JAKARTA, Beritalima.com– Dalam merancang undang-undang, baik DPR RI maupun pemerintah selalu berlandaskan filosofi, sosiologis serta yuridis. Soalnya, ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang saling mengikat satu sama lain.
Tanpa ketiganya, jelas DPR RI, Bambang Soesatyo, Undang Undang (UU) yang dihasilkan bakal kehilangan ruhnya. “Para pakar dan praktisi hukum mempunyai kompetisi cukup untuk menelaah aspek yuridis dalam setiap pembahasan setiap Rancangan Undang Undang (RUU),” ungkap politisi senior Partai Golkar tersebut.
Itu dikatakan laki-laki yang akrab disapa Bamsoet ini saat menerima perwakilan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia UI) di ruang kerja Ketua DPR RI hari ini.
Karena itu, kata wakil rakyat dari Dapil VII Provinsi Jawa Tengah tersebut, sebagai mahasiswa hukum, kalian jangan lelah menimba ilmu baik itu di kampus maupun melalui ruang-ruang pembelajaran lainnya. “Masa depan UU maupun produk hukum berada di tangan kalian,” kata dia.
Dijelaskan, melalui pemikiran praktisi hukum diharapkan sebuah produk UU tidak menabrak UUD 1945. Pada sisi lain, berbagai ketentuan yang tercantum dalam UUD 1945 juga perlu ditafsirkan lebih lanjut para praktisi hukum.
Sebagai contoh, Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 berbunyi: ‘Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dipilih secara demokratis’.
“Konstitusi mengamanahkan, Pilkada dilakukan secara demokratis. Beda dengan Pilpres yang dengan lugas ditulis dipilih rakyat secara langsung sesuai Pasal 6A UUD 1945.
Artinya, kata Bamsoet, UUD 1945 membuka ruang buat kita semua untuk merumuskan lebih lanjut mekanisme penyelenggaraan Pilkada, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Lebih jauh dikatakan, penyelenggaraan Pilkada melalui DPRD bisa jadi merupakan hal yang demokratis. Karena sila ke-4 Panca Sila jelas menyebutkan ‘Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan’.
Artinya, sistem perwakilan juga merupakan bagian dari jati diri bangsa Indonesia. “Pilkada langsung atau tidak, semua dikembalikan kepada kesepakatan bangsa Indonesia yang dirumuskan wakilnya di DPR RI.”
Tentu, ungkap Bamsoet, akan ada perdebatan banyak kalangan mengenai apakah pemilihan tidak langsung itu bentuk lain dari demokrasi seperti tertulis dalam UUD 1945. Disinilah pentingnya ahli hukum menjelaskan lebih jauh.”
Bamsoet yang juga Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menaruh harapan besar agar kelak para mahasiswa hukum tidak hanya pandai dalam aturan soal hukum.
Namun, juga bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat agar senantiasa sadar terhadap hukum. Dengan demikian keamanan dan ketertiban masyarakat bisa terwujud.
Menurut Bamsoet, penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik harus didasarkan kepada pengaturan serta penegakan hukum. Hukum harus dijadikan panglima, bukan alat politik untuk mengelabui masyarakat.
“Sebagai kalangan yang mempelajari hukum, mahasiswa Fakultas Hukum punya peran besar menjaga dan menegakan hukum agar kita tak menjadi bangsa yang fasis, absolut dan represif,” demikian Bambang Soesatyo. (akhir)