beritalima.com – Untuk warga Depok dan sekitarnya, bagaimana tanggapan Anda soal Pasar Kemiri yang terletak di dekat Stasiun Depok Baru? Ya, ketika kita menelusuri Pasar Kemiri terdapat air menggenang, sampah berserakan dan juga bau tak sedap menyengat timbul dari segala macam dagangan yang mungkin memang sudah tidak segar? Pernahkah Anda berpikir, tempat kotor seperti itu ternyata sangat berpengaruh untuk kelangsungan hidup seseorang?
Salahsatunya wanita kelahiran 1973 bu Eneng, dengan wajah setengah sedih ia mengatakan mungkin tidak bisa hidup jika tidak ada Pasar Kemiri. Bagaimana tidak, hidupnya di Pasar Kemiri kurang lebih sejak tahun 2000-an.
“Pertamanya, saya sih tidak tahu neng soal Pasar Kemiri, pokoknya saya diajak saudara saya sebelum saya berumah tangga. Eh, tidak tahu kenapa betah neng,” tutur bu Eneng.
Yang ditawarkan bu Eneng kepada pembeli berupa singkong dan ubi. Maka dari Situ, ia juga mengaku bisa hidup karena singkong dan ubi. Ia tiba-tiba tertawa sambil mengucapkan,
“Saya mah seneng banget neng, kalo ada tukang gorengan dan keripik pasti dagangan saya jadi laku. Ya gimana ga habis ya neng, mereka kan belinya banyak,” ia kembali murung sambil menambahkan
“Ah tapi, kalo tukang singkong dan ubi di sini buka semua dagangan saya pasti lakunya lama. Nih liat deh neng, masih banyak kan dagangan saya?” Ia berbicara seperti itu sambil menaikkan dagu dengan maksud menunjuk ke arah singkong yang masih menumpuk.
Ketika membahas soal isu gusuran, ia kembali diam. Sesekali mungkin ia berpikir, bagaimana nasibnya jika Pasar Kemiri memang benar-benar digusur. Perasaan yang dirakan bu Eneng takut, sedih, dan marah semunya bercampur menjadi satu.
“Sebenarnya sih, isu seperti ini udah sering neng, cuma kan dari kita juga tetap waspada ya. Nanti kalau digusur, anak saya makan apa neng?”
Bu Eneng menyebutkan alasan digusur memang untuk memperluas bangunan apartemen yang ada di dekat mall. Miris ketika mengetahui alasannya memang. Bagaimana Pemkot Depok menanggapi soal ini? Tidak hanya penjual saja yang bergantung dengan Pasar Kemiri, namun konsumen kelas bawah juga khawatir jika memang digusur karena harga yang ditawarkan di Pasar Kemiri memang di bawah rata-rata dibandingkan dengan banyak pasar di Depok lainnya.
Di akhir wawancara, bu Eneng kembali berbicara sambil memohon,
“Doain ya neng semoga saya bisa berjualan terus di sini,” saya yang mendengar hanya bisa tersenyum sambil meng-aamiinkannya di dalam hati. Ya, semoga.
(Penulis : Bunga Limita Khalda L, Politeknik Negeri Jakarta)