SURABAYA, beritalima.com | Pemerintah Kota Surabaya terus memaksimalkan fungsi dan kegunaan ambulans darurat untuk bayi yang bernama Ambulance Neonatal Emergency Transport System Surabaya (NETSS). Terbukti, dengan adanya ambulans ini angka kematian bayi yang baru lahir bisa ditekan hingga 0,7 permil.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Surabaya Yohana Sussie E menjelaskan ambulans NETSS ini sudah dioperasikan sejak tahun 2017 hingga saat ini. Sejak dioperasikan itu, ambulans yang ada di Rumah Sakit Soewandhi itu sudah mampu menekan angka kematian bayi. “Kekurangannya sekitar 0,7 permil, karena penyebab kematian itu bermacam-macam,” kata Yohana saat jumpa pers di Kantor Humas Pemkot Surabaya, Senin (13/5/2019).
Menurut Yohana, berdasarkan data yang dimiliki oleh Dinas Kesehatan, ambulans ini sudah menangani sebanyak 43 pasien bayi pada tahun 2017. Sedangkan pada tahun 2018, sudah menangani 30 pasien bayi. “Khusus untuk tahun 2019 hingga Bulan Mei ini, ambulans ini menangani 7 pasien bayi. Kami juga sangat bersyukur karena semua yang kami tangani selamat semuanya,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa pengadaan mobil ini memang untuk menekan angka kematian bayi yang ternyata cukup tinggi di Indonesia, termasuk di Surabaya. Ambulans NETSS ini merupakan ambulans satu-satunya di Kota Surabaya bahkan Indonesia sejak tahun 2017 lalu, karena peralatan yang ada di dalamnya sangat lengkap.
“Idenya mengingat angka kematian bayi baru lahir yang masih cukup tinggi, sehingga ambulans ini kami siapkan untuk bayi baru lahir yang mempunyai masalah dengan pernafasan. Nah ini perlu ada suatu penanganan khusus,” kata Yohana.
Sementara itu, Wakil Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan Rumah Sakit Soewandhi Rinche Pangalila mengatakan hingga saat ini Kota Surabaya baru memiliki satu ambulans khusus ini. Sebab, peralatan yang ada di dalam ambulans ini sangat lengkap, diantaranya inkubator beserta kelengkapan alat dan obat, ventilator beserta kelengkapan alat dan obat, peralatan dan obat untuk resusitasi bayi baru lahir termasuk jackson rees dan T piece resusiator, juga pacu jantung.
“Kami menyiapkan alat yang lengkap di ambulans itu, supaya bayi bisa mendapatkan penanganan yang optimal saat berada di dalam ambulans NETSS. Apa yang diperlukan bisa ditangani sebelum tiba di RS rujukan,” lanjut Rince.
Selain kelengkapan alat, Dinkes juga menyiapkan tenaga medis yang handal dan terlatih untuk menangani kedaruratan pada bayi. Bahkan, ia memastikan bahwa ambulans ini dioperasian oleh tim khusus yang sudah terlatih. Ia juga mengaku sudah berkali-kali melatih tenaga medis atau perawat yang ada di puskesmas atau rumah sakit swasta yang ada di Surabaya. “Jadi, kami bukan hanya menyediakan ambulansnya, tapi kami juga menyiapkan SDM khusus untuk menangani kedaruratan pada bayi. Sekali jalan, ambulans ini akan ada sopir, dokter, dan perawatnya yang sudah terlatih,” imbuhnya.
Kepala SMF Anak atau dokter spesialis anak di RS Soewandhi Radix Hardiyanto sangat mengapresiasi fasilitas ambulans ini. Sebab, dengan adanya ambulans ini bayi yang mengalami kedaruratan bisa terbantu.
“Ambulan itu luar biasa karena ada inkubator transport jadi mampu menjaga suhu tubuh bayi tetap stabil. Ventilator transport, kita punya tindakan bantuan nafas selama perjalanan. Dan itu tidak dimiliki oleh rumah sakit lain. Selama penjemputan kami memastikan mereka bisa bermafas dengan baik,” kata Radix.
Ia juga memastikan bahwa cara kerja ambulans ini tidak asal-asalan. Sebab, apabila ada bayi yang perlu dirujuk ke rumah sakit lain, maka dokter anak yang menangani akan menghubungi Rumah Sakit Soewandhi untuk mengantar penjemputan. Sebelum dilakukan penjemputan, bayi itu sudah harus dipastikan perawatannya dan sudah dipersiapkan untuk pemindahannya atau rujukannya.
“Bahkan, kami juga harus memastikan dulu akan dirujuk kemana. Setelah ada kejelasan, baru kami jemput dan rumah sakit itu harus menyiapkan bayi tersebut supaya aman untuk dipindahkan selama perjalanan,” kata dia.
Minimal, lanjut dia, bayi tersebut harus stabil pernafasannya dan bisa dikontrol selama perjalanan. Melalui sistem seperti ini, ia bersyukur banyak pasien bayi yang selamat karena peralatan yang ada di dalam ambulans itu sangat maksimal untuk melakukan perawatan. “Jadi, kami tidak asal-asalan, apalagi ini sekali jalan biayanya cukup tinggi, bisa mencapai Rp 2,5 juta hingga Rp 3 jutaan, tergantung tindakannya. Dan itu semua ditanggung oleh Pemkot Surabaya. Saya selaku spesialis anak sangat senang dan support inovasi ini,” pungkasnya. (*)