JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Komisi VI DPR RI, Amin Ak khawatir kenaikan volume impor besi dan baja bakal terus berlanjut sepanjang tahun ini.
Soalnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor baja pada semester pertama tahun ini meningkat 51,18 persen atau mencapai US$ 5,36 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Karena itu, wakil rakyat dari Dapil IV Provinsi Jawa Timur (Kabupaten Lumajang dan Jember) tersebut mendesak Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil langkah tegas dalam hal pengawasan serta penggunaan baja impor.
Dikatakan Amin, untuk mengatasi dampak negatif terhadap industri nasional, ketentuan mengenai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) khususnya besi dan baja seharusnya dipatuhi seluruh pelaksana pekerja konstruksi yang dibiayai menggunakan anggaran pemerintah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan APBD).
“Pengawasan bisa cara melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit pekerjaan-pekerjaan konstruksi yang dibiayai APBN, APBD dan BUMN agar program peningkatan TKDN dapat direalisasikan,” kata Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Fraksi PKS di Komisi membidangi Industri dan Perdagangan tersebut.
Lebih lanjut, Amin mengungkapkan, defisit neraca perdagangan baja saat ini sangat terkait dengan kualitas dan upaya perlindungan/proteksi terhadap produksi baja dalam negeri. Harga jual baja produksi Industri dalam negeri kalah bersaing dengan baja impor seperti baja asal China dan Vietnam. Baja impor asal China misalnya, harganya 28 persen lebih murah dibandingkan baja dalam negeri.
“Mengapa harga baja China lebih murah,” tanya Amin. Pertama, pemerintah China memberikan insentif berupa potongan pajak (tax rebate) bagi pengusaha yang melakukan ekspor yang besarnya mencapai 13-15 persen. Ekspor ini ditujukan kepada pengusaha yang mengekspor baja paduan (alloy). Baja paduan sendiri khusus yang biasanya digunakan untuk rel kereta api, komponen alat berat dan lain-lain.
Kedua, Pemerintahan Jokowi menerapkan kebijakan bebas bea masuk impor baja paduan karena Indonesia belum bisa memproduksinya. Ketiga, sebagian bahan baku industri baja di dalam negeri masih harus dipenuhi dari impor sehingga berdampak pada biaya produksi dan harga jual yang tinggi.
Saat ini industri baja dalam negeri terutama Krakatau Steel, papar Amin, mengimpor bahan baku industri baja berupa slab, billet dan bloom yang volumenya mencapai 3 juta ton.
Mengenai rendahnya daya baja lokal dari sisi kualitas, hal itu terkait erat dengan penguasaan teknologi yang tertinggal dibandingkan sejumlah negara produsen baja seperti China dan Vietnam.
Contoh, Krakatau Steel tidak mampu menghasilkan produk-produk baja engineering steel yang dibutuhkan sebagai bahan baku produk-produk bernilai tambah tinggi seperti otomotif, permesinan, pertahanan, penerbangan, pengeboran minyak dan peralatan-peralatan khusus. Jenis baja seperti itu, saat ini harus dipenuhi dari produk impor.
Selain itu, lanjut Amin, proteksi atau perlindungan produk baja dalam negeri masih lemah serta pengawasan terhadap impor baja juga lemah. Berdasarkan jenis, terdapat dua jenis baja yang digunakan di Indonesia, yakni baja kebutuhan konstruksi dan baja untuk teknik atau engineering. Jenis baja untuk kebutuhan teknik, saat ini lebih banyak digunakan untuk industri otomotif dan elektronika.
Akibat pengawasan yang lemah, banyak pengusaha yang memanfaatkan celah tersebut sehingga mereka mengimpor baja dengan dalih kebutuhan engineering seperti otomotif dan elektronika. Sebetulnya baja impor itu digunakan untuk proyek konstruksi.
Terkait dengan permasalahan itu, Amin menyampaikan sejumlah solusi. Pertama, memberikan insentif dan menerapkan bea masuk tinggi buat produk baja impor untuk melindungi produksi dalam negeri.
Kedua mengupgrade kemampuan teknologi industri baja dalam negeri agar kualitas produk yang dihasilkan tidak kalah dengan kualitas produk impor, bisa memenuhi kebutuhan dunia industri di dalam negeri.
Terkait penguasaan teknologi, itu juga mencakup kemampuan untuk memanfaatkan cadangan pasir besi yang besar di Pantai Jawa dan beberapa daerah lainnya.
Saat ini pasir besi itu belum bisa diolah karena belum dikuasainya teknologi pengolahan pasir besi menjadi baja.
“Ini bisa menjadi solusi untuk bahan baku yang saat ini belum bisa diproduksi di dalam negeri,” kata Amin.
Selanjutnya, wakil rakyat ini juga mendesak pemerintahan Jokowi untuk berkomitmen menekan biaya produksi dan biaya logistik agar harga jual produk bisa lebih murah.
“Terkait dengan kewajiban memenuhi porsi TKDN pada proyek konstruksi pemerintah pusat maupun daerah, efektif untuk mendorong produsen lokal masuk ke pengadaan barang jasa proyek pemerintah maupun BUMN,” demikian Amin Ak. (akhir)