sudah sepantasnya memiliki Pasukan Marinir Ekspedisioner.

Pasmar Ekspedisioner dalam konteks ini didesain sebagai pasukan bertugas over seas secara terus-menerus dalam kurun waktu tertentu, berkemampuan gerak secara nasional, dapat menjangkau luasnya daratan maritim nusantara. Inilah alasannya perlu dibentuk kekuatan Pasmar Ekspedisioner (Marine Expeditionary force) agar dapat bergerak terus menerus (nationalwide, bukan worldwide) menduduki area /daratan maritim tertentu dalam kurun waktu tertentu secara bergantian, guna mengatasi permasalahan kemariniran secara lebih “kontekstual, real time”, sebelum potensi-potensi ancaman tersebut menjadi benar-benar ancaman.

Adapun kekuatan gugus tugas ekspedisioner ini, menurut hemat penulis, cukup memadai untuk NKRI adalah setingkat satu batalyon, diperkuat baterai pertahanan udara, artileri dan lapis baja (armored) untuk masing- masing wilayah barat dan timur.

Ini pun harus didukung logistik sekurang-kurangnya untuk 30 hari kedepan dan diangkut oleh kapal-kapal laut juga wahana atas permukaan (kapal udara dan pesawat tilt rotor).

Dengan demikian efek penggentar Pasmar menjadi lebih terasa signifikan bagi negara kepulauan seperti Indonesia.

Pembanding Kesatuan

Berbicara Pasukan Marinir sulit sekali bagi kita untuk tak menyebut Korps Marinir AS atau United State Marine Corps (USMC). USMC adalah Korps Marinir yang sebenarnya karena setingkat dengan ukuran korps
seharusnya (sebutan Korps untuk kekuatan pasukan diatas Divisi).

Negara AS adalah negara yang merasakan pentingnya Korps Marinir untuk menjamin terlaksananya kepentingan nasional dan globalnya. USMC juga berhasil berkembang berbekal pengalaman dalam beberapa peperangan besar khususnya saat Perang Dunia II di medan perang Pasifik saat menghadapi Bala Tentara Kekaisaran Jepang dengan strategi lompatan dari pulau ke pulau (Islands Hoping).

Negara AS didorong oleh Global Interest-nya memiliki tiga Divisi Aktif Marine Expeditionaire Force (MEF) yang
dapat bergerak ke seluruh dunia (worldwide) dengan komposisi terkecilnya adalah Marine Expeditionaire Unit (MEU) setingkat batalyon berkekuatan 2.200 personil (dipimpin komandan berpangkat Kolonel. Diatasnya ada Marine Expeditionaire Brigade/MEB dipimpin komandan berpangkat Bintang 1 atau Bintang 2 dan diatasnya ada Marine Expeditionaire Forces/MEF dipimpin komandan Bintang 3 membawahi Satuan setingkat Divisi).

Pasmar ekspedisioner diproyeksikan dari laut ke daratan maritim dan merupakan bagian tak terpisahkan dari
suatu operasi kekuatan angkatan laut (naval campaign) yang melibatkan kontrol atas lautan (sea control) dan
kapabilitas kekuatan militer diproyeksikan dari suatu armada untuk mencapai tujuan-tujuan strategis.
Guna memenuhi tugas pokoknya secara berdaya-guna dan berhasil-guna, maka Pasmar memerlukan dukungan alutsista modern dan memadai disesuaikan dengan kemampuan yang diharapkan dan tantangan-btantangan yang akan dihadapi, meliputi wahana permukaan (Surface Platforms) dan wahana atas permukaan (Air Platforms).

Umumnya pasukan pendarat tentunya memerlukan kapal-kapal pengangkut sekaligus pendarat sebagai salah
satu alutsistanya. Untuk itu, industri perkapalan dalam negeri sudah punya cukup kemampuan merancang-
bangun jenis kapal-kapal angkut dan pendarat. Landing Platform Dock (LPD) juga dikenal sebagai Amphibious
Transport Dock adalah jenis kapal angkut pendarat amfibi seperti yang sudah dimiliki oleh TNI AL.

Pasukan Marinir (Pasmar) saat ini tidak saja dideploy menggunakan wahana permukaan (surface platform), tetapi juga melalui wahana udara (air platform) untuk mendapatkan kecepatan dan jangkauan pergerakan lebih mengungguli (superior).

Pesawat Angkut jenis Tilt Rotor merupakan bentuk evolusi dari kombinasi pesawat terbang dengan helikopter pesawat tilt rotor.

Menurut Penulis berpeluang dapat dirancang bangun oleh industri dirgantara dalam negeri. Keunggulan pesawat tilt rotor sebagai pesawat angkut adalah dalam kecepatan dan daya jelajah melebihi helikopter, namun dapat bergerak dan mendarat diwilayah terbatas seperti helikopter pada umumnya. Sehingga berguna untuk mobilitas pasukan marinir ke seluruh pelosok Nusantara (nationalwide) secara cepat. Meskipun membicarakan pesawat tilt rotor sulit tanpa menyebutkan Pesawat V-22 Osprey produksi AS, tetapi untuk membuat Pesawat V-22 Osprey cukup pantas sebagai pembanding keteknologian atas rancangan lokal.

Kapal Udara (Airship)

Teknologi kapal udara (airship bukan aircraft) bukanlah hal baru dan dapat dikembangkan menjadi alutsista potensial untuk digunakan sebagai model patroli dan pemantauan maritim melalui udara. Karena Kapal Udara dapat beroperasi secara berkesinambungan sampai beberapa hari di udara dan sangat berguna untuk patroli ZEE dan digunakan sebagai pergerakan pasukan di dalamnya (operasi amfibi dan anti teror aspek maritim).

Alutsista Kapal Udara berpeluang untuk dirancang bangun secara mandiri oleh industri dirgantara dalam negeri. Teknologi Kapal Udara unggul dalam hal sea endurance dibandingkan pesawat udara (dapat berharihari mengudara) dan dalam hal pengamatan laut (sea surveilance) lebih baik dari pada kapal laut karena pengamatannya dari ketinggian.

Kapal Udara Patroli Maritim

Jadi, keberadaan Pasmar jangan sampai membiarkan diri mereka terserabut dari akar ke-maritiman-nya sehingga kehilangan ke-unikan-nya dan menjadi duplikasi dari pasukan angkatan darat (army). Seperti halnya yang sudah digarisbawahi oleh Presiden Joko Widodo tentang Poros Maritim Dunia, maka saatnya sudah tepat untuk sekarang Korps Marinir menjadi kekuatan militer berbeda dengan matra lainnya dalam suatu angkatan bersenjata (TNI).

Berbeda dalam pengertian, doktrin ke-maritiman-nya harus terus melekat dan strategi pengembangannya diarahkan oleh doktrin pengembangannya (developing doctrine) yang khas tersebut.

Kekuatan angkatan laut secara umum dan kekuatan amfibi memiliki banyak manfaat dalam dunia militer modern saat kini dan mendatang khususnya bagi Pertahanan Negara Kepulauan, Sejak NKRI adalah Negara Kepulauan maka sudah dipastikan memiliki Kepentingan-kepentingan Nasional Aspek Maritim yang harus dapat dipertahankan.

Dalam hal menjaga kedaulatan di Natuna Utara misalnya, yang rawan berbagai pelanggaran dari kapa lasing masuk serta sebagai upaya antisipasi konflik di Laut Cina Selatan, maka keberadaan Pasmar Ekspedisioner menjadi sangar relevan dengan penempatan utama di Tarempa (Kabupaten Anambas) dan Ranai (Kabupaten Natuna). Sejumlah pulau berpenghuni dan kosong di sekitar Natuna Utara yang berbatasan dengan LCS, menjadi target utama pengawalan dan pengintaian Pasmar yang terus bergerak dengan dukungan alutsista memadai.

(M. Abriyanto, wartawan Beritalima.com)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait