Anis Ingatkan soal ‘Public Mood’ Yang  Bisa Berujung Ledakan Sosial

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Muhammad Anis Matta mengingatkan pemerintah untuk mendalami situasi emosional masyarakat atau public mood terkait kondisi pandemi Covid-19 saat ini.

“Temuan kita memang mengerikan. Takut, sedih, marah dan frustrasi dan kira-kira itu semua yang mendominasi emosi publik atau publik mood saat ini,” ujar Anis di Media Centre Gelora Indonesia, Taman Patra Kuningan Jakarta Selatan, Sabtu (10/7).

Wakil Ketua DPR RI Kordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Kokesra) 2009-2014 saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talks dengan tema ‘Marah dan Frustasi: Mengupas Emosi Publik di Tengah Pandemi yang disiarkan live di streaming Gelora TV dan Transvision CH.333.

 

Dalam diskusi hadir Direktur Eksekutif Lembaga Survei Median Rico Marbun, pengusaha dan relawan Kemenkes dr Tirta Mandira Hudhi serta Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia (UI), Prof Dr Hamdi Muluk.

Bila hal itu tak didalami, kata Anis, bisa saja semua ini akan berkembang menjadi ledakan sosial bahkan hingga krisis politik.

“Penting mencoba  mendalami situasi emosional publik agar kita bisa mengetahui apa yang bisa dilakukan secara lebih tepat, demi mencegah pandemi dan krisis ekonomi ini berkembang menjadi ledakan sosial, apalagi berkembang menjadi krisis politik,” tegas Anis.

 

Dengan mengetahui public mood diharapkan ledakan sosial tidak bakal berkembang menjadi ledakan sosial yang tidak terkendali.

“Jika ledakan sosial terjadi, akan membawa kita ke dalam krisis yang semakin susah untuk dikendalikan dan tidak ada satu juga yang mengetahui kapan berakhirnya.”

 

Rico Marbun mengatakan, situasi pandemi Covid-19 di Indonesia saat ini dinilai publik lebih parah dibandingkan tahun lalu. Akibatnya, publik tidak percaya Pemerintah, baik di pusat maupun di daerah.

“Mayoritas publik menilai kondisi Covid-19 semakin parah 49,7 persen, sama saja 29,3 persen, lebih baik 14,2 persen, tidak tahu atau tidak menjawab 6,8 persen,” papar Rico.

 

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Median meniilai, kasus Covid-19 semakin dekat dengan lingkungan sosial masyarakat. Beda hal dengan situasi tahun lalu.

Bahkan semakin banyaknya ucapan duka cita yang menghiasi dunia maya.

“Rasa-rasanya ini pula yang kita temukan di grup-grup Whatsapp, Telegram, itu setiap hari ada ucapan bela sungkawa, permohonan doa untuk segera sembuh,” kata dia.

 

Melihat kondisi saat ini, dr Tirta Mandira Hudhi mengaku hanya bisa pasrah. Sebab, tenaga kesehatan (nakes) sudah maksimal menangani Covid-19.

Namun, masih banyak masyarakat yang tidak percaya Covid-19 dan menolak divaksin, akibat masih adanya polarisasi politik.

“Pemerintah sekarang juga dalam kondisi bingung. Dikasih vaksin gratis ditolak, dikasih edukasi dibilang banyak omong. Emangnya yang protes-protes itu, punya solusi, nggak juga. Kalau ditanya mengenai kondisi saat ini, kita ya pasrah,” kata dia.

 

Namun, relawan Kementerian Kesehatan ini mengaku tetap memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya Covid-19, meski masih ada yang tidak percaya. Ia pun meminta agar para pejabat tidak sembarangan memberikan pernyataan soal Covid-19, karena akan memperburuk situasi dan keadaan.

 

Psikologi Hamdi Muluk dapat memahami kondisi psikologis masyarakat saat ini, akibat masih adanya bias politik sehingga ada perbedaan cara pandang dalam melihat Covid-19, ada yang menggunakan kacamata saintifik, politik dan agama.

 

“Tapi saya ingin mengatakan begini, semua orang panik sekarang ini, tetapi tetap harus ada orang yang menyalakan optimisme dan bersikap tenang. Pemerintah hendaknya meniru cara Singapura dan AS yang mulai beradaptasi dengan Covid-19, sehingga bisa dikendalikan” kata Hamdi.
Sebab, kata dia, bagaimanapun Covid-19 tidak akan bisa dihilangkan seperti Flu Spanyol atau Influenza yang sudah berabad-abad tetap ada.

“Kita harus realistis seperti Singapura berpikir masa depan. Kondisi pandemi diubah dalam kondisi endemi. Membentengi sebanyak mungkin komunitas dengan vaksin, kalaupun tertular dampaknya tidak berat, sehingga aktivitas normal bisa dilakukan kembali,” demikian Prof Dr Hamdi Muluk. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait