Bertentangan Dengan Prinsip Pengelolaan SDA, La Ode Minta Kaji Ulang Draf RUU Minerba

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Ombudsman, La Ode Ida meminta pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR RI mengkaji ulang draf Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) yang salah satu isinya terkait dengan sentralisasi perizinan tambang mineral dan batu bara.

Jika sentralisasi perizinan tambang Minerba tersebut diwujudkan, ungkap La Ode kepada kepada awak media, Jumat (14/2), itu bertentangan dengan prinsip pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) berwawasan lingkungan.

Mantan Wakil Ketua DPD RI tersebut mengatakan, sentralisasi perizinan tambang Minerba bertentangan pula dengan hak-hak sosial ekonomi warga lokal sekaligus bertentangan dengan prinsip desentralisasi sebagai bagian dari agenda reformasi di negara ini.

La Ode yang semasa muda aktifis ini menduga usulan dalam RUU Minerba itu merupakan kolaborasi kepentingan dua pihak untuk mengeksploitasi dan menghancurkan SDA di Nusantara. “Mereka adalah aktor-aktor tertentu yang berkuasa di jajaran Pemerintah Pusat dan pebisnis besar termasuk pemodal asing seperti yang menjadi kecenderungan dalam beberapa tahun terakhir ini,” kata dia.

Dinilai, apabila sentralisasi perizinan tambang minerba dilakukan, para pemodal tidak perlu repot berurusan dalam berinvestasi mengeruk SDA untuk memperkaya diri, cukup berurusan dan memperoleh selembar kertas dari pejabat terkait di DKI Jakarta.

Karena itu, faktor kelestarian lingkungan berpotensi terabaikan, hak-hak masyarakat lokal dan kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) seperti tertuang dalam UU No: 23/2014 tentang Pemda niscaya tidak berguna lagi.
“Padahal seharusnya suatu kebijakan mempertimbangkan masa depan generasi mendatang, di mana kandungan SDA sejatinya menjadi modal atau sumber kehidupan mereka nantinya,” kata La Ode.

La Ode juga meminta para anggota DPR RI dan juga anggota DPD RI untuk menolak substansi RUU Minerba yang akan meniadakan hak-hak rakyat.
“Jangan karena alasan investasi, sehingga banyak pihak yang terancam kehilangan hak, menghilangkan modal generasi mendatang, dan berbagai dampak negatif lainnya,” ujar La Ode.

Sebuah produk hukum saat mau dibahas, lanjut La Ode, harus berdasarkan pertimbangan komprehensif, tak dipaksakan karena kepentingan kelompok penguasa tertentu.

Sebelumnya, DPR RI dan pemerintah mengesahkan Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-undang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba). Ketua dan anggota Panja terdiri atas 26 perwakilan Komisi VII DPR diketuai Bambang Wuryanto dari Fraksi PDI Perjuangan. Wakil pemerintah ada 60 orang dan diketuai Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono.

Panja itu, nantinya membahas mengenai Daftar Isian Masalah (DIM) dari RUU Minerba yang sudah dibuat oleh pemerintah. DPR mentargetkan kerja Panja selesai Agustus 2020.

Sementara itu, total masalah yang terinventarisasi dalam RUU Minerba 938. Dari jumlah masalah itu, pemerintah mengusulkan dua bab baru yakni pengubahan 85 pasal, dan 36 pasal. Dengan begitu, total pasal yang diusulkan pada Rancangan UU Minerba 121 pasal atau 69 persen dari total pasal UU Minerba No: 4/2009.

Sedikitnya ada 13 isu utama dalam revisi UU Minerba, yakni penyelesaian permasalahan antarsektor, penguatan konsep wilayah pertambangan, memperkuat peningkatan nilai tambah, dan mendorong kegiatan eksplorasi untuk penemuan deposit minerba.

Isu lainnya terkait pengaturan khusus tentang izin pengusahaan batuan, luas wilayah perizinan pertambangan, jangka waktu Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUP Khusus dan mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan UU No: 23/2014.

Masalah lainnya termasuk penguatan peran pemerintah dalam pembinaan dan pengawasan kepada Pemda, penguatan peran BUMN, kelanjutan operasi Kontak Karya/PKP2B menjadi IUPK, Izin Pertambangan Rakyat, dan tersedianya rencana pengelolaan minerba nasional. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait