JAKARTA, Beritalima.com– Sebagai pintu masuk dan keluar Nusa Tenggara Timur (NTT) dan wilayah sekitarnya, aktifitas Bandara El Tari, Kupang belakangan ini semakin padat dengan arus penumpang dan barang.
Karena itu, ungkap anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Bambang Haryo Soekartono sudah waktunya Bandar Udara utama di wilayah Timur Indonesia bagian Selatan tersebut dilakukan.
“Malah menurut saya, Bandar Udara El Tari harus segera ditingkatkan,” kata wakil rakyat dari Dapil I Provinsi Jawa Timur tersebut setelah bersama anggota Komisi V DPR RI lainnya melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) ke berbagai wilayah di NTT.
Dalam Kunker kali ini, Bambang bersama anggota Komisi V DPR RI lainnya meninjau Bandara International El Tari, Kamis (01/11). “El Tari merupakan bandara strategis. Bandara ini merupakan titik akhir wilayah Indonesia bagian selatan maupun timur. Letaknya di Kota Kupang,” kata Bambang.
Menurut laki-laki kelahiran Balikpapan, Kalimntan Timur, 16 Januari 1963 tersebut, El Tari harus dikembangkan menjadi bandara HUB atau pusat dari sebuah kawasan.
Dengan begitu, nantinya Bandara El Tari tidak hanya melayani penerbangan internasional maupun domestik kota-kota besar saja, tetapi juga bandara-bandara kecil yang ada di wilayah NTT seperti Kabupaten Ende, Maumere, Sumba dan wilayah kecil lainnya.
Soalnya, kata Bambang, wilayah NTT kaya akan destinasi wisata yang dapat menjadi tujuan wisatawan mancanegara maupun nusantara dalam mengisi liburan mereka.
Terminal Bandara El Tari harus ditingkatkan kapasitasnya dari 1,3 juta menjadi 2,8 juta penumpang per tahun. Demikian juga apron dibesarkan atau diperluas dari 12 menjadi 16 parkir stand.
Runway juga harus diperpanjang agar pesawat besar bisa mendarat dan take of. “Saya pikir, ini harus masuk dalam perencanaan jangka panjang karena memang sudah waktunya untuk dikembangkan,” kata dia.
Dikatakan, pengembangan bandara ini juga harus sejalan dengan mitigasi terhadap potensi bencana alam. Soalnya, Indonesia merupakan salah satu negara yang berada diwilayah ring of fire.
Karena itu, tidak tertutup kemungkinan Indonesia terkena gempa bumi dan tsunami seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) serta Palu, Sigi dan Donggala di Sulawesi Tengah.
“Saya pikir mitigasi terhadap potensi bencana alam itu perlu, karena lempengan yang ada di wilayah Indonesia itu melewati Kupang. Tentu kita tidak berharap akan datangnya musibah, namun kita harus tetap waspada terhadap musibah yang sewaktu-waktu tak bisa ditebak,” pesan Bambang.
Ditegaskan, mitigasi terhadap bencana juga akan melibatkan Basarnas dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). “Saya juga berharap simulasi terhadap bencana harus melibatkan penumpang, enam bulan atau setahun sekali. Ini diperlukan untuk mencegah jatuhnya korban jiwa,” demikian Bambang Haryo Soekartono. (akhir)