JAKARTA, beritalima.com– Seketariat Direktorat Jendral Kebudayaan di Tahun 2016 lalu, menyelenggarakan event internasional World Culture Forum (WCF) di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) Bali. Kegiatan itu dilaksanakan 09 Oktober 2016 hingga 14 Oktober 2016, yang diikuti oleh peserta dari perwakilan pemerintah daerah, akademisi, budayawan, komunitas adat, panitia pusat dan lokal, Publik Participants, serta negara negara dari anggota UNESCO. Event WCF sendiri bertujuan untuk menjadikan Indonesia (Bali) sebagai “Rumah Dunia” bagi pertemuan, diskusi dan ajang pertukaran informasi.
Namun, berdasarkan hasil uji petik Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, pada pelaksanaan kegiatan WCF yang dianggarkan senilai Rp 14,4 Miyar melalui pelelangan umum, dan dilaksanakan oleh PT Dyandra Konvensi Internasional (DKI). Dengan jangka waktu pelaksanaan selama 85 hari dimulai sejak 07 September hingga 30 November 2016 telah dibayar lunas sesuai SPM. Nilai kontrak senilai Rp 14,4 Milyar tersebut bagian terbesar sebesar Rp 10,86 Milyar diantaranya dipergunakan untuk pembayaran paket fullboard dan fullday, sementara sisanya dipergunakan untuk pembayaran belanja barang operasional lainnya, belanja sewa dan belanja jasa lainnya. Dari hasil pemeriksaan terdapat kelebihan bayar senilai Rp 510 juta.
Hal itu disebabkan bahwa pejabat pengadaan dan PPK kurang cermat dalam menetapkan HPS, karena dalam perencanaan terkait jumlah peserta tidak sama seperti pelaksanaannya, sehingga terdapat perbedaan jumlah peserta fullboard berdasarkan kontrak dengan jumlah peserta riil yang menginap secara fullboard.
Terkait adanya temuan BPK RI tentang kelebihan volume kegiatan WCF sebesar Rp 510 juta, sudah ditindak lanjuti oleh Kemendikbud.
“Alhamdulillah setelah kami cek ternyata sudah ditindak-lanjuti semua, yaitu melalui 2 cara, penghitungan pajak PPH pasal 23 senilai Rp 262 juta, yang sudah mereka bayarkan dan dipotong langsung oleh KPPN (Tinjut ini sudah di acc BPK RI),” terang Muhajir Effendi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI dihubungi beritalima.com Minggu, 02/04.
Menurut mantan Rektor Unmuh itu setelah koordinasi dengan Dirjen Kebudayaan sudah ada pengembalian ke Kas Negara secara bertahap, dengan rincian setoran I Rp125 juta (bln Juli 2017), setoran II Rp 122 juta (28 Agustus 2017).
“Semua penyelesaian tindak lanjut tersebut sudah diteruskan ke BPK RI, dan dinyatakan telah sesuai rekomendasi, Rp 262 juta /PPH 23, Rp 125 juta /Setor Kas Negara
Rp 122 juta /Setor Kas Negara, Rp 510 juta jumlah,” ungkapnya dihubungi beritalima.com via whatsapp massenger.
Rahman Hakim Ketua Lembaga Mediasi Konflik Indonesia (LMKI) menegaskan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara, atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana.
“Meskipun pelaku tindak pidana korupsi (koruptor) itu telah mengembalikan keuangan negara yang telah ia korupsi sebelum putusan pengadilan dijatuhkan, proses hukumnya tetap berjalan karena tindak pidananya telah terjadi,” katanya dihubungi Selasa, 03/04.
Namun, pengembalian keuangan negara yang dikorupsi dapat menjadi salah satu faktor yang meringankan hukuman bagi terdakwa saat hakim menjatuhkan putusan. Sesuai dengan Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) no 31 tahun 1999, ayat 4.
“Disitu dijelaskan bahwa Dalam pasal 4 UU 31/1999 dinyatakan antara lain bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud pasal 2 dan pasal 3 UU tersebut,” tandasnya.
(Red)