JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi XI DPR RI yang membidangi Perbankan dan Keuangan, Dr Anis Byarwati mengapreasiasi kinerja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait skandal melilit PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tersebut.
Skandal dibawah pemerintahan pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut cukup fantastis. Bahkan skandal PTJiwasraya jauh lebih besar dibandingkan dengan kasus Bank Century yang terungkap pada era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atau skandal Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) masa pemerintahan Megawati.
Politisi perempuan kelahiran Surabaya, 9 Maret 1967 tersebut yang dikutip Beritalima.com dari dpr.go.id, Minggu (12/1) mengatakan, kasus Asuransi Jiwasraya tidak hanya mengakibatkan perusahaan pertanggungan plat merah itu gagal bayar tetapi juga mengakibatkan kerugian keuangan negara lebih Rp 13,7 triliun. Kasus Bank Century dan SKL BLBI tak lebih dari tujuh triliun.
Dikatakan wakil rakyat dari Dapil Jakarta Timur ini, pemeriksaan yang dilakukan BPK RI semakin mengarah ke titik terang. BPK RI sudah mengumumkan hasil pemeriksaannya beberapa hari lalu.
Berdasarkan dua Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) yang dilakukan BPK 2010-2019 diungkapkan, penyebab gagal bayarnya Jiwasraya karena salah mengelola perusahaan. Pemeriksaan atas permintaan Komisi XI DPR RI dengan surat No: PW/19166/DPRXI/2019, 20 Nopember 2019, BPK didorong melakukan PDTT lanjutan yang nantinya akan membantu dalam proses penyelidikan.
“BPK sudah diminta khusus melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap kasus Jiwasraya. Temuan itu bakal menjadi sumber valid dan membantu penyelidikan lebih lanjut terhadap penyelidikan kasus Jiwasraya,” kata perempuan berhijab ini.
Salah satu temuan yang menyita perhatian lulusan S3 Program Doktor Ekonomi Syariah, Universitas Airlangga itu, diantaranya pembukuan laba semu yang dilakukan sejak 2006 melalui window dressing atau rekayasa akutansi, padahal perusahaan pelat merah tersebut sudah mengalami kerugian.
Itu semakin menjadi ketika Jiwasraya menjual produk saving plan dengan cost fund yang tinggi sejak 2013. “Temuan BPK menguatkan adanya penyimpangan. BPK juga sudah melakukan pemeriksaan pendahuluan 2018. Tentu ini akan berdampak signifikan, mengingat rentang waktu temuan BPK, tetapi masyarakat perlu mengetahui dengan benar dan dengan jelas mengenai kasus ini.”
Meski BPK masih terus bekerja sama dengan Kejaksaan Agung memproses penghitungan kerugian negara. Namun, Jaksa Agung belum menetapkan tersangka dalam kasus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini.
Anis mengatakan, setidaknya masyarakat dapat diberikan penjelasan terkait dengan kasus ini. “Setidaknya ada 5,5 juta nasabah Jiwasraya yang tidak dapat dipenuhi klaimnya, itulah yang jadi concern kita.”
Lebih jauh dikatakan, sekarang persoalannya sudah di depan mata, sehingga bagaimana Pemerintah bisa tawarkan solusi kepada masyakarat. “Temuan tersebut sudah menjadi rujukan yang valid dan akurat semoga bisa diselesaikan dengan kepala dingin dan pikiran yang jernih,” kata Anis.
BPK masih melakukan investigasi untuk memenuhi permintaan DPR RI dan menindaklanjuti investigasi pendahuluan. Dilansir dari berbagai sumber, BPK dan Kejagung berjanji akan mengungkap pelaku yang terlibat, institusi yang terlibat, dan angka pasti kerugian negara. (akhir)