Basarah : Negara Tidak Boleh Kalah dengan Mafia Tanah

  • Whatsapp

Jakarta — Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bersama Universitas Kristen Indonesia (UKI) selenggarakan seminar mencari solusi Memutus mata rantai Ekosistem Dan Episentrum Mafia Tanah. Mafia tanah dinilai sudah sangat meresahkan masyarakat. Korbannya bukan cuma rakyat kecil tapi juga pejabat negara.
H
”Mafia tanah ini sulit diberantas karena mereka bekerja secara teroganisir, terstruktur dan masif. Banyak kasus tanah yang tidak terdeteksi, ”kata Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah dalam. Sambutannya di hadapan mahasiswa program doktoral UKI di gedung parlemen, Selasa (14/12/2021).

Basarah mengutip beberapa kasus yang menimpa sejumlah artis, elit, petinggi kepolisian dan pejabat negara. Seperti Nirina Zubir, keluarga
mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal, Ibu Dhewi Rumiasa, istri dari Ajun Komisaris Besar Polisi Moch.
Made Rumiasa dan berbagai kasus mafia tanah lainnya.

”Jika anggota masyarakat dari kalangan tokoh atau elite masyarakat tersebut saja bisa menjadi korban mafia tanah, bagaimana dengan nasib rakyat biasa yang tidak punya akses
dan kemampuan berhadapan dengan mafia tanah,”kata Basarah.

Karenanya politisi PDI Perjuangan ini minta agar negara hadir untuk mengatasi persoalan tanah ini. Menurut Basarah, dalam aksinya mafia tanah ini melibatkan atau bersekongkol dengan aparat keamanan, oknum pejabat Badan Pertanahan Nasional, oknun Notaris dan penegak hukum di pengadilan. Sehingga dalam sengketa tanah ini rakyat menjadi pihak yang kalah.

”Kehadiran negara penting dalam upaya melindubgi segenap warganegaranya dan memberi kepastian hukum, ”kata Basarah.

Basarah mengutip data Badan Pertanahan Nasional yang menyebutkan, terdapat 242 kasus mafia tanah sejak tahun 2018 hingga 2021. Informasi tersebut ibarat fenomena puncak gunung es. Diduga masih banyak kasus mafia tanah yang tidak terdeteksi karena mafia

Menurut Basarah sebenarnya, hukum positif telah mengatur perbuatan pidana menyangkut kejahatan tanah.
Hanya saja, pasal-pasal tersebut tidak akan dapat dikenakan begitu saja dengan mudah karena pada kenyataannya, mafia tanah bersekongkol dengan oknum-oknum di lingkungan pemerintahan pusat dan daerah, oknum Notaris/PPAT hingga oknum aparat penegak hukum, hingga oknum di pengadilan.

Namun begitu, lanjut Basarah, memutus ekosistem dan episentrum mafia tanah harus dari hulunya. Jika hulunya tidak bisa ditembus oleh mafia, maka proses selanjutnya tidak akan bisa berjalan. Hulunya adalah bagaimana seluruh pemangku kepentingan di tingkat negara memiliki good will dan political will serta action untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi warga masyarakat pemilik tanah agar tidak menjadi mangsa para mafia tanah.

Salah satu pangkal pokok masalah tanah adalah pada administrasi pertanahan. Upaya Kementerian ATR/BPN yang hendak merevisi prosedur pendaftaran tanah patut didukung. Misalnya melalui digitalisasi dokumen tanah serta pembenahan peta pendaftaran tanah.

Basarah mengusulkan agar memberantas mafia tanah ini harus menjadi gerakan nasional yang
terstruktur dan terukur.

”Negara tidak boleh kalah apalagi
tunduk dan berkawan dengan mafia tanah,”tegasnya.

Sebaik apapun sistem yang dibuat, katanya, jika tidak didukung oleh
semangat penyelenggara negara/pelayanan publik yang baik dan profesional, maka mafia tanah akan tetap merajalela. Jadi kata kuncinya pada akhirnya terletak pada semangat para penyelenggara negaranya.

Sementara Ketua Program Studi Doktor Hukum UKI John Pieris mengaku heran dengan persoalan mafia tanah yang tidak pernah selesai. Dia heran meski sudah ada satgas antimafia tanah, persoalan mafia tanah belum ada titik terang.

“Laporan BPIP mengatakan 83% tanah dikuasai pengusaha pribumi 7% asing. Sisanya dimiliki rakyat. Ini berarti kedaulatan rakyat hilang. Karena itu, kita berharap seminar ini menghasilkan solusi strategis dan komitmen bersama untuk memerangi mafia tanah,” tandas John Pieris. (ar)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait