MADIUN, beritalima.com- Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Madiun, Jawa Timur, melakukan sosialisasi tentang Perpajakan, saat digelar Bhakti Sosial Terpadu (BST) oleh Pemkab di Desa Sumbergandu, Kecamatan Pilangkenceng, Jumat 29 November 2018.
Menurut Kepala Bidang (Kabid) Pembukuan dan Penagihan Bapenda Kabupaten Madiun, H. Ari Nursurahmat, S.Sos, sosialisasi ini sengaja mentitikberatkan tentang pajak daerah.
“Jadi kita mengedukasi (memberikan pengetahuan) tentang pajak daerah kepada masyarakat. Tidak hanya pajak bumi dan bangunan (PBB), tetapi juga termasuk pajak AT (air tanah) dan sosialisasi ketertiban administrasinya,” terang H. Ari Nursurahmat, S.Sos.
Selain itu, lanjutnya, juga tentang pajak daerah lainya diluar PBB. Yakni pajak parkir, restoran dan hotel. “Ini dimadsudkan agar masyarakat Kabupaten Madiun sadar pajak. Karena pada akhirnya nanti uang pajak daerah yang dibayarkan oleh masyarakat juga kembali ke masyarakat,” ujarnya.
Saat ini, paparnya, banyak masyarakat yang belum tahu jika mereka adalah wajib pajak. Misalnya ada masyarakat yang membuka usaha warung makan dan laris serta omset penjualannya lebih dari dua juta rupiah, sudah harus menjadi wajib pajak daerah selaku pemilik restoran.
“Tapi selama ini, banyak yang belum tahu karena kita belum melakukan sosialisasi. Jadi moment ini dimanfaatkan Bapenda untuk mensosialisasikan pajak daerah untuk memberikan edukusasi kepada masyarakat. Itu tujuan kita. Termasuk sosialisasi tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),” tuturnya.
Selain itu, sosialisasi ini juga demi penggalian potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) agar visi misi Kabupaten Madiun dibawah kepemimpinan bupati-wakil bupati, H. Ahmad Dawami Ragil Saputro – H. Hari Wuryanto, yakni aman, mandiri, sejahtera, dan berakhlak, terwujud.
Untuk diketahui, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau yang lebih dikenal dengan singkatan
BPHTB, muncul saat seseorang memperoleh rumah. Sedangkan yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP).
Untuk besaran BPHTB, di tiap daerah bisa berbeda. Namun rata-rata sebesar lima persen dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Kalau NPOPKP tidak diketahui atau lebih kecil dari NJOP PBB, NJOP itulah yang dijadikan dasar penghitungan BPHTB.
Dalam BPHTB, ada yang namanya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Besaran NPOPTKP, juga berbeda-beda di setiap wilayah.
Sedangkan transaksi lain yang mewajibkan pembayaran BPHTB diluar pembelian rumah, antara lain hibah, hibah wasiat, warisan dan tukar menukar. (Dibyo).
Ket. Foto: Ari Nursurahmat.