KUPANG, beritalima.com – Merupakan suatu amanat yang besar bagi Bank Indonesia (BI) untuk melaksanakan berbagai tugas dan kewenangan yang diamanatkan dalam Undang – Undang Dasar 1945 maupun perundang – undangan lainnya di Indonesia, yakni tugas dan kewenangan untuk menetapkan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan mengatur dan melakukan pengawasan makroprodensial untuk mendorong tercapainya stabilitas sistem keuangan.
Untuk menjawab semua tugas dan kewenangan tersebut, BI secara konsisten terus melakukan berbagai langkah strategis dalam menetapkan bauran kebijkan dan ketentuan di bidang makroprodensial, moneter, dan sistem pembayaran, termasuk pengedaran uang.
Hal itu disampaikan Sofwan Kurnia Diskusi Panel Bank Indonesia “ Kebijakan, Pengaturan dan Pengawasan dalam Memperkuat Perekonomian Daerah” yang dalam presentasenya tentang Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran berupa Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA) dan Penggunaan Uang Rupiah (PUR) dalam Seminar “ Pengawasan Bank Indonesia Bidang Maroprodensial, Moneter, dan Sistem Pembayaran” di Kupang, Kamis (24/8).
Ia mengatakan, untuk memastikan efektifitas dari seluruh kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan, diperlukan suatu pilar pengawasan yang kuat dan terintegrasi yang meliputi bidang makroprudensial, moneter dan sistem pembayaran, baik melalui meknisme off-site maupun on-site (pemeriksaan).
Pengawasan tersebut meliputi proses analisis untuk memantau dan mengidentifkasi risiko di bidang moneter, seperti risiko nilai tukar dan likuiditas, risiko sistemik dalam sistem keuangan, dan risiko-risko lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan jasa sistem pembayaran.
Secara bekelanjutan,BI terus melakukan pengembangan kerangka kerja pengawssan yang dimilikinya seperti pengembangan berbagai metodologi pengukuran dan penilaian risiko, yang antara lain meliputi stress test, early warning indicator, network, dan sitstem penilaian risiko industri perbankan secara makro.
Menuurtnya, Implementasi pengawasan BI tersebut dilakukan secara menyeluruh, baik pada tataran nasional maupun pada tataran regional. Hal ini dilakukan untuk meyakini efektivitas implementasi dan pengaturan BI hingga ke tataranperekonomian dan sistem keuangan daerah.
Sebagai contoh atas pengawasan ini adalah pengawasan terhadap ketentuan transaksi valuta asing, kepatuhan terhadap standar instriumen sistem pembayaran, dan penggunaan uang rupiah.
Dalam melaksanakan semua tugas dan kewajiban BI tersebut, merupakan hal yang mutlakh bagi BI untuk bersinergi, melakukan koordinasi yang baik dan erat dengan berbagai stakeholder, baik pemerintah, OJK dan LPS, bahkan termasuk para Akademisi dan Masyarakat.
Saat ini, sebagaimana diamanatkan dalam Undang – Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sektor Keuangan, kata Sofwan, BI, Kementerian Keuangan, OJK dan LPS telah membentuk komite dan forum koordinasi dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan.
Selain itu, kata dia, BI dan OJK pun telah memiliki mekanisme koordinasi untuk memastikan pengawasan makroprodensial dan mikroprodensial dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien serta saling melengkapi. Pada tataran regional, kerjasama BI dengan Pemerintah Daerah serta instansi terkait lainnya terlihat dari berbagai inisiatif dan mekanisme koordinasi seperti kerjasama aktif dalam pengendalian inflasi melalui Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), serta program clustering UMKM. Hal tersebut merupakan bagian dari upaya penguatan peran BI untuk menjalankan fungsi strategic advistory, regional financial surveilance, pengawasan sistem pembayaran dan pengedaran uang di seluruh wulayah NKRI. (L. Ng. Mbuhang)