Oleh :Prihandoyo Kuswanto·
Ketua Pusat Studi Rumah Pancasils
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika bisa ditemukan dalam Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular yang ditulis pada abad XIV pada era Kerajaan Majapahit. Mpu Tantular merupakan seorang penganut Buddha Tantrayana, namun merasakan hidup aman dan tentram dalam kerajaan Majapahit
Karya Mpu Tantular tersebut oleh para founding fathers diberikan penafsiran baru sebab dianggap sesuai dengan kebutuhan strategis bangunan Indonesia merdeka yang terdiri atas beragam agama, kepercayaan, etnis, ideologi politik, budaya dan bahasa. Dasar pemikiran tersebut yang menjadikan semboyan “keramat” ini terpajang melengkung dalam cengkeraman kedua cakar Burung Garuda.
Di negara yang beragam ini hendaknya dijauhi sikap hidup mau “menyeragamkan”. Kalau dipaksa diseragamkan, akan terjadi kondisi “menang dadi areng, kalah dadi awu” (menang akan menjadi arang, dan kalah akan menjadi abu). Artinya, hancur semua.
Oleh sebab itu didalam tatanegara yang berdasarkan Panca Sila tidak dikenal banyak-banyak suara , kalah menang , kuat-kuatan , minoritas mayoritas , pilsung , pilkada , semua serba di musyawarahkan untuk mendapatkan titik temu . Didaalam memilih sistem negara yang paling tepat untuk negara Indonesia telah dilakukan kajian-kajian oleh BPUPKI /PPKI sistem negara yang ada didunia ini , baik itu sistem Presidensial , Parlementer , maupun sistem Kerajaan , di kajian .The Founding fathers tidak memilih satu pun sistem yang ada tetapi menciptakan sendiri sistem bernegara yang bisa mewadahi Bhinneka Tunggal Ika , sistem itu di sebut sistem MPR . MPR lah wadah seluruh elemen bangsa , Kolektivisme , Kekeluargaan , Kebersamaan , Gotong royong .di MPR lah seluruh elemen bangsa merumuskan keingan-keinginan nya , merumuskan politik rakyat dengan Musyawarah Mufakat yang kemudian disebut GBHN , jadi GBHN Garis-garis -Besar Haluan Negara itu adalah wujud dari Bhineeka Tunggal Ika . Didalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara warga bangsa harus saling hormat -menghormati atar sesama anak bangsa , baik itu menghormati adat istiadat , suku, agama , bahkan didalam beragama negara menjamin setiap warga nya untuk beragama dan menjalankan ibadah nya dan semua itu di atur di dalam pasal 29 ayat 2 UUD 1945 .
Kita tidak boleh melecehkan adat Istiadat , Suku , Agama , sebab ada pepata “ Dimana bumi di pijak maka langit pun harus dijunjung “ arti nya kita harus menghormati adat istiadat yang ada di bumi Nusantara ini.
Rupa nya sejak amandemen UUD 1945 semua nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika sudah dihabisi senyampang Panca Sila sudah tidak menjadi Dasar bernegara .Pratek ketata negaraan kita telah dirubah dengan model Demokrasi Liberal , kekuasaan tidak lagi menjadi Rembukan , tidak lagi menjadi Musyawarah untuk mencari Mufakat , tetapi didasarkan atas kalah dan menang , banyak-banyakan suara , kuat-kuatan ,yang berujung Mayoritas dan Minoritas , yang Mayoritas yang banyak suara nya , padahal sudah sangat Jelas semua itu bertentangan dengan Panca Sila .
Bertentangan dengan Bhinneka Tunggal ika. Hari ini kita bisa menyaksikan banyak yang tidak mengerti apa itu Bhinneka Tunggal Ika , ada yang mengadakan Carnaval Bhinneka Tunggal Ika tetapi tidak paham apa itu Bhinneka Tunggal Ika , bahkan Presiden pada waktu keliling mengunjungi tentara elit dan Kepolisian mengatakan TNI harus menjaga Panca Sila dan Bhinneka Tunggal Ika , arti nya Presiden tidak mengerti bahwa sejak UUD 1945 diamandemen dan dijalan kan nya UUD 202 negara ini sudah bukan negara Panca Sila yang Ber Bhinneka Tunggal Ika .
Mengapa ? Jika negara ini masih mengunakan dasar bernegara nya Panca Sila maka cirikhas Negara Panca Sila yang tidak dipunyai oleh Sistem Presidensial , maupun Parlementer adalah :
Ada nya lembaga rakyat yang tertinggi mewadahi Bhinneka Tunggal Ika yang disebut MPR
Karema MPR adalah lembaga rakyat tertinggi maka Presiden adalah Mandataris MPR .
Adanya rumusan Politik Rakyat yang mengambarkan Bhinneka Tunggal Ika yang disebut GBHN .Oleh sebab itu Presiden harus menjalankan GBHN dan tidak boleh menjalankan Politik nya sendiri atau politik golongan nya .
Apa lagi petugas partai sebab presiden bukan presiden nya partai tertentu tetapi presiden nya seluru rakyat Indonesia .
Dimasa akhir dari jabatan Presiden harus mempertangungjawabkan sudah sampai mana GBHN dijalankan , dan jika Presiden menyeleweng dari GBHN maka Presiden bisa diturunkan , inilah bentuk kedaulatan rakyat yang sesungguh nya .
Kita bisa melihat sekarang ini karut marut nya ketatanegaraan kita karena tidak lagi berdasar pada apa yang telah menjadi kesepakatan bersama pendiri bangsa ini , kita sebagai bangsa telah dibodohi dengan amandemen UUD 1945 , padahal UUD 1945 itu adalah akte berdiri nya Negara Bangsa Indonesia , bisa kita bayangkan akte Pendirian Negara Bangsa di amandemen ibarat sebuah Perusahaan dirubah nya akte pendirian nya tanpa mengikut sertakan pemilik saham terbesar nya bukan nya ini tidak sah ?
Akibat perubahan itu pemegang saham bukan lagi pemilik Kedaulatan , Sebab Kedaulatan hanya Berada di tangan Rakyat yang dijalankan menurut UUD .
Kedaulatan Rakyat telah di bajak menjadi Kedaulatan milik partai Politik , Milik ketua Partai mengapa ? mari kita tenggok adalah calon DPR,DPRD, Presiden , Gubernur , Bupati , Walikota , tanpa persetujuan ketua partai ? tidak mungkin karena kedaulatan berada ditangan rakyat maka rakyat hanya memilih apa yang sudah dipilih oleh ketua partai , bahkan bisa jadi pilihan mayoritas anggota partai kalah dengan pilihan ketua Partai ,tergantung WANI PIRO …………………..???
Sebuah catatan Sidang BPUPKI .
Toean-toean dan njonja-njonja jang terhormat. Kita telah menentoekan di dalam sidang jang pertama, bahwa kita menjetoedjoei kata keadilan sosial dalam preambule. Keadilan sosial inilah protes kita jang maha hebat kepada dasar individualisme.
Tidak dalam sidang jang pertama saja telah menjitir perkataan Jaures, jang menggambarkan salahnja liberalisme di zaman itoe, kesalahan demokrasi jang berdasarkan kepada liberalisme itoe.
Tidakkah saja telah menjitir perkataan Jaures jang menjatakan, bahwa di dalam liberalisme, maka parlemen mendjadi rapat radja-radja, di dalam liberalisme tiap-tiap wakil jang doedoek sebagai anggota di dalam parlemen berkoeasa seperti radja.
Kaoem boeroeh jang mendjadi wakil dalam parlemen poen berkoeasa sebagai radja, pada sa’at itoe poela dia adalah boedak belian daripada si madjikan, jang bisa melemparkan dia dari pekerdjaan, sehingga ia mendjadi orang miskin jang tidak poenja pekerdjaan. Inilah konflik dalam kalboe liberalisme jang telah mendjelma dalam parlementaire demokrasinja bangsa2 Eropah dan Amerika.
Toean-toean jang terhormat. Kita menghendaki keadilan sosial. Boeat apa grondwet menoeliskan, bahwa manoesianja boekan sadja mempoenjai hak kemerdekaan soeara, kemerdekaan hak memberi soeara, mengadakan persidangan dan berapat, djikalau misalnja tidak ada sociale rechtvaardigheid jang demikian itoe?
Boeat apa kita membikin grondwet, apa goenanja grondwet itoe kalau ia ta’dapat mengisi “droits de l’homme et du citoyen” itoe tidak bisa menghilangkan kelaparannja orang jang miskin jang hendak mati kelaparan.
Maka oleh karena itoe, djikalau kita betoel-betoel hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeloeargaan, faham tolong-menolong, faham gotong-royong, faham keadilan sosial, enjahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dari padanja.
Marilah kita menoendjoekkan keberanian kita dalam mendjoendjoeng hak kedaulatan bangsa kita, dan boekan sadja keberanian jang begitoe, tetapi djoega keberanian mereboet faham jang salah di dalam kalboe kita.
Keberanian menoendjoekkan, bahwa kita tidak hanja membebek kepada tjontoh2 oendang2 dasar negara lain, tetapi memboeat sendiri oendang2 dasar jang baroe, jang berisi kefahaman keadilan jang menentang individualisme dan liberalisme; jang berdjiwa kekeloeargaan, dan ke-gotong-royongan.
Keberanian jang demikian itoelah hendaknja bersemajam di dalam hati kita. Kita moengkin akan mati, entah oleh perboeatan apa, tetapi mati kita selaloe takdir Allah Soebhanahoewataala. Tetapi adalah satoe permintaah saja kepada kita sekalian: Djikalau nanti dalam zaman jang genting dan penoeh bahaja ini, djikalau kita dikoeboerkan dalam boemi Indonesia, hendaklah tertoelis di atas batoe nisan kita, perkataan jang boleh dibatja oleh anak-tjoetjoe kita, jaitoe perkataan: “Betoel dia mati, tetapi dia mati tidak sebagai pengetjoet”.
Soepomo IIN :
1.“Negara, jang – begitoe boenjinja – negara jang melindoengi segenap bangsa Indonesia dan seloeroeh toempah darah Indonesia dengan berdasar persatoean, dengan mewoedjoedkan keadilan bagi seloeroeh rakjat Indonesia”. Ini terkandoeng dalam pemboekaan.
Tadi soedah saja katakan, oleh karena itoe kita menolak bentoekan negara jang berdasar individualisme dan djoega kita menolak bentoekan negara sebagai klasse-staat, sebagai negara jang hanja mengoetamakan satoe klasses, satoe golongan, oempamanja sadja, negara menoeroet sistem sovjet, jang ada sekarang, ialah mengoetamakan klasse pekerdja, proletariaat, klasse pekerdja dan tani, – itoe jang dioetamakan, maka itoe poen kita tolak dengan mengerimanja pemboekaan ini, sebab dalam pemboekaan ini kita menerima aliran, pengertian negara persatoean, negara jang melindoengi dan melipoeti segenap bangsa seloeroehnja. Djadi negara mengatasi segala golongan, mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Akan tetapi negara, menoeroet pengertian di sini, menghendaki seloeroehnja, seloeroeh rakjat. Itoe satoe hal jang haroes tidak boleh tidak kita loepakan.
2.Tadi soedah dioeraikan oleh Ketoea Panitia Penjelenggara Oendang-oendang Dasar, negara kekeloeargaan jang berdasar atas hidoep kekeloeargaan dan boekan sadja hidoep kekeloeargaan ke dalam, akan tetapi djoega keloear. Di sini telah termaktoeb dalam pemboekaan negara jang menimboelkan hidoep kekeloeargaan Asia Timoer Raja. Djadi dengan ini, dengan menerima ini, kita djoega menerima aliran pikiran jang akan membentoek negara jang berdasar atas kekeloeargaan, tidak sadja terhadap kepada keloearga negaranja, akan tetapi terhadap keloear, jaitoe kita sebagai anggota dari persaudaraan bangsa-bangsa dalam lingkoengan Asia Timoer Raja. Dengan inipoen kita insaf kepada kedoedoekan Indonesia sebagai negara dalam lingkoengan Asia Timoer Raja.
3. Pokok jang ketiga jang terkandoeng dalam pemboekaan, ialah negara jang berkedaulatan rakjat, berdasar kerakjatan dan permoesjawaratan perwakilan. Itoe pokok jang terkandoeng dalam pemboekaan. Oleh karena itoe sistem negara jang nanti akan terbentoek dalam oendang2 dasar djoega haroes demikian berdasar atas kedaulatan rakjat dan berdasar atas permoesjawaratan perwakilan. Memang aliran-aliran ini sesoeai dnegan sifat-sifat masjarakat Indonesia jang pada waktoe persidangan Dokuritsu Zyumbi Tyosakai pertama djoega soedah saja oeraikan di sini.
4.Pokok pikiran jang ke-4, jang terkandoeng dalam pemboekaan, ialah negara berdasar kepada ke-Toehanan, menoeroet dasar kamanoesiaan jang adil dan beradab. Oleh karena itoe, oendang-oendang dasar haroes mengandoeng isi jang mewadjibkan pemerintah dan pemerintah negara d.l.l. penjelenggara negara oentoek memelihara boedi-pekerti kemanoesiaan jang loehoer dan memegang tegoeh tjita-tjita moraal rakjat jang loehoer.
5.Aliran pokok pikiran jang ke-5 dalam pemboekaan, ialah negara Indonesia memperhatikan keistimewaannja pendoedoek terbesar dalam lingkoengan daerahnja, ialah pendoedoek jang beragama Islam, oleh karena di sini dengan begitoe terang dikatakan, negara berdasar kepada ke-Toehanan dengan kewadjiban mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeloek-pemeloeknja.
Dengan itoe negara memperhatikan keistimewaannja pendoedoek jang terbesar, ialah jang beragama Islam sebagai kemarin dengan pandjang lebar djoega telah dioeraikan dan sesoedahnja toean Abikoesno berpidatoe, sidang dewan boelat moefakat, tentang pasal ini.
Perkataan-perkataan ini hasil dari gentement agreement, dari 2 golongan jang dinamakan golongan kebangsaan dan golongan agama.
Oleh karena itoe pasal ini haroes kita pegang tegoeh. Artinja soedah kita kompromis, soepaja kita dapat mempersatoekan kedoeanja. Kemarin djoega, gentlement agreement itoe berarti memberi dan menerima, tetapi atas dasar kompromis itoe, gentlement agreement itoe, kedoea-doea pihak tidak boleh menghendaki lebih daripada jang dikompromis. Sebab kalau begitoe, melanggar kepada dasar kemanoesiaan jang telah kita terima dan dasar keoetamaan jang kita telah terima dalam pemboekaan.
Dalam panitia sebetoelnja panitia malah bertindak lebih daripada hanja kata-kata jang dalam pemboekaan ini. Panitia, maka termasoek anggota-anggota baik dari golongan Islam jaitoe Kjai Wachid Hasjim dan Agoes Salim dan djoega wakil-wakil dari golongan lain jang tidak golongan Islam misalnja toean Latuharhary, Maramis djoega ada di sitoe. …………….. Majelis Permusyawaratan Rakyat .
Soepomo IIN : ……………… “Negara Indonesia ialah negara kesatoean jang berbentoek republik”. Dan ajat 2 ialah mengandoeng isi pokok pikiran kedaulatan rakjat: “Kedaulatan adalah di tangan rakjat dan dilakoekan sepenoehnja oleh ……”, jaitoe jang kami toelis “Medjelis Permoesjawaratan Rakjat”. Kedaulatan rakjat adalah di tangan rakjat.
Artinja rakjat itoe berpengertian sebagai pendjelmaan rakjat tadi, ialah panitia perantjang menjeboet “Madjelis Pemoesjawaratan Rakjat” itoelah sebagai pendjelmaan rakjat.
Djadi dengan lain perkataan “Madjelis Permoesjawaratan Rakjat” ialah penjelenggara negara jang tertinggi.
Oleh karena, itoe pendjelmaan rakjat sendiri, pendjelmaan seloeroeh rakjat. Dan oleh karena itoe djoega jang dikehendaki oleh panitia, madjelis permoesjawaratan rakjat itoe hendak dibentoek sedemikian, sehingga betoel2 seloeroeh rakjat mempoenjai wakil di sitoe.
Tentang soesoenannja, tentang bentoeknja, itoe terserah kepada oendang-oendang, hanja panitia mengoesoelkan satoe dasar, ialah jang termasoek dalam pasal 17 ajat 1: “Madjelis Permoesjawaratan Rakjat terdiri atas anggota2 dewan perwakilan rakjat ditambah dengan oetoesan2 dari daerah2 dan golongan2 menoeroet atoeran2 jang ditetapkan dengan oendang2”.
Djadi dengan pasal ini, dengan ajat ini, panitia berkejakinan, bahwa seloeroeh rakjat, seloeroeh golongan, seloeroeh daerah2 akan mempoenjai wakil dalam Madjelis Permoesjawaratan Rakjat itoe, sehingga madjelis itoe memang dapat dianggap sebagai betoel2 pendjelamaan rakjat, jang memegang kedaulatan rakjat.
Soedah tentoe badan jang begitoe besar tidak bisa dan djoega tidak perloe bersidang saban hari. Maka badan jang begitoe besar menoeroet ajat 2 daripada pasal 17, ialah bersidang sedikit-dikitnja sekali dalam 5 tahoen di iboe kota negara.
Sedikit-dikitnja sekali 5 tahoen, djadi kalau perloe itoe dalam 5 tahoen tentoe boleh bersidang lebih dari satoe kali. Dan apa pekerdjaannja ialah termasoek dalam pasal 18: “Madjelis Permoesjawaratan Rakjat menetapkan oendang2 dasar dan garis besar daripada haloean negara”. Oleh karena Madjelis Permoesjawaratan Rakjat itoelah jang memegang haloean rakjat jang memang mempoenjai kekoeasaan tertinggi jang tak terbatas.
Maka moedah selajaknja Madjelis Permoesjawaratan Rakjat jang akan menetapkan oendang2 dasar dan garis2 besar daripada haloean negara, dan madjelis ini bersidang 5 tahoen sekali sedikitnja, djoega kita mengingat dinamik, kehidoepan, toemboehnja masjarakat. Djadi sekali dalam 5 tahoen itoe, sesoedahnja 5 tahoen soedah tentoe rakjat atau badan permoesjawaratannja ingat, apa jang terdjadi dan aliran apa di waktoe itoe, dan apa haloean jang baik oentoek di kemoedian hari. dan jika perloe soedah tentoe akan merobah oendang2 dasar.
Jadi dengan demikian kita bisa mempelajari aliran pemikiran yang dibangun oleh The Founding Fathers republik ini dalam merancang UUD 1945 . dengan dasar Kolektivisme sebab sistem ini justru menjadi anti tesis dari Individualisme liberalisme yang melahirkan kolonialisme .
Para Komprador dan Blandits serta para pengecut yang telah mengamandemen UUD 1945 telah menjerumuskan bangsa ini , sehingga Kolonialisme dengan diamandemen nya UUD 1945 menjadi legal dan ini bisa kita melihat UU yang dihasilkan setelah amandemen UUD 1945 . Sejak pasal 1 ayat 2 UUD 1945 Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.diganti dengan Keadulatan berada ditangan rakyat dilakukan menurut UUD maka detik itu juga negara Proklamasi yang berdasar pada Panca Sila telah ambruk. Sebab telah merubah sistem kolektivisme ,kekeluargaan , gotongroyong , Panca Sila dengan sistem MPR menjadi Individualisme liberalisme dengan sistem Presidensial .
Tidak ada jalan untuk menyelamatkan Negara Indonesia kecuali segaraj kembali ke Pancasila dan UUD1945 asli