Oleh: Saiful Huda Ems.
Entah apa yang diinginkan oleh SBY yang sebenarnya, yang terus membawa-bawa nama Presiden Jokowi terhadap konflik internal partainya (Partai Demokrat.pen). Konflik internal Partai Demokrat itu sangat nyata, dipicu oleh pemberontakan besar dan tak terbendung dari para kader-kader dan pendiri Partai Demokrat itu sendiri terhadap SBY dan AHY, hingga kemudian terjadi peristiwa yang sangat mengejutkan dan berlangsung begitu cepat: Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang !.
Pak Joko Widodo (Jokowi) sudah jadi presiden, ini berarti loyalitasnya terhadap Partai Politiknya (PDIP), serta Partai Politik lain yang mendukungnya atau koalisinya, sudah terputus dan beralih hanya loyal dan setia pada rakyat itu sendiri, apapun partai politiknya, apapun ormasnya. Sepanjang semua partai politik dan ormas itu setia pada Pancasila, NKRI dan mengakui Pemerintahan Jokowi yang sah, maka Presiden Jokowi pastilah akan mendukung semuanya.
Namun SBY Sang Mantan Presiden dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yang baperan ini, masih terus saja su’udzon, berburuk sangka pada Presiden Jokowi. Melalui anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, SBY mengirim surat ke Presiden Jokowi untuk curhat mengenai konflik internal partainya. Dan ketika surat itu tak dibalas, mulailah SBY dan AHY gencar menyudutkan Presiden Jokowi dan menuduh Presiden Jokowi telah ikut campur dalam persoalan internal partainya, meski tuduhan itu tidak dikatakannya secara tersurat melainkan tersirat. Itulah yang bisa kita baca dari pernyataan demi pernyataan SBY, AHY, EBY dan terakhir Bambang Widjojanto yang menjadi Kuasa Hukum Partai Demokrat AHY.
Tuduhan SBY dan AHY yang serampangan ini, tentu saja membuat para loyalis militan Jokowi yang tergabung di berbagai organ relawan pendukung Jokowi marah, dan satu persatu mulai mengeluarkan taring perlawanannya ke SBY. Mereka tidak menerima tuduhan demi tuduhan SBY yang dialamatkan pada Presiden Jokowi seputar konflik internal Partai Demokrat. Menariknya, mereka yang awalnya tidak mau tau soal konflik internal Partai Demokrat, terutama pada sosok Pak Moeldoko yang telah dengan beraninya terlebih dahulu menggilas Dinasti Cikeas SBY, kini menjadi turut serta memberikan dukungan penuh pada Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang, dan terutama memberikan dukungan politik penuh pada Pak Moeldoko, Ketua Umum Partai Demokrat terbaru yang juga merupakan Kepala Staf Presiden R.I.
Ini semua mungkin diluar dugaan SBY dan putra-putranya yang menguasai Partai Demokrat versi AHY. SBY nampaknya lupa, bahwa Pak Moeldoko itu selain mantan Jenderal empat, Mantan Panglima Perang (Panglima TNI), beliau itu juga pemikir, serta memiliki banyak jaringan politik dan aktivis, mulai dari Sabang sampai Meroke, dan sampai detik ini masih berbaris rapih menunggu komandonya. Maka tak heran, begitu Pak Jokowi dan Pak Moeldoko diusik oleh SBY, mereka geram dan siap-siap menerjang, memberikan perlawanan politik pada SBY.
SBY memang pernah menjadi Presiden dua periode, pernah punya banyak jaringan politik, namun SBY juga lupa bahwa itu sudah masa lalu. Olehnya marilah kita hayati puisi dari anak SBY Edhie Baskoro Yudhoyono ini:”Ada siang ada malam, mari kita selamatkan demokrasi !”. Ya, benar Mas Ibas, Demokrasi harus kita selamatkan di Republik Indonesia ini, dan itu harus dimulai dengan menggulingkan Dinasti SBY dari Partai Politik ! Sudah bukan lagi zamannya, satu keluarga semuanya menjadi penguasa Parpol, bukan? Bahkan dalam Partai Komunispun, kita tak akan pernah menemukannya, bapak dan anak-anaknya semuanya jadi penguasa satu Parpol dan menguasai Fraksi serta Banggar DPR RI di satu partai itu sendiri…(SHE).
Jakarta, 14 Maret 2021.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan politisi.