Amin Ak: Kebocoran Data Ancam Pertumbuhan Ekonomi Digital Indonesia

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Kasus kebocoran data kembali terjadi. Juli lalu terjadi kebocoran data 297 juta orang milik Badan Peengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, diduga terjadi kebocoran data publik yang terekam dalam aplikasi Electronic Health Alert Card (eHAC) Kementerian Kesehatan.

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Amin Ak prihatin dengan berulangnya terjadi pencurian data karena itu mengancam masa depan pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia.

“Ditengah boomingnya pemanfaatan e-commerce di Indonesia, terlebih lagi kita baru saja meratifikasi perjanjian e-commerce ASEAN. Lemahnya keamanan data di Indonesia merugikan konsumen dan mengancam masa depan perdagangan digital di Indonesia,” beber Amin Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Fraksi PKS di Komisi VI DPR RI ini.

Hasil survey We Are Social pada April 2021 menyebutkan, persentase penggunaan e-commerce Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia, 88,1 persen pengguna internet di Indonesia memakai layanan e-commerce untuk membeli produk tertentu beberapa bulan terakhir.

Wakil rakyat dari Dapil Provinsi Jawa Timur IV (Kabupaten Lumajang dan Jember) itu kepada Beritalima.com, Rabu (1/9) petang mengatakan, dia menyayangkan lambannya Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengambil langkah untuk menjamin data kependudukan.

Dalam kasus kebocoran data eHAC, BPJS Kesehatan, maupun kebocoran data sebelumnya, terungkap penyebab mudahnya pencurian data akibat kelalaian developer/vendor maupun lembaga atau perusahaan sebagai wali data yang terlibat dalam layanan aplikasi tersebut.

Merujuk pada penjelasan Noam Rotem dan Ran Locar peneliti situs peneliti siber, VPN Mentor terungkap, eHAC tidak memiliki protokol keamanan data yang andal. Akibatnya, sekitar 1,3 juta data pribadi pengguna eHAC di server mudah terekspos dan digunakan pihak lain.

Kelengahan dari developer ini bisa mengakibatkan pemilik akun e-HAC bisa menjadi target profiling dan penipuan dengan modus covid terutama, seperti telemedicine palsu maupun semacamnya. Kemenkes sebagai walidata juga seharusnya mengamankan server dan protocol akses ke system yang digunakan agar tidak sembarangan orang bisa masuk.

Lemahnya aturan hukum menyebabkan kelalaian pengelola sehingga terdapat kelemahan pada ketiadaan authentication sistem. Deteksi kelemahan ataupun kerawanan juga bisa dilakukan secara dini jika dilakukan pengecekan secara berkala.

“Ada masalah keamanan data serius yang dikumpulkan oleh lembaga publik. Krisis perlindungan data pribadi ini bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintah,” tegas Amin.

Karena itu, anggota Badan Legislasi DPR RI itu mendesak agar RUU Perlindungan Data Pribadi bisa disahkan dalam tahun ini juga. Jangan sampai krisis keamanan data pribadi merusak target pemerintah untuk menjadikan ekonomi digital menjadi salah satu motor pertumbuhan Produk Domestic Bruto (PDB).

Ada beberapa pasal krusial dalam RUU PDP diantaranya, kelalaian oleh pengelola data yang menyebabkan kebocoran harus dikenakan sanksi hukum tegas. Dan kelemahan dalam sistem keamanan data individu juga harus dianggap sebagai kelalaian.

Setiap pihak yang lalai yang dianggap tidak dapat melindungi data pribadi pengguna harus mendapatkan sanksi yang sangat besar dan denda hingga triliunan rupiah untuk menimbulkan efek jera dan kehati-hatian di masa depan.

“Isu penting lainnya adalah lembaga pengawas yang akan ditunjuk. Semestinya lembaga tersebut bersifat independen agar powerfull dan terbebas dari kepentingan,” demikian Amin Ak. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait