JAKARTA, Beritalima.com– Wakil Ketua DPD RI, Sultan Bachtiar Najamudin meminta Pemerintah dan DPR RI meninjau kembali sistem pemilu langsung Indonesia yang membutuhkan anggaran hingga ratusan triliun rupiah.
“Sangat penting buat kita sebagai bangsa yang menjunjung tinggi prinsip musyawarah mufakat untuk meninjau kembali sistem pemilu yang boros dan cenderung menyebabkan kerentanan sosial. Pemilu langsung sudah seperti industri dalam demokrasi kita,” kata Sultan di Jakarta, Minggu (18/9).
Menurut senator dari Dapil Provinsi Bengkulu ini, biaya pemilu yang terlampau jumbo akan sangat rawan menyebabkan penyalahgunaan anggaran. Belum lagi jika ditambahkan dengan modal pemilu milik partai politik dan capres. Pemilu langsung hanya jadi ajang adu kuat modal politik, yang sumbernya berasal dari cukong dan oligarki.
“Secara ekonomi mungkin bagus karena akan ada banyak uang politik beredar di masyarakat. Namun, jika itu harus dibayar dengan rendahnya kualitas pemilu dan potensi konflik horizontal, pemilu justru hanya akan menjadi penyebab bagi kemunduran demokrasi itu sendiri,” jelas mantan wakil Gubernur Bengkulu ini.
Pada sisi lain, buat Indonesia yang notabene adalah negara berkembang, angka ratusan triliun rupiah itu adalah mubazir jika hanya dijadikan modal pemilu yang sejatinya bisa disiasati secara lebih efisien dan efektif.
“Secara kelembagaan, DPD RI sangat menghormati mekanisme demokrasi yang demikian, namun jika kita sejenak membandingkan proses pemilu kita selama ini dengan kualitas demokrasi yang ditimbulkan setelahnya, maka tidak terlalu sulit bagi kita untuk berbesar hati untuk mengevaluasi sistem pemilu langsung yang ada.”
Sultan mengingatkan, Pemerintah perlu memperhatikan kondisi fiskal saat ini yang semakin banyak ditopang Utang Luar Negeri. Jika pemilu harus dibiayai dengan hutang, betapa naifnya bangsa ini.
“Dalam suasana bangsa yang belum sepenuhnya pulih akibat pandemik covid-19, sebaiknya anggaran difokuskan pada pembenahan sistem dan manajemen kesehatan dan pendidikan, serta upaya pemulihan ekonomi nasional. Pesta Demokrasi tidak pantas dirayakan di tengah meningkatnya angka kemiskinan rakyat,” tegas Sultan.
Biaya Pemilu ke depan pasti akan semakin meningkat, ini jebakan demokrasi liberal yang harus dihindari. Sudah saatnya Indonesia kembali mekanisme demokrasi Pancasila yang lebih berkualitas dan ekonomis.
“Karena itu, kami menyarankan agar bangsa ini melakukan restorasi demokrasi dengan memperbaharui sistem pemilu dan ketatanegaraan sejak dari hulunya, yang adalah konstitusi negara. Kita membutuhkan amandemen secara lebih menyeluruh, tidak sekedarnya saja,” kata dia.
Seperti diketahui, Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia Tandjung menyebut penyelenggaraan Pemilu dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang digelar serentak 2024 merupakan penyelenggaraan yang sangat mahal.
“Pemilu 2024 menurut saya sangat mahal ya. Saya sudah hitung-hitung sebetulnya dari pengajuan yang disampaikan KPU, Bawaslu, apakah itu dari sumber APBN maupun APBD ya itu tidak kurang sekitar 150 triliun, itu kita belum bicara keamanan dan seterusnya,” kata Doli dalam paparannya dalam webinar bertajuk ‘Memotret Persiapan Pemilu 2024: Tahapan, Strategi, dan Prediksi’ yang digelar Indonesian Public Institute (IPI) secara daring, Kamis (2/9). (akhir)