Oleh :
Mayor Inf Suwandi
Perwira Penerangan Komando Tugas Gabungan Terpadu Lombok
Musibah gempa bumi yang mengguncang Pulau Lombok, Sumbawa dan Sumbawa Barat beberapa waktu lalu telah menyisakan kenangan dan cerita yang mengharukan bagi seluruh masyarakat Nusa Tenggara Barat, khususnya bagi yang terdampak gempa. Kenangan sedih keluarganya menjadi korban bahkan ada yang meninggal dunia, rumah-rumah rusak berat bahkan roboh yang mengharuskan mereka tinggal di pengungsian.
Selain itu bencana menyisakan trauma yang mendalam bagi warga terutama anak-anak, tidak terkecuali trauma juga dialami oleh aparat keamanan TNI beserta keluarganya yang bertugas di Lombok, salah satunya yaitu Bintara Pembina Desa (Babinsa).
Kesedihan yang dirasakan masyarakat dirasakan pula oleh keluarga Babinsa. Saat terjadinya gempa bumi yang juga merobohkan tempat tinggalnya, mereka ditinggalkan suami untuk melaksanakan tugas menolong warga yang menjadi korban. Namun karena ketabahan sebagai seorang istri prajurit, mereka tegar walau tanpa ada suami mendampinginya dipengungsian tinggal bersama warga yang lain dengan beratapkan tenda dari terpal dan tidur beralaskan tikar.
Untuk meninggalkan keluarga dipengungsian dengan kondisi yang serba terbatas tentunya tidak mudah bagi setiap orang, tapi itulah yang harus dilakukan seorang Babinsa walaupun diri dan keluarganya turut menjadi korban. Mereka tetap semangat melaksanakan tugasnya, tak kenal lelah membantu warga binaannya yang terkena musibah dan memastikan mereka mendapatkan pertolongan.
Salah satunya yaitu Serka Ali (45) Babinsa Tegal Maja Koramil 1606-02/Tanjung menceritakan kisah awal mulai terjadinya gempa yang juga merobohkan rumahnya dan harus meninggalkan keluarga di pengungsian.
Menurutnya, saat itu tanggal 5 Agustus 2018 malam hari ia pergi untuk melaksanakan acara zikir bersama dirumah tetangga, namun dipertengahan jalan tiba-tiba terjadi gempa bumi dengan kekuatan yang cukup besar sehingga ia bergegas untuk kembali kerumah memastikan keluarganya selamat.
“Setiba dirumah anak istri saya sudah menangis dengan kondisi rumah yang sudah rusak berantakan dan gelap gulita karena listrik padam semua, kami semua berpelukan. Gempa pertama itu rumah belum roboh,” kenangnya.
Malam itu juga beredar informasi adanya tsunami sehingga seluruh warga panik, Pak Ali bersama keluarga dan tetangganya mengamankan diri ke tempat yang lebih tinggi, karena malam itu gempa terus menerus dan bertambah besar ia putuskan untuk bermalam di tempat tersebut.
Setelah keesokan harinya, ia bersama warga turun untuk melihat kondisi rumah masing-masing. Betapa sedih ketika melihat rumah tempat ia dan keluarga bernaung roboh rata dengan tanah, akhirnya saat itu pula bersama warga yang rumahnya juga rusak mendirikan tenda di sekitar rumah untuk tinggal sementara.
“Selanjutnya saya lapor kepada Danramil 1606-02/Tanjung Kapten Inf Anak Agung Rai Budiana dan saat itu dibantu anggota yang lain puing-puing rumah kami dibersihkan,” ujar pria tiga anak ini.
Walaupun rumahnya roboh, Serka Ali tetap melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Babinsa seperti biasa, satu hari setelah gempa ia berangkat menuju desa binaannya untuk membantu warga yang rumahnya rusak bahkan ada yang meninggal dunia. “Kami bersama-sama anggota Polri, Basarnas dan relawan lainnya menolong korban dan mendata rumah yang rusak, setelah itu berkordinasi terkait bantuan logistik untuk warga terutama yang berada di pengungsian, memastikan semua mendapat bantuan,” jelasnya.
Desa Binaan Serka Ali Tegal Maja, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara terdiri dari 11 Dusun 75 % mayoritas masyarakatnya beragama Budha dan hanya tiga Dusun yang beragama Islam. Sedangkan korban meninggal dunia akibat gempa sebanyak empat orang dan sudah mendapat santunan. Rumah yang mengalami rusak berat sebanyak 1.986 dan yang rusak sedang maupun ringan masih didata oleh Pemerintah Daerah. “Alhamdulillah semua warga sampai saat ini sudah tertangani tinggal meneruskan pembersihan puing-puing,” ungkapnya.
“Saya juga bersyukur kondisi keluarga juga sehat, saat ini kami sudah pindah dari pengungsian dan tinggal sementara diatas bekas rumah kami yang roboh dengan memanfaatkan puing-puing rumah yang masih bisa dipakai,” imbuhnya.
Berbeda dengan cerita Serka Ali, Sertu I Made Yuantara yang merupakan Babinsa Desa Malaka Koramil 1606-02/Tanjung memiliki kenangan yang lebih unik dan mengesankan.
Diceritakannya, tiga hari setelah istrinya melahirkan di RSAD Mataram, tiba-tiba pada Minggu pagi (29/07/2018) terjadi gempa dengan kekuatan 6,8 SR di Lombok Timur namun kekuatannya di wilayah Mataram tidak begitu besar dan seluruh anggota Koramil Tanjung waktu itu diperintahkan menuju Koramil 1606-03/Bayan untuk membantu, karena Kecamatan Bayan berdekatan dengan lokasi kekuatan gempa sehingga terkena dampaknya.
“Setelah melihat di desa binaan tidak terlalu terdampak, saya langsung menuju Koramil Bayan untuk membantu memasang pipa saluran air yang putus akibat gempa hingga kami menginap disana,” ungkapnya.
Selanjutnya pada Minggu malam tanggal 5 Agustus 2018 terjadi gempa ke dua, yang merupakan gempa terbesar dengan kekuatan 7 SR pusat gempa di Kabupaten Lombok Utara dirasakan guncangan keras hingga kota Mataram yang mengakibatkan masyarakat berhamburan keluar rumah. Malam itu masyarakat tidak ada yang berani tidur di dalam rumah bahkan ada isu air laut di Pantai Ampenan sudah mulai naik sehingga menambah kepanikan masyarakat.
“Saat itu keluarga juga panik dan rumah juga sudah retak cukup lebar, takut terjadi apa-apa malam itu juga saya mengungsikan istri dan anak kami yang masih bayi ke tetangga perumahan di BTN Pepabri. Selanjutnya saya malam itu juga melaporkan kepada Danramil untuk melaksanakan pengecekan ke desa binaan memastikan kondisi warga. Karena banyak rumah yang rusak berat akhirnya saya putuskan menginap di pengungsian warga, selain itu jarak rumah dengan desa binaan juga cukup jauh,” kenang Yuantara.
Menurutnya, usai gempa malam itu di desa binaannya tersebar isu pencuri ternak merajalela sehingga warga terprovokasi berkerumun di jalan raya melakukan sweeping, untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dan dirinya menghimbau warga untuk tidak main hakim sendiri.
Bersyukur kondisi saat itu bisa terkendali semua dan saat ini warga yang menjadi korban sudah di data untuk mendapatkan bantuan. Sekarang kami bersama-sama warga dan alat berat dari Zikon 13 terus bergerak membantu membersihkan puing rumah dan fasilitas umum lainnya hingga tuntas.
“Sedih rasanya kalau mengingat saat itu meninggalkan istri dan anak yang masih bayi, namun karena panggilan tugas itu harus saya lakukan, mengutamakan membantu masyarakat,” imbuhnya.
Saat ini kondisi istri dan anak Serka Made dalam kondisi sehat, namun karena masih trauma sementara masih tidur di tenda teras depan rumahnya dengan ditutup terpal dan triplek. “Sekarang kondisi warga di desa binaan saya secara umum sudah mulai membaik, dan saya lebih tenang bisa pulang ke rumah, menemani istri dan membantu merawat si kecil,” ujarnya.
Melihat perjuangan Babinsa yang tidak mengenal lelah dalam membantu masyarakat korban gempa di Lombok, Panglima Komando Tugas Gabungan Terpadu (Pangkogasgabpad) Rehabilitasi dan Rekonstruksi Lombok, Mayjen TNI Madsuni, S.E. memberikan apresiasi dengan membangunkan rumah hunian sementara bagi Babinsa yang rumahnya rusak berat, dengan harapan dapat menambah semangat Babinsa dalam melaksanakan tugasnya dalam membantu masyarakat.
“Dengan rumah hunian sementara ini harapannya saat bertugas mereka lebih tenang meninggalkan keluarga di rumah, dibandingkan dengan tinggal di tenda. Mudah-mudahan ini dapat mengurangi beban mereka,” ungkapnya.
Saat ini rumah hunian sementara sudah mulai dibangun, dari data yang ada jumlah rumah Babinsa yang mengalami rusak berat sebanyak 13 Unit, lokasinya tersebar di empat wilayah yaitu Koramil 1606-02/Tanjung, Koramil 1606-10/Bayan, Koramil 1606-10/ Gangga dan Koramil Batu Kliang Lombok Tengah.
Lombok, September 2018