Jakarta — Selepas lebaran biasanya masyarakat mengadakan halal bihalal. Namun jelang pemilu 2024, yang merupakan tahun politik yang tumbuh malah apa haram biharam dimana masyarakat mempergunjingkan capres atau tokoh politik dengan nada negatif.
”Yang menjadi pembicaraan ramai saat ini adalah soal calon presiden atau tokoh partai tertentu dengan isu negatif, ”kata Wakil Ketua MPR Arsul sani dalam diskusi Empat Pilar MPR dengan tema “Halal Bi Halal mampu Meperkuat Rasa Kebangsaan”, di Media Center MPR/DPR/DPD RI, Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen, Rabu (24/5/2023)
Sadar atau tidak saat inu sudah tumbuh hal haram biharam, dan bukan lagi halal bihalal. Hal ini bisa dilihat dan bukan dirinya saja yang mengalami, tapi sangat mungkin hampir semua masyarakat mengalami haram biharam.
“HP saya itu ada WA Groupnya. Ada sekitar 60-an, ada beberapa WA-G yang para membernya ini senang haram biharam,” katanya.
Menurut Arsul, sebagai haram biharam. Karena ada orang-orang atau kelompok yang pilihannya Ganjar Pranowo, Anies Baswedan dan Prabowo Subianto. Kemudian mereka biasa kalau posting, bukan kemudian mengangkat yang positif atau yang dianggap unggul dari apa yang menjadi jagoannya, tetapi yang diangkat itu adalah hal yang negatif, hal yang dipersepsikan jelek tentang capres lainnya yang dia tidak dukung.
“Itulah yang saya sebut mengapa sekarang ini dan saya kira dalam beberapa bulan ke depan, masih akan terus tumbuh ya situasi haram biharam,” katanya.
“Saya kira kita sebagai bagian dari elemen masyarakat yang sehat maka kita harus kembalikan. Apalagi kita menghadapi tahun politik. Artinya, kita harus bisa mengatakan masyarakat untuk kembali ke jalur yang halal bihalal,” pungkas Arsul.
Sementara itu Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. R Siti Zuhro MA., PhD., berharap tradisi halal bi halal mampu menjaga hubungan antar sesama. Karena itu, halal bi halal harus dimaknai sebagai satu contoh integrasi bangsa.
“Nuansa kebangsaan tidak boleh kering, itu saya terjemahkan dalam ilmu politik, agar jiwa nasionalisme itu senantiasa ada,” kata Siti Zuhro
Berbicara kebangsaan itu, menurut Siti, syarat dengan patriotisme, rasa kecintaan kepada negara bangsa ini.
Demikian juga bagaimana merasa memiliki atau menjadi ownership pada museum, perpustakaan, situs-situ bersejarah.
‘Ini menunjukkan betapa negara bangsa ini memiliki nilai peradaban yang juga tidak rendah. Kita punya katakan artefak, tidak hanya museum. Jadi ada kebanggaan terhadap peradaban yang sudah dibangun oleh para pendiri kita,” sebut dia lagi. (ar)