Oleh : H. ASMU’I SYARKOWI
(Hakim Pengadilan Agama Lumajang)
Kuliah subuh di suatu masjid itu menarik saya untuk memberikan komentar. Pertama, sebagai jamaah tentu saya senang bisa ikut berjamaah dan berikut mendapat siraman rohani. Kedua, adanya kultum yang terjadwal itu menjadi salah satu indikator tingginya kinerja takmir. Akan tetapi, kali ini, bukan itu yang perlu diberikan komentar, melainkan tema ceramahnya.
Tema ceramah pagi itu memang boleh terbilang sangat aktual. Tidak tanggung-tanggung, tema ceramah di masjid–dengan jamaah kecil akan tetapi rata-rata terdiri para kaum intelek–itu mengusung isu lintas negara yang sedang menyita perhatian penduduk dunia. Isu itu, tidak lain adalah soal Palestina yang sedang dibombardir pasukan udara Israel. Isu Palestina-Israel yang sedang berperang ini rupanya sudah menyita perhatian segenap manusia, tidak hanya muslim tetapi sudah mengusik rasa kemanusiaan setiap manusia lintas negara, suku dan agama.
Menyikapi nasib rakyat Palestina ini banyak ummat Islam Indonesia tampak sangat bersemangat. Mereka melakukan demo demonstrasi secara terbuka namun damai. Seraya mengibar-ngibarkan bendera Palestenina dan berbagai atribut yang biasa dipakai pasukan Palestina. Semangat mereka tidak hanya diwujudkan dalam betuk aksi damai melainkan diwujudkan dengan penggalangan dana secara masal. Aksi itu sontak mengundang reaksi pro dan kontra. Bagi yang sependapat pastinya didasari oleh alasan kemanusiaan.
Kita pun pasti merasakan kepedihan hati yang mendalam ketika menyaksikan ada gedung-gedung bertingkat dan rumah-rumah roboh hancur. Hati siapa yang tidak teriris ketika ada petugas megevakusi korban yang tertimpa runtuhan beton dan puing-puing bagunan lainnya. Betapa kita menyaksikan ada perempuan, anak-anak dan orang tua yang mungkin tidak tahu menahu urusan elite politik harus meregang nyawa di tengah reruntuhan puing-puing bangunan. Yang masih hidup pun harus kehilangan keluarga dan banyak pula yang harus menjalani sisa hidup dalam keadaan cacat permanen. Magnit itu pulalah yang menyebabkan seorang Ustadz Adi Hidayat (UAH) hanya dalam waktu tidak lebih seminggu (16-24 Mei 2021) telah mampu mengumpulkan 30 milyar lebih (Bisnis.com 24/05/2021).
Bagi yang kontra, mungkin mempertanyakan, mengapa kita harus menggalang dana untuk bangsa lain sementara masyarakat kita sendiri saat ini banyak yang masih memerlukan uluran kita. Banyak manusia sebangsa yang jangankan hidup layak, mendapatkan makanan layak saja masih banyak yang mengalami kesulitan. Apalagi, di saat berlangsung pandemi ini. Banyak yang semula hidup layak akibat pandemi harus terjerembab pada kemiskinan. Bukankah isu Palestina itu bukan urusan rakyat sipil tetapi sudah menjadi urusan politik negara tidak hanya Indonesia tetapi internasional? Singkatnya, kesulitan Palestina sudah banyak yang memikirkan sedangkan kesulitan bangsa kita tidak banyak yang memikirkan. Mungkin, dalam konteks ini, mengapa mantan Kepala BIN (Hendropriyono) sampai ‘berani’ mengatakan, bahwa urusan Palestina bukan urusan kita.
Akan tetapi, terlepas pro dan kontra tersebut, memang penggalangan dana dengan memakai isu Palestina masih menimbulkan magnet yang luar biasa. Bumbu-bumbu dalil agama yang disampaikan oleh sejumlah da’i dan para ustadz kondang menambah semakin kuatnya daya magnet tersebut. Rumah sakit mewah Indonesia di Gaza selama ini menjadi saksi bisu tetang batapa kuatnya magnet tersebut dan pastinya sampai hari ini. Akan tetapi, di balik semangat luar biasa berinfak untuk Palestina ada sejumlah pihak yang melontarkan ‘ide’, agar dana palestina tersebut diaudit. Terhadap ide tersebut, tampaknya ada sejumlah pihak yang berkomentar miring. Dan, yang berkomentar miring rupanya juga dilontarkan penceramah subuh di atas. “Ide itu mengada-ada”, katanya. Akan tetapi, benarkah usul audit dana Palestina itu mengada-ada?
Di era politik yang mendominasi praktik kehidupan berbangsa dan bernegara dan praktik demokasi yang semakin terbuka ini, siapapun boleh menaruh kecurigaan terhadap fenomena apapun. Tidak terkecuali, fenomena semangat penggalangan dana untuk Palestina ini. Audit tentu deperlukan dalam rangka menciptakan akuntabilitas publik yang ujungnya agar dana tersebut tepat sasaran sesuai maksud peruntukannya. Pada saat yang sama, audit diperlukan juga dalam rangka menyelamatkan para penggalang dana itu sendiri baik dari aspek moral maupun aspek hukum.
Kita tentu tidak ingin momen mulia ini justru disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan-kepentingan tersembunyi. Ibarat memancing ikan di air keruh, penderitaan rankyat Palestina juga rawan dijadikan momen mengeruk keuntungan finansial secara pribadi. Apabila hal ini terjadi, kerugiannya tidak hanya dialamai oleh para penyumbang akan tetapi lebih dari itu bisa menjadi penyebab hilangnya kepercayaan ummat (public trust) kepada lembaga-lembaga agama. Seperti yang selama ini sering terjadi, para aktor korup tersebut sering menggunakan momen-momen fenomemenal sebagai forum melaksanakan aksi culasnya.
Akan tetapi, dari sisi yang lebih luas, audit juga diperlukan dalam rangka memonitor lalu lintas keuangan agar tidak sampai jatuh ke tangan-tangan jahat yang justru akan mengganggu kepentingan keamanan negara kita sendiri, seperti seperti teroris yang sudah mengglobal dan karenanya menjadi musuh semua negara. Semoga tidak.