JAKARTA, Beritalima.com– Komisi XI DPR RI dalam Kunjungan Kerja Spesifik ke Jawa Barat akhir pekan ini berdialog dengan Gubernur, DPRD Provinsi Jawa Barat, Dirjen Pajak Kementerian Keuangan dan Kepala Kanwil Pajak.
Dalam dialog itu dibahas penerimaan negara berasal dari pajak daerah. Di kesempatan itu, anggota Komisi XI DPR RI, Dr Hj Anis Byarwati punya catatan dan pandanga terkait Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Anis meminta Gubernur Jawa Barat menyampaikan pendapat atau sikap Pemerintah Provinsi terkait PDRD yang masuk dalam beleid turunan UU No: 11/2020 tentang Cipta Kerja. Apalagi Proyek Strategis Nasional (PSN) sedang dilakukan di Jawa Barat. Dan, kepala daerah dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha di daerahnya.
Pemberian insentif fiskal yang sebelumnya ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda), dengan UU No: 11/2020 diubah menjadi diatur peraturan kepala daerah.
Pada kesempatan itu Anis menitipkan catatan, “Harus ada catatan, jangan sampai insentif fiskal ini hanya menyasar pengusaha atau korporasi besar tetapi justru menyebabkan ekonomi biaya tinggi bagi usaha kecil dan menengah di daerah,” ujar Anis.
Ketua DPP PKS bidang Ekonomi&Keuangan ini mengingatkan Pemerintah Pusat (Kemenkeu) secara cermat mengukur gap fasilitas PDRD terhadap potential lost penerimaan daerah sehingga, daerah mengukur ketahanan fiskalnya saat aturan itu diberlakukan.
Selain itu, jangka waktu pemberian fasilitas PDRD harus dicermati, sebab dalam beberapa PSN bisa memakan waktu hingga sepuluh tahun. Artinya, pemerintah pusat harus punya tolak ukur. Misalnya, PDRD diberikan hanya dalam masa tahap pembangunan.
Catatan Anis berikutnya terkait review atau peninjauan ulang tarif pajak dan retribusi daerah untuk program prioritas nasional yang tak melibatkan Pemda. Kondisi yang dipastikan akan langsung berdampak pada fiskal Pemda.
Anis berpendapat, peran pemda yang justru tidak banyak diatur dalam RPP harus diperhatikan. “Karena RPP PDRD mengharuskan pemda mengikuti ketentuan tarif PDRD yang ditentukan pemerintah pusat, dengan besaran yang diatur dalam peraturan presiden (Perpres),” kata doktor ekonomi syariah lulusan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini.
Selanjutnya, politisi senior ini mengingatkan bahwa tarif pajak daerah baru harus tetap mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi, dan kearifan lokal di masing-masing daerah. Kelesuan aktivitas ekonomi selama pandemi Covid-19 tentu ikut menekan penerimaan pajak dan retribusi daerah.
Namun, Pemerintah optimis pemulihan ekonomi akan terwujud di 2021. “Seiring dengan perkembangan itu, Pemda perlu bersiap dan beradaptasi dalam menyongsong arah kebijakan fiskal yang konsolidatif dalam fase pemulihan ekonomi. Terlebih, kondisi pelemahan ekonomi menunjukkan arti penting kemandirian fiskal daerah dalam membiayai pembangunan hingga jangka panjang,” demikian Dr Hj Anis Byarwati. (akhir)