JAKARTA, Beritalima.com– Badan Usaha Logistik (Bulog/Pesero) belum optimal menyerap gabah para petani di tanah air. Hal tersebut menjadi salah satu pemicu Pemerintah merencanakan untuk mengimpor beras satu juta ton.
Hal tersebut dikemukakan legislator Dapil IV Provinsi Jawa Timur, Amin Ak kepada awak media, Senin (15/3) petang menanggapi rencana Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mengimpor beras guna memenuhi stok beras nasional. “Saya menilai, Bulog belum optimal menyerap gabah petani.”
Fakta di lapangan, ungkap wakil rakyat di Komisi VI DPR RI membidangi Perdagangan dan Perindustrian tersebut, saat ini sedang panen raya. Dan, stok beras nasional lebih dari cukup.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), potensi produksi beras Januari-April 2021 mencapai 14,54 juta ton, meningkat 3,08 juta ton atau 26,84 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Akumulasi stok beras nasional sejak akhir 2020 hingga akhir Maret 2021 mencapai 15,01 juta ton.
Dengan kebutuhan beras triwulan pertama tahun ini 7,48 juta ton, akhir Maret 2021 ada cadangan beras 7,53 juta ton. Jika serapan gabah petani oleh Bulog optimal, stok beras di Bulog juga semestinya lebih dari 1 juta ton. “Agar optimal, Bulog harus memperbaiki kemampuannya menjangkau sentra-sentra produksi beras di berbagai daerah di tanah air,” ujar Amin.
Sebagai solusi, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut medorong Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) menjadi mikro Bulog sebagai rekanan dalam memperkuat ketahanan pangan sejak dari tingkat desa.
BUMDes, kata Amin, bisa mengambil peran aktif dalam pemulihan ekonomi nasional, termasuk membangun kemandirian pangan. “Selama kunjungan ke daerah pemilihan dalam rangka reses, saya banyak berdiskusi dengan para kepala desa. Dari diskusi itu terungkap, pengelolaan usaha Bumdes pada umumnya belum optimal. Padahal banyak potensi ekonomi desa yang bisa dikembangkan,” kata dia.
Menurut wakil Rakyat dari Dapil Jawa Timur IV Kabupaten Jember serta Lumajang tersebut, sebagai Mikro Bulog, Bumdes bisa menjadi rekanan dan menjadi “connecting point” antara petani dan Bulog. Bumdes bisa terlibat dalam pengadaan sarana pascapanen padi, misalnya membangun penggilingan dalam skala kecil guna menyerap gabah, menghasilkan beras berkualitas, sekaligus mengamankan stok beras sejak di level desa.
Sebagai mitra petani, Bumdes bisa meningkatkan kesejahteraan petani dengan cara membeli gabah petani dengan harga yang menguntungkan kedua belah pihak. Agar bisnisnya menguntungkan, meskipun skala desa, namun Bumdes harus bisa menghasilkan beras super premium dengan kemasan yang memenuhi standar tinggi.
Selain beras, Bumdes juga bisa menggarap komoditas lainnya terutama yang berkaitan dengan kebutuhan pokok rakyat. “Harus ada terobosan dari Bulog dengan cara memperkuat Bumdes sebagai penggerak ekonomi,” tegas Amin.
Karena itu, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tersebut mendukung percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) BUMDes untuk memperkuat perannya dalam memajukan perekonomian desa. Dia sepakat, UU No: 6/2014 tentang Desa tidak memberikan kejelasan pengaturan yang konstruktif terhadap BUMDes sehingga perlu diatur UU tersendiri.
“Pengembangan kerja sama BUMDes dengan pihak lainnya menjadi tidak mudah dilakukan terutama status badan usaha bukan badan hukum. Status yang tidak berbadan hukum tersebut, berpotensi menjadi persoalan terkait tumbuh kembangnya BUMDes dalam memenuhi peran sebagai lembaga sosial dan komersial,” ujar Amin.
Bumdes, lanjut Amin, harus didorong agar menjadi pemrakarsa gerakan dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama. Bumdes juga bisa menjadi ujung tombak peningkatan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum.
“Namun jangan lupa penerapan good governance dalam pengelolaan Bumdes. Penyimpangan pengelolaan modal baik aset maupun dana Bumdes harus dicegah sejak dini,” demikian Amin Ak. (akhir)