TULUNGAGUNG, beritalima.com- Berdirinya salah satu operator selular di tanah milik HR, di Dusun Sumberejo, Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, masih menjadi polemik beberapa warga.
Hal ini terkait kompensasi kepada warga sekitar. Pasalnya, ada warga yang tidak puas atas nilai kompensasi, karena nominalnya tidak sama atau ada kesan pilih kasih.
Ada yang menerima kompensasi ratusan ribu rupiah, tapi ada pula yang menerima jutaan rupiah. Bahkan ada warga yang sudah menerima, namun tidak mau tandatangan dengan alasan nominalnya sedikit. Karena itu, uang yang telah diterima, masih disimpan.
Tak hanya itu, salah warga, WT, yang rumahnya berada tepat di depan tower, belum mendapat kompensasi. Namun tidak bisa berbuat banyak karena pemilik tanah merupakan oknum perangkat desa setempat. Beberapa warga meminta, agar mereka dikumpulkan supaya ada kata sepakat.
Sementara itu, Kepala Desa Pelem, Muji Alam, mengatakan, semua yang terdampak pembangunan tower, harus mendapatkan kompensasi. Tapi juga harus memperhatikan radius rumah warga dengan tower.
“Yang mendapat kompensasi, nilainyd tidak harus sama. Tetapi harus adil dan merata. Dilihat dari jauh atau dekatnya dengan rumah warga. Semua harus dimaklumi demi kepentingan bersama,” ucap Muji Alam, Minggu (28/3) kemarin.
Diberitakan sebelumnya, pembangunan tower jaringan salah satu operator selular diatas tanah milik HR, di Dusun Sumberejo, Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, dikeluhkan beberapa warga.
Terutama tidak adanya pemberitahuan bahkan sosialisasi pun dilakukan terkesan banyak yang ditutupi.
Mengabaikan prosedur analisis dampak lingkungan (Amdal), namun pembangunannya terus berjalan seolah mengabaikan warga sekitar.
Bahkan tidak banyak yang tahu tower selular apa yang sedang dibangun. Karena masih belum aktif menunggu pemasangan listrik dan jaringan. Tower ini nantinya berfungsi memperkuat sinyal operator salah satu selular untuk wilayah Tulungagung bagian selatan.
Salah satu warga setempat, JN, menuturkan, dari awal pembangunan tower ini, selaku warga sekitar yang terdampak dan masuk radius keamanan, tidak pernah diajak bicara.
“Tiba-tiba datang material untuk pembangunan tower. Hanya segelintir dari kami yang mendapat kompensasi. Itupun tidak merata. Sehingga timbul kecemburuan sosial di sekitar tower,” ungkap JN, Minggu 28 Maret 2021.
Padahal jika melihat resikonya, lanjutnya, tidak menutup kemungkinan akan memakan korban jika ada bencana robohnya tower.
“Itupun juga tidak disosialisasikan sebelumnya oleh pemilik lahan kepada warga,” tandasnya.
“Kami semua dianggap orang bodoh dan mudah dikelabuhi. Sehingga apapun yang dia lakukan seolah tidak butuh penjelasan dan masukan dari kita semua,” pungkasnya. (Dst/editor: Dibyo).