SURABAYA – beritalima.com, Cerita rebutan rumah Kertiari seluas 170 Meterpersegi di Kedung Kandang, Kota Malang antara Hengki Iriawan dengan Meily memasuki babak baru setelah Meily dibantu oknum Paspampres bersama-sama segerombolan LSM berhasil menguasai rumah yang menjadi obyek sengketa secara paksa, pada 4 Oktober 2021 lalu.
Teranyar, Hengki melalui kuasa hukumnya yang bernama David melaporkan Hika Transisia, pemilik akun Instagram bunghika ke Polresta kota Malang atas dugaan pencemaran nama baik dan Pasal 27 Ayat 3 Jo Pasal 45 Ayat 3 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Laporan tersebut sudah dilayangkan David pada 28 Oktober 2021 dan salah satu saksinya adalah Kapolsek Kedung Kandang, Kompol Yusuf.
“Saat itu Hika Transisia menyebut tim kami sebagai preman ‘ini semua preman, semua preman disini’ padahal kita semua advokat, yang dilengkapi Kartu Tanda Anggota (KTA), surat kuasa penunjukan tanggal 1 Juni 2021 dari klien kami, kita semua juga mempunyai Berita Acara Sumpah (BAS). Sebaliknya waktu itu Hika Transisia tidak bisa menunjukkan legalitas dia sebagai seorang advokat,” ungkap Advokat David di Apartemen Voila, Ciputra World, Jalan Mayjen Sungkono, Surabaya. Jum’at (29/10).
David mengatakan merasa keberatan dengan penyebutan seperti itu. Sebab menurutnya Profesi Advokat adalah profesi yang mulia dan terhormat atau officium nobile.
“Dia sudah melecehkan harkat dan martabat kami di depan orang banyak,” katanya.
David semakin merasa tersinggung sebab pada 10 Oktober 2021 Hika Transisia memposting penghinaan tersebut di Instagram miliknya dengan akun bunghika.
Dipostingan tersebut sambung advokat David, ada kalimat-kalimat yang mengatakan adanya aksi premanisme dan sekelompok preman telah berhasil dipukul mundur nyaris tanpa perlawanan yang berarti. Obyek sengketa bisa dikuasai kembali dengan muda dan para pelaku sudah dilaporkan ke Polresta Kota Malang dan Polda Jatim Dan bunghika berterimakasih atas rekan-rekannya yang dibawah, salah satunya dari Paspampres, dari Yonkav, dari Kostrad dan dari Ormas Pemuda Pancasila kota Malang.
“Jadi di akun ini ada Paspampres, Denpom Kostrad, Yonkav 3 dan Pemuda Pancasila. Disana ada jejak digital yang tidak bisa dihilangkan,” tandas David sambil menunjukan screnshot akun bunghika kepada awak media.
Sebelumnya, tutur Advokat David dalam kasus rumah di Kedung Kandang, Malang tersebut pihaknya juga sudah melaporkan Meily dengan Pasal 167 KUHP dan 385 KUHP dan hakim berinisial L dari PN Cibinong yang adalah kakak kandung dari Meily yang waktu itu datang, rencananya untuk melakukan mediasi baik-baik. Ternyata dia malah membawa sekelompok orang dan membawa polisi militer.
“Hakimnya juga sudah kita laporkan dengan Pasal 170 KUHP tentang Pengrusakan dan kita adukan ke Komisi Yudisial karena pada saat itu dia memakai atribut kehakiman, yang berati membawa institusinya untuk menakut-takuti,” tutur David.
Diterangkan oleh advokat David, kasus ini berawal pada tahun 2000 orang tua Meily yang bernama Kertiari menjual rumahnnya di Kedung Kandang kepada Mujahid Kolidi.
Setelah rumah itu dibeli, Mujahid Kolidi malahan dilaporkan sama Kertiari atas pemalsuan tanda tangan Akta Jual Beli ke Polresta Malang dan Mujahid Kolidi ditetapkan sebagai tersangka.
Tak terima dengan itu, Mujahid Kolidi melakukan upaya hukum lanjutan dengan meminta berkas pemalsuannya di Polresta Malang tersebut ditarik ke Polda Jatim.
Setelah tanda tangan dia diuji di Laboratorium Forensik (Labfor), oleh Polda Jatim dinyatakan bahwa tanda tangan Mujahid Kolidi identik.
Keberatan dengan hal tersebut, Kertiari melawan dan minta perkara itu ditarik ke Bareskrim Mabes Polri. Ternyata Bareskrim Polri menyatakan bahwa tanda tangan Mujahid Kolidi identik. Akhirnya Bareskrim Polri mengeluarkan SP3 terkait perkara Kertiari dengan Mujahid Kolidi tersebut.
Nah, merasa kesal lantaran tidak bisa menguasai rumah tersebut, akhirnya rumah di Kedung Kandang itu dijual Mujahid Kolidi ke Rimun. Saat dibeli sama Rimun, ternyata Rimun juga tidak bisa menguasai rumah itu.
“Singkat cerita setelah rumah itu dibeli Rimun di tahun 2015, Rumah tersebut dijual lagi oleh Rimun kepada klien kami yang bernama Hengki Iriawan pada tahun 2020. Sewaktu rumah itu dibeli oleh klien kami, Rimun mengatakan obyek tersebut masih disewakan dan minta waktu dua minggu pengosongan,” ungkap advokat David.
Menurut David, pelecehan terhadap profesi advokat ini bukan hanya menimpa dirinya saja, tapi juga dialami tiga rekan sejawatnya. Mereka adalah Siska Wulandari, Metya Janastu dan Krisdyansari Kuncoro. Ketiganya juga anggota Peradi.
“Tidak ada bukti yang lebih akurat dan terpercaya selain dari pengakuannya sendiri. Oleh sebab itu, kami tim kuasa hukum percaya dalam waktu dekat terlapor segera diperiksa dan ada penetapan tersangka atas postingan bunghika,” pungkasnya. (Han)