JAKARTA, beritalima.com –
Anggota IV BPK RI, Rizal Djali menyampaikan bahwa, BPK telah melakukan audit kinerja pada tahun 2015, yang menyimpulkan bahwa pemerintah belum memiliki data konsumsi yang kongkrit yang menunjukan berapa besarnya konsumsi beras di Indonesia.
“Data konsumsi beras nasional tidak akurat, dan BPS hanya satu-satunya sumber data, untuk itu harus ditambah tenaga dan anggarannya serta perbaikan regulasinya, dan juga BPK telah berbicara langsung dengan Presiden tentang pentingnya BPS. BPS harus menggunakan teknologi canggih sehingga kebutuhan data yang diperlukan pemerintah dalam hal ini untuk mengambil keputusan dapat tersedia dalam waktu yang cepat,” papar Anggota IV BPK saat acara Seminar Nasional di Kantor Pusat BPK RI, Jakarta Selatan, Senin (21/5).
Seminar yang mengusung tema “Ketersediaan Pangan : Swasembada Versus Impor (Hasil Audit BPK RI)” tersebut dilaksanakan untuk membahas hasil pemeriksaan BPK, yang dihadiri sebagai narasumber Bambang S Ketua DPR RI, Amran S Mentan & Effendi Gozali sebagai moderator.
Rizal menambahkan bahwa, BPK menemukan Sistem Pelaporan Produktivitas Padi tidak akuntabel yang diterapkan di Kementerian Pertanian, walaupun sistem ini sedang dalam perbaikan sampai saat ini. BPK juga menemukan data alih fungsi lahan tidak akurat, terutama terjadi di provinsi Jawa Barat.
Penerbitan Persetuan Impor tahun 2015 sampai dengan semester I tahun 2017, perbandingan dengan menggunakan angka terendah atau konservatif atas data jumlah kebutuhan dan jumlah produksi dalam negeri, yang disusun oleh kementerian/ instansi terkait dengan data jumlah alokasi impor yang ditetapkan dalam persetujuan impor, diketahui bahwa banyak jumlah alokasi impor ditetapkan dalam penerbitan persetujuan impor tidak mempertimbangkan jumlah data kebutuhan, pungkasnya. (Red).