BANYUWANGI, beritalima.com – Bagi warga Banyuwangi, Desember adalah bulan bersejarah. Pada Desember 246 tahun lalu, terjadi perang besar Puputan Bayu antara rakyat melawan VOC (Belanda) yang kemudian diperingati sebagai Hari Jadi Banyuwangi. Mengenang heroisme pejuang tersebut, Banyuwangi menggelar napak tilas dalam balutan Festival Rowo Bayu, Minggu (3/12).
Napak tilas itu diikuti ratusan orang dari seluruh penjuru Banyuwangi. Mereka menyusuri rute sepanjang 10 kilometer yang menjadi jalur perang Puputan Bayu. Dimulai dari Desa Parangharjo menuju hutan Rowo Bayu yang diyakini menjadi lokasi perang besar tersebut.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengapresiasi peran serta seluruh peserta yang berasal dari berbagai elemen ini. “Selamat dan terima kasih kepada masyarakat Songgon. Napak tilas ini penting bagi kita. Banyuwangi boleh maju dan berkibar, tapi sejarah dan budaya masa lalu tidak boleh ditinggalkan. Sejarah itu penting bagi kita untuk mengingat masa lalu, dan merefleksikannya untuk masa depan,” kata Anas.
Bupati Anas saat itu turut berjalan menyusuri rute bersama masyarakat didampingi istrinya, Dani Azwar Anas.
Napak tilas itu juga terasa istimewa. Karena para peserta mengenakan kostum yang didesain unik. Ada yang berkostum seperti pejuang, ada juga yang mengenakan bahan daur ulang.
Di antara peserta, bahkan ada wisatawan asing yang juga ikut meramaikan kegiatan yang digelar setiap tahun tersebut. Yos Schneckener, pria berkebangsaan Jerman mengaku senang bisa ikut lebur dalam kegiatan tersebut.
“Saya surprise sekali. Ini baru pertama kalinya saya datang ke Songgon. Saya baru tahu kalau ada kebiasaan jalan semacam ini. Mereka baik-baik, saya disapa terus sedari tadi,” ujar pria yang akrab disapa Yos ini.
Yos mengungkapan bahwa dirinya datang ke Songgon khusus untuk belajar tentang kopi pada salah satu produsen kopi di Songgon, yakni Ny. Sunarmi. Ini kali ketiga Yos berkunjung ke Banyuwangi. “Saya selalu rindu untuk kembali ke Banyuwangi. Apalagi sekarang saya punya keluarga angkat yang tinggal di sekitar Pulau Merah. Jadi kalau kesini, sekalian menengok keluarga saya,” ujar Yos.
Warga Songgon pun menyambut antusias tradisi ini. Sepanjang rute yang dilalui peserta, warga dengan sukarela menyiapkan makanan dan minuman ringan yang bisa dinikmati secara gratis oleh para peserta napak tilas. Makanan tradisional seperti ubi, talas, jagung dan kacang rebus hingga bubur ketan hitam.
Berbagai atraksi juga mereka tampilkan untuk menyemangati para peserta. Mulai dari permainan musik tradisional Banyuwangi berupa rebana yang dibawakan beramai-ramai hingga lantunan lagu-lagu Osing hingga atraksi Barong Kumbo. (*/abi)