SUMENEP, beritalima.com| Setelah melakukan sosialisasi dan edukasi selama sepekan di bulan September, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sumenep bersama Bea Cukai Madura menyita 2.551 bungkus rokok ilegal.
Penghimpun data dilakukan selama 8 hari terhitung sejak tanggal 5-8 September dan pada tanggal 12-15 September 2022.
Berdasarkan data yang dihimpun tim, dari 193 toko atau warung yang tersebar di 19 Kecamatan, ada 63 toko yang kedapatan menjual rokok ilegal.“
Dari 63 toko terdapat 104 merek rokok ilegal, itu kami data, termasuk titik koordinatnya kami catat juga untuk dilaporkan ke Siroleg (Sistem informasi rokok ilegal), dan itu gawenya bea cukai,” kata Kepala Satpol PP Sumenep, Ach Laily Maulidy. Jumat (07/10/2022).
Tim yang terdiri dari Satpol PP, Bea Cukai Pamekasan, Polres Sumenep, PMI, CPN, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Bagian Perekonomian, Dinas UKM dan Perdagangan dan Bagian Hukum Setkab Sumenep, melakukan operasi bersama dengan menyisir toko, distributor, penyedia jasa pengiriman swasta maupun BUMN.
Termasuk, lanjut Laili, pelabuhan pelindo 3 Kalianget sebagai akses menuju kepulauan dan terminal bus yang melayani angkutan luar kota.
“Dari 6 hari operasi, kami mendapati BB 47 merek rokok ilegal, sebanyak 2.551 bungkus atau 50.680 batang yang sudah dilakukan penyitaan oleh Bea Cukai Pamekasan,” urainya.
Pihaknya berharap, tindakan penindakan bisa memberikan kesadaran tentang konsekuensi jual barang kena bea cukai serta menimbulkan efek jera bagi distributor rokok ilegal.
Regulasi terkait sanksi peredaran rokok ilegal telah diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai yang berbunyi;
Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai dalam Pasal 29 Ayat (1) disebutkan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
(**)